"Jadi, bisakah aku tahu, mengapa kita ada di sini? Kenapa ayah memilih untuk menghabiskan waktu disini?" Jessica tiba-tiba bertanya lagi.
"Ayah hanya sedang mencoba untuk mendidikmu, Jessica," jawab Robert pada Jessica. "Dan ibumu juga berpikir kalau ini adalah ide yang bagus untukmu pergi ke tempat ini."
Jessica mendecih mendengar itu, "Ibu memang akan suka kalau aku menghabiskan waktuku di tempat seperti ini."
"Benarkah?"
"Ya, ibu selalu mengira kalau aku selalu menghabiskan setiap akhir pekan dengan pergi keluar dan mabuk-mabukan," jawab Jessica.
"Tapi kau memang pergi kan?"
"Ya, itu karena aku bosan. Ibu tidak punya banyak waktu untukku lagi semenjak paman John datang. Lagi pula, dia selalu menganggap kalau aku ini adalah gadis yang nakal. Jadi biarkan saja dia memikirkan apa yang ingin dia pikirkan tentangku."
"Dan aku tidak tahu tentang itu." Robert menatap Jessica.
"Tentang apa?"
"Tentang masalah kalian itu."
Jessica terkekeh sinis, "Ya, ayah memang tidak pernah tahu."
Robert menghela napasnya, memalingkan wajahnya sambil tersenyum kecut. Bagaimana dia bisa tahu apapun tentang Jessica jika dia tahu kalau dia punya anak setelah bertahun-tahun lamanