Jelena menatap Adras yang tidur di sampingnya. Entah jam berapa lelaki itu pulang. Yang pasti Jelena malas untuk menunggu.
Pagi ini, ia harus menjalankan tugasnya sebagai istri. Ia pun segera bangun, menggosok gigi dan mencuci wajahnya, mengganti gaun tidurnya dan segera turun ke bawa.
"Selamat pagi, nyonya." Sapa Suni, pelayan yang sudah bekerja di rumah ini sejak Adras masih kecil. usianya sudah hampir 60 tahun. Suaminya adalah sopir di rumah ini. namanya paman Sule.
Sofia dan Santi menyayangi bibi Suni yang memang sangat memanjakan mereka. Di samping Bi Suni, ada juga pelayan lain yang bertugas untuk bersih-bersih, mencuci dan menyetrika pakaian, dan seorang tukang kebun. Namun si tukang kebun hanya datang setiap 2x dalam seminggu.
"Selamat pagi, bi."
"Masih pagi dan nyonya sudah bangun?"
"Aku memang terbiasa bangun pagi, bi. Biasanya juga jam 4 pagi. Hari ini justru agak terlambat. Jam 5 lewat aku bangunnya."
"Nyonya dapat bangun jam berapa pun. Di rumah ini nggak ada aturan mau bangun jam berapa. Namun, neng Santi dan Sofia selalu bangun pagi jika mereka tahu pamannya akan berangkat pagi."
Jelena hanya mengangguk. "Kita masak apa sarapan pagi ini, bi?"
"Biasanya nyonya Marlisa yang tentukan. Namun sekarang kan nyonya sudah jadi istrinya tuan Adras, jadi nggak masalah jika akan mengurus menu makanan di rumah ini. Katakan saja nyonya ingin apa?"
"Aku mau buat sup ikan. Apakah ada ikan tengiri di kulkas?"
"Ada nyonya. Sebentar saya keluarkan. Bilang saja nyonya ingin bumbunya seperti apa."
Jelena pun dengan cekatan menyiapkan menu sarapan pagi ini. Dia tahu kalau Adras tak suka makan nasi di pagi hari, makanya ia menyiapkan makanan yang dapat mengenyangkan perut.
Tak lama kemudian, Marlisa bangun. Ia terkejut melihat Jelena ada di dapur dan sementara memasak.
"Apa yang kamu lakukan? Kenapa bisa memasak tanpa bertanya apapun padaku? Suni, kamu nggak memberitahukan pada Jelena kalau semua yang mengatur adalah aku?" Marlisa melotot ke arah Suni sambil berkacak pinggang.
"A....aku....!" Suni langsung pucat.
"Aku yang menginginkannya." ujar Jelena. Ia sudah tahu sifat Marlisa. Sama seperti yang Sofia dan Santi katakan selama ini. Ia juga tahu kalau Marlisa sok berkuasa di rumah ini.
Marlisa menatap Jelena sambil menyipitkan kedua matanya. "Kamu? Kamu tahu siapa yang mengatur semua yang ada di rumah ini?"
"Tahu. Tapi sekarang saya adalah istri mas Adras. Apakah salah jika saya ingin menyiapkan sarapan untuk suami dan ponakan saya?" tanya Jelena tanpa sedikitpun menunjukan rasa takutnya. Ia sudah cukup mengenal Marlisa selama 2 minggu sebelum pernikahan mereka. Dia ingin membebaskan Sofia dan Santi dari tekanan nenek Lampir ini.
"Kamu memang istri Adras, tapi bukan berarti kamu yang berkuasa di rumah ini. Aku adalah istri dari Jeff. Jeff itu adalah pamannya Adras."
"Benar. Namun rumah ini milik Adras dan bukan milik paman Jeff."
"Kamu.....!" Marlisa mengangkat tangannya dan hendak menampar Jelena namun Jeff tiba-tiba menahan tangannya.
"Marlisa! Apa yang kamu lakukan?"
Marlisa menatap Jeff dengan wajah cemberut. "Perempuan ini mau mengambil kuasaku di rumah ini, sayang. Aku nggak mau...! Aku nggak mau...!" Teriak Marlisa histeri.
Mendengar kata keributan, Santi, Sinta dan Adras juga masuk ke dapur.
"Ada apa ini?" tanya Sofia sambil menguap. Ia masih mengantuk.
"Oma Marlisa marah karena aku menyiapkan sarapan tanpa memberitahukannya." ujar Jelena membuat Santi dan Sofia menahan tawa karena Jelena menyebut Marlisa dengan Oma.
"Jangan panggil aku, Oma." Marlisa semakin menjadi-jadi.
"Oma kan istrinya opa Jeff. Aku mau kalau Sofia dan Santi memanggil Oma dan bukan mami. Nggak sopan jika dipanggil mami." ujar Jelena seakan tak peduli dengan wajah Marlisa yang sudah merah menahan emosinya yang hampir meledak.
"Betul juga ya? Seharusnya kita memanggil mami dengan sebutan Oma." ujar Sofia diikuti anggukan Santi.
"Jangan! Aku tidak mau dipanggil Oma. Usiaku saja sama dengan paman kalian. Aku tidak mau....!" teriak Marlisa sambil menutup telinganya.
"Sayang, sudah. Jangan membuat drama di pagi hari." Jeff langsung memeluk istrinya.
"Adras, aku senang mengurus rumah ini. Jangan biarkan Jelena mengambil tugasku. Aku sangat senang mengurus keluarga ini." Kata Marlisa dengan wajah penuh permohonan.
Santi dan Marlisa menatap paman mereka.
"Tapi kan aunty Nana sudah menikah dengan uncle Adras, jadi otomatis dia juga punya hak mengatur rumah ini. Iya kan uncle?" melihat Adras hanya diam, Sofia langsung bicara.
"Aku nggak mau ada keributan di rumah hanya karena hal sepele. Siapapun boleh memasak di rumah ini. Sebaiknya memang Jelena nggak usah terlalu pusing dengan urusan rumah tangga karena kamu harus kuliah kan?"
"Nggak masalah bagiku, mas. Aku bisa membagi waktu dengan baik. Aku hanya berusaha menjalankan tugas ku sebagai istri." ujar Jelena membuat Santi dan Sofia mengangguk setuju.
"Sayang, aku tahu maksudmu baik. Hanya saja, Jelena juga nggak salah. Dia kan sekarang sudah menjadi istri Adras. Wajarlah kalau dia mau juga mengurus rumah ini." kata Jeff sambil melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. "Kalian berdua sebaiknya saling kerja sama. Atau bagi jadwal untuk masak. Kalau pagi ini Jelena, kamu kan bisa siang atau malam jika kamu sedang ada pemotretan."
Marlisa hanya cemberut.
"Bau enak apa ini?" tanya Jeff.
"Aku membuat sup ikan dan sayur tumis terong." kata Jelena.
"Sebaiknya kita sarapan bersama. Jarang-jarang kan kita kumpul bersama di pagi hari." Jeff segera mengajak mereka semua ke ruang makan. Bibi Suni memang sudah mengatur peralatan makan di sana. Jelena pun segera menyajikan makanan dengan senang hati.
"Wah....wah....masakanmu enak sekali, Jelena. Kita semua akan cepat gemuk karena ada tiga Koki handal di sini. Istriku, Jelena dan juga bi Suni." ujar Jeff setelah memasukan sup itu ke dalam mulutnya.
"Benar sekali. Ini sup yang sangat enak. Iya kan uncle?" ujar Santi.
Adras hanya mengangguk tipis. Ia memang tak suka bicara saat sedang makan.
"Aunty Nana, ajari aku masak ya? Katanya cinta akan datang dari perut menuju ke hati." kata Sofia sambil tersenyum bahagia. Ia memang sedang jatuh cinta saat ini.
Adras menatap ponakannya. Sofia hanya tersenyum manis. "Tenang uncle sayang. Kuliah tetap nomor satu."
Sarapan pun selesai. Semua nampak kenyang dan puas kecuali Marlisa.
"Hari ini aku seharian yang masak ya? Aku kan masih libur." ujar Jelena saat ia dan Marlisa sudah ada di dapur. Bi Suni memilih berdiam di depan kompor sambil pura-pura membersihkan benda itu.
"Kamu mau cari masalah ya?" Marlisa kembali naik pitam.
"Kok cari masalah sih?" tanya Jelena. Ia mencuci tangannya lalu segera mengeringkannya dengan lap.
"Aku yang akan menyiapkan makan siang dan makan malam. Jangan ada bantahan."
