Kedua mata itu saling bertatap dengan dalam, satu diantara mereka memasang mata tajam, satu lagi memperlihatkan mata yang tak tahu apa artinya.
"Mas Byan," ucap Mara dengan lirih.
"Maaf, aku terburu-buru," Byan mengalihkan pandangannya. Semula ia terus memperdalam tatapannya pada Mara karena berharap bertemu dengannya adalah sebuah mimpi, namun ternyata ini nyata.
"Oh, aku pun minta maaf. Aku tidak berhati-hati," Mara mencoba menyunggingkan senyum keterpaksaan, untuk menghilangkan rasa canggungnya.
"Aku permisi!" Begitulah yang diucapkan Byan, ia kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Mara.
"Heuh, bahkan dia masih bersikap dingin padaku meski semua sudah berlangsung lima tahun! Apakah sebenci itu dia terhadapku?" Asmara menggelengkan kepalanya, ia hanya bisa bergumam dalam hati. Hingga ia pun bergegas pada tujuan utamanya untuk pergi ke Apotek menebus obat ibunya.
Dari lawan arah, Byan membalikkan tubuhnya kembali mengarah kebelakang. Ia melihat punggung Mara yang kian menghilang dari pandangannya.
"Hmmm ..." Byan menarik nafasnya panjang, kemudian menghembuskannya dengan cepat.
Setelah kembali dari Rumah sakit karena memeriksakan kesehatannya, Byan pulang ke Rumah. Selama diperjalanan, Byan terus saja terusik oleh bayangan Asmara.
Saat ini, keberadaannya di satu kota yang sama dengan Mara membuat kecemasan tersendiri.
Byan menyingkirkan terlebih dahulu fikirannya akan Mara, kali ini ia mencari keberadaan anaknya di rumah.
Namun ia tak melihat Star anak semata wayangnya yang selalu ia cari. Padahal biasanya Star ada di ruang keluarga sedang bermain atau menonton televisi.
"Umi, di mana Star?" Melihat hanya ada Uminya, Byan pun menanyakan keberadaan Star.
"Mungkin sedang bermain dengan Mba Sumi," Andryani yang tengah sibuk dengan gadgetnya hanya menjawab tanpa melihat kearah Byan.
"Kemana? " Tanya Byan lagi ingin tahu.
"Katanya sih mau ke taman," Andryani meletakkan ponselnya, kemudian ia menatap putranya.
"Byan, ini hari minggu. Biarlah Star main dengan Sumi. Pasti dia sangat bosan terus saja berada di rumah. Belum lagi, Papanya yang selalu sibuk tidak ada waktu untuknya,"
Entah ini sindiran atau nasihat untuk Byan, tapi yang jelas ini adalah suatu kebenaran dan mestinya Byan sadar akan hal itu.
"Umi, Byan sibuk di kantor. Byan bukan bersenang-senang," sanggah Byan dengan tangannya yang mengendurkan dasi, kemudian ia duduk di sofa tepat disebrang Andryani.
"Sibuk di hari libur???"
Byan hanya terdiam, ia tak menjawab lagi ucapan Uminya. Menjawab pun rasanya percuma, ia tak ingin terus berdebat dan mencoba mengalah.
"Byan, setidaknya luangkan waktu untuk mengajak Star bermain. Kasihan dia ..."
"Omma, Papa!!" Teriakan itu tiba-tiba membuat Andryani dan Byan menoleh kearahnya.
"Star sudah pulang?" Andryani menyambut Star dengan menyodorkan satu tangannya.
"Sudah Omma," Star mencium tangan Andryani. Kemudian berganti kearah Papanya, matanya terheran ketika melihat papanya sudah berada di rumah di jam segini.
"Papa sudah pulang?"
"Iya sayang, Star habis dari mana?"
Bukan pertanyaan itu yang diharapkan Star saat ini, setidaknya Papanya menanyakan keadaannya hari ini, bahagia atau tidak? Bukan malah sebuah pertanyaan mengekang yang selalu saja dilontarkan Byan padanya. Sungguh Star bosan mendengarnya.
"Star habis main sama ..." hampir saja Star keceplosan, untung saja ia bisa mengerem mulut comelnya itu.
"Sama siapa???" Byan mulai curiga, ia merasa ada hal yang tengah disembunyikan oleh anaknya.
"Sama mba Sumi dong Pa, memangnya siapa lagi yang mau menemani Star?"
Kata-kata Star begitu menusuk hati Byan, ya memang benar ucapannya. Byan tak pernah ada waktu untuk anaknya meski hanya sekedar bermain.
"Star ..." Byan tak melanjutkan ucapannya, ia mencoba lebih mengontrol emosinya lagi. Apalagi Star saat ini sudah menunjukkan wajah sedihnya. Ia beralih untuk membujuk anaknya itu.
