Terlalu muda.
Itulah hal pertama yang muncul di pikiran Robert saat ini mengenai pria muda yang sedang berada di hadapannya saat ini. Apakah memang dia orang yang akan dia temui? Sepertinya bukan. Tapi apapun itu, Robert tetaplah harus memastikannya, bukan? Yah, bagaimanapun Robert memang harus mencari tahu apakah dia adalah orang yang akan dia temui atau justru bukan.
"Jessie," kata Robert kemudian dengan tiba-tiba, membuat gadis itu menoleh. Suaranya terdengar tegas saat detik itu juga dia menoleh, menatap ke arah anak gadisnya itu dengan bola mata coklatnya.
"Ya?"
"Pergi dan lihatlah apakah ada tempat yang menjual kopi di sini. Sepertinya kita akan membutuhkannya untuk menjalani sisa perjalanan ini." pinta Robert pada anak gadisnya itu.
"Apakah ayah haus?"
"Ayah tidak haus, tapi ayah memang ingin minum kopi," ujar Robert tersenyum.
Anak gadisnya itu segera mengangguk dan menarik tali tasnya lebih erat ke bahunya. Jessica kemudian menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri dari ruangan itu, mencari jalan keluar untuk mencari kopi yang di minta ayahnya.
Sesampainya ia di luar bangunan itu, Jessica kemudian bertanya pada petugas galeri hingga akhirnya ia sampai di sebuah bangunan kecil yang ternyata menyediakan makanan dan minuman yang di jual untuk para pengunjung galeri. Jessica masuk ke bangunan itu, membeli satu cangkir kopi dan juga sebotol air mineral.
Jessica mengomel dalam hati ketika dia menyadari berapa banyak yang harus dia bayar untuk dua minuman itu.
"Kenapa mereka menjual barang dengan harga dua kali lipat lebih tinggi di sini." omelnya pelan.
'Mereka melarang pengunjung untuk membawa minuman dari luar gedung, tapi mereka malah menjual menu dengan harga selangit. Ya ampun, hal ini semakin memantapkan hatiku untuk tidak datang ke tempat seperti ini lagi.' omelnya dalam hati
Dia kemudian mengeluarkan dompet dari dalam tasnya dan menyerahkan uang bayaran itu pada penjaga toko. Jessica lalu memasukkan air mineral ke dalam tasnya dan memegang gelas kopi milik ayahnya di tangan kanannya. Setelah itu barulah Jessica kembali ke dalam gedung, mencari ayahnya.
Sesampainya ia di dalam gedung, ia bertanya-tanya ke mana sang ayah pergi. Hingga akhirnya, setelah ia mencari-cari, Jessica menemukan ayahnya sedang duduk di sebuah bangku dengan pria muda yang berbicara dengan mereka tadi. Mereka berdua terlihat seperti sedang membicarakan sesuatu yang penting.
"Ini," ujar Jessica, menyerahkan gelas kopi yang ia bawa pada sang ayah, "Apakah kita akan melanjutkan tur lukisannya?"
"Kita harus melanjutkannya, kita sudah membayar mahal untuk tiketnya." Robert mengangguk setuju.
"Jessica Anderson, bukan?" pria muda itu tiba-tiba berbicara.
Robert dengan cepat bangkit untuk menghentikan Jessica menjawab dan mengungkapkan siapa dirinya. Robert tak ingin Jessica dan pria muda itu berkomunikasi lebih dari yang dia ingin. Jelas Robert tidak ingin anak gadisnya itu tahu siapa dia atau untuk siapa dia bekerja.
"Jessica Bailey, lebih tepatnya." seru Robert menggunakan nama mantan istrinya.
"Ini Nathan. Dia bekerja di Kementerian Transportasi. Ayah terkejut karena dia baru saja mengatakan kalau dia juga bekerja di pemerintahan." ujar Robert.
Nathan menaikan sebelah alisnya, Kenapa dia harus menyembunyikan identitas anaknya dariku?
"Begitukah? Dia tau namaku," ujar Jessica sambil terkekeh kecil.
"Mungkin dia pasti pernah melihat wajahmu sebelumnya." ujar Robert dengan asal.
Robert menoleh ke arah Nathan, tatapannya terlihat sangat serius dan membuat lelaki muda itu tidak punya pilihan selain bermain bersama dengan rencana yang baru saja Robert buat itu. Nathan mengulurkan sebelah tangannya ke arah gadis cantik di hadapannya itu sambil mengangguk padanya.
"Nathan Jones." katanya pada Jessica dengan senyuman di wajahnya.
"Oh, hai, aku Jessica..." ujar Jessica sambil balas tersenyum kecil. "Senang bertemu denganmu, Nathan."
"Dan kamu juga," jawab Nathan padanya.
"Kau tahu nama belakang ayahku?"
"Ya?" Nathan menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Kau sempat memanggilku Jessica Anderson. Ya, sejujurnya aku tidak menggunakan nama belakang yang sama dengan ayahku..." ujar Jessica tersenyum dan melepaskan uluran tangannya pada Nathan
Ah, begitu rupanya. Nathan melirik Robert sekilas.
Nathan lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ah, itu. Itu... karena semua orang sudah mengenal siapa ayahmu. Ya, dia Robert Anderson. Dia begitu terkenal di kementrian. Dan tadi aku hanya tidak sengaja memanggilmu dengan nama ayahmu."
"Begitukah?" Jessica mengangguk paham. "Tapi kau tampak sangat muda untuk bekerja di kantor kementrian." Jessica berujar terus terang.
"Itu mungkin karena aku punya skill hebat sehingga membuat mereka tak ingin menyia-nyiakan bakatku yang luar biasa." jawab Nathan membuat Robert sontak mendengus.
Jessica tersenyum mendengar ucapan Nathan itu dan melihat ke arah ayahnya. Alisnya berkerut saat sang ayah menganggukkan kepala padanya.
"Silakan kau pergi duluan, Jessica. Sepertinya ayah perlu waktu untuk berbicara dengan Mr. Jones dulu sebentar." ujar Robert pada Jessica.
Jessica menganggukkan kepalanya patuh dan berjalan kembali menyusuri aula galeri itu.
"Mr. Jones?" tanya pria muda itu sambil menaikkan sebelah alisnya, ia terdengar kurang suka dengan panggilan itu. Nathan diam sebentar kemudian mendecih. "Kurasa aku lebih suka di panggil Nathan saja."
"Dan kenapa harus Nathan?" Robert bertanya-tanya kembali padanya.
Kepala Nathan menggeleng pelan saat matanya melihat pada anak gadis Robert yang tengah bergerak menatap deretan lukisan yang ada di ruangan itu. Gadis itu jelas masih terlihat bingung dengan pesan yang coba disampaikan masing-masing dari lukisan yang ada di sana.
"Tak ada alasan khusus, aku hanya menyukainya. Ya, bagiku itu terdengar lebih baik dari Jones," jawabnya lalu mengalihkan kembali pandangannya pada Robert. "Aku sudah memberitahu semua tugas dari 'bos' yang harus kau kerjakan. Aku harus pergi. Kau bersenang-senanglah di tempat ini dan fokuslah mencari jawaban juga arti dari lukisan-lukisan itu."
Robert mendecih sinis. Anak amatiran ini pasti sedang menyindir betapa rendahnya ilmu tentang seni yang dia miliki.
"Dan kau juga bersenang-senanglah sambil mengenakan pakaian tidurmu dan bermain game komputer di kamarmu." Robert menyindir balik.
Nathan mengerutkan keningnya saat Robert melangkah meninggalkannya sendirian di tempat itu untuk pergi menyusul anak gadisnya. Dia tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa detik sebelum akhirnya dia bergumam pada dirinya sendiri.
"Ck, jangan berani mengejekku! Meskipun aku tak bisa menembak seperti dirimu, tapi aku bisa menghancurkan seluruh hidupmu itu dan melakukannya hanya dengan berbaring dan mengenakan pakaian tidurku itu."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
anggita
Robert anderson.. 🙄
2022-11-27
0