"Terserah." Ujar Jelena dengan sikap cueknya. Ia segera meninggalkan dapur.
"Aunty, ke sini!" panggil Sofia.
Jelena menuju ke kamar Sofia. "Ada apa?"
"Si Mak lampir bilang apa?"
"Dia yang akan mengerjakan makan siang dan makan malam hari ini."
Sofia mengeram kesal. "Apa dia lupa ya? Dia kan hanya menumpang di rumah ini. Dia sok berkuasa dan mengatur-atur kehidupan kami. Oh ya sebentar ya. Aunty tunggu di sini." Sofia meninggalkan kamarnya dan menuju ke kamar pamannya. Saat ia masuk, terlihat Adras sedang ada di balkon kamar sambil menelepon.
"Uncle....!" panggilnya.
Adras dengan cepat mengahiri percakapnnya.
"Ada apa, sayang?"
"Aunty Nana kan sudah menjadi istri uncle. Mengapa ia tak diberikan kartu untuk belanja keperluannya dan juga keperluan rumah ini?"
"Baiklah. Nanti uncle buatkan."
"Sebaiknya sekarang uncle. Besok lusa kan uncle akan kembali bekerja. Kita keluar bareng saja. Ini kali pertama kita akan keluar bareng. Ya uncle... please...!"
Adras tersenyum sambil mengangguk. "Ayo mandi dan kita pergi satu jam lagi."
"Yes." Sofia segera keluar dari kamar Adras dengan senyum bahagia.
Satu jam kemudian, mereka berempat segera pergi dengan mobil Adras menuju ke bank. Menurut bi Suni, Marlisa sedang ke supermarket untuk belanja. Wanita itu memang tak pernah ke pasar untuk belanja apapun.
Tempat pertama yang mereka tuju adalah bank. Jelena langsung dibuatkan rekening atas namanya dan Adras langsung memasukan saldo sebanyak tiga ratus juta.
Selesai dari bank, Sofia mengajak pamannya untuk segera ke diler mobil karena ia mendapatkan nilai yang bagus dan sudah saatnya ia dibelikan mobil baru.
Dengan sengaja mereka berempat mematikan ponselnya agar tak diganggu orang lain. Sebenarnya tujuan Sofia meminta agar ponsel mereka dinonaktifkan karena tak ingin Marlisa menelepon mereka dan meminta pulang untuk makan siang.
Selesai dari diler mobil, mereka makan siang bersama. Setelah itu Santi merengek agar mereka nonton bioskop di mall sekalian belanja.
Mereka pun tiba di rumah saat jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Terlihat Marlisa nampak kesal apalagi mereka datang dengan mobil baru Sofia yang sama persis dengan mobil Marlisa hanya saja warna berbeda.
"Kalian nggak makan? Mami masak ayam bakar." ujar Marlisa.
"Kami sudah makan. Hanya ingin mandi dan segera tidur." ujar Sofia.
Marlisa menatap tas belanjaan mereka yang sangat banyak. Ia menatap mereka berempat yang sudah menaiki tangga. Dasar wanita iblis. Kamu pasti menjebak Adras hanya karena menginginkan hartanya kan? jangan mimpi ya, kamu!
Jelena sudah selesai mandi. Ia mengenal gaun tidur yang selalu seksi. Adras sudah mandi duluan dan sekarang sedang membaca sesuatu dari laptopnya.
Jelena berjalan mendekati Adras. Ia duduk di tangan kursi lalu melingkarkan tangannya di bahu sang suami. Adras terkejut. "Ada apa?"
"Mas, mengapa kamu tak pernah menyentuhku? Apakah aku kurang menarik di matamu?"
Adras nampak diam. Ia memalingkan wajahnya ke arah laptop.
"Mas....!" Jelena mengusap punggung Adras dengan lembut dan tanpa di duga, ia mencium tengkuk suaminya.
**********
Apakah Adras siap melakukan tugasnya sebagai suami?
Jangan lupa dukung terus ya guys....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Idku Nursaman
rayu terus jelena... biar g ada kesempatan buat adam..
2023-01-25
0
"lazygirl"
jelena ternyata agresif jg y.. 🤭
2023-01-06
0
gia gigin
Ihhh kasihan banget si Lena jadi berjuang sendiri 😏
2022-12-23
1