"Star, jika Papa libur kerja, kita pasti akan main bersama, Okay?"
"Papa sudah sering berucap begitu, tapi Papa selalu sibuk!" Star pun langsung berlari menuju ke kamarnya.
Sumi yang tadi hanya berdiri mematung di sana pun melangkah mengikuti Star. Namun langkah kakinya terhenti ketika sang majikan tiba-tiba memanggilnya.
"Sumi!" Dengan suara baritonnya, Byan menghentikan langkah kaki Sumi.
"Aduh, matilah aku!" Umpat Sumi dalam hati. Ia pun berbalik arah menghadap Byan kembali. Ia berfikir pasti Byan akan memarahinya tanpa ampun.
"Ya pak?"
"Kamu ajak Star main kemana?" Masih dengan perasaan curiga, Byan mencari tahu rasa penasarannya lewat Sumi.
"Di taman pak," ucap Sumi lirih.
"Taman mana?"
"Byan cukup! Biarkanlah Sumi istirahat dulu," sela Andryani, ia sudah melihat Sumi ketakutan ketika berhadapan dengan Byan. Hal itu membuatnya kasihan pada Sumi.
"SELAMAT!!!" Ucap Sumi dalam hati lagi, ternyata Andryani menyelamatkannya kali ini, dia berhasil lolos dari Tuannya yang dingin dan garang itu.
"Umi, Byan hanya ingin tahu kemana Star bermain. Apa itu salah?"
"Sumi, kamu ke kamar Star. Tolong ganti bajunya," Andryani tak menanggapi ucapannya Byan, ia malah memerintahkan Sumi pergi untuk mengurus Star cucunya.
"Baik bu," Sumi pun berangsut pergi meninggalkan anak dan ibu disana yang tengah dihadapkan dengan situasi sedikit panas.
"Byan, kamu jangan terlalu over sama Sumi. Bagaimana jika dia tidak betah dan mengundurkan diri seperti para pengasuh Star yang lain?"
"Umi, Byan melakukan itu hanya untuk kebaikan Star. Byan cuma tidak ingin jika Star bertemu dengan ..."
"Asmara?? Itu maksud kamu?" Andryani menebak apa yang ada difikiran anaknya.
"Umi,"
"Byan, apa salah Mara? Apakah sampai lima tahun ini kamu belum juga bisa melupakan masalalu kalian?"
Cecar Andryani pada anaknya yang keras kepala itu.
"Umi, bukan begitu. Byan tidak ingin Star bertemu dengan orang asing dan bisa membuatnya dalam bahaya!"
Byan kini mulai bernada tinggi. Sejak tadi ucapannya tak pernah selesai, Uminya selalu saja menyela.
"Byan, singkirkan rasa takutmu itu! Kejadian itu sudah berlangsung lama. Jika kamu terus begini, maka Star lah yang akan menjadi korban egomu!"
"Umi tidak pernah mengerti perasaan Byan,"
"Umi tahu, maka dari itu Umi mau kamu coba lupakan masalalu kamu dan lebih fokus untuk membahagiankan Star,"
Byan hanya menggelengkan kepalanya, ia tak ingin lagi berdebat pada Andryani karena menurutnya hal itu tak akan ada ujungnya. Byan pun pergi menuju ke kamarnya meninggalkan Andryani.
Tiba di dalam kamarnya, Byan merebahkan tubuhnya kasar di atas kasur. Ia menarik nafasnya panjang. Kepalanya kini berdenyut, semakin lama semakin pusing dirasakan olehnya.
Ia memijat pelan pangkal hidung tepat ditengah-tengah alis tebalnya. Seketika itu pula otaknya mengingat pertemuannya dengan Mara di rumah sakit tadi.
"Mara, benarkah itu Asmara? " Byan mengingat-ingat kembali wajah yang ditatapnya dengan dalam tadi, menurutnya wajah itu benar Asmara yang selama ini ia kenal. Tapi, penampilannya berbeda.
"Tidak, dia pasti bukan Mara. Penampilannya saja berbeda!" Byan mencoba menepiskan fikirannya dari Mara. Namun, tetap saja bayang-bayang wajah Asmara masih terus mengusik otaknya.
"CK!" Byan berdecak kasar.
"Mau Asmara atau bukan, itu bukanlah urusanku!"
Tetapi, otak Byan kembali lagi memikirkan Asmara. Hari ini ia bertemu dengannya, bukan tidak mungkin suatu hari nanti Mara akan bertemu dengan Star anaknya. Hal itu membuatnya semakin takut. Padahal tanpa sepengetahuannya, hal itu sudah terjadi.
Perlahan, Byan memejamkan matanya. Rasa lelah kini membuatnya semakin dilanda rasa kantuk yang tak tertahan. Ia pun tertidur dengan pulas meski belum mengganti pakaiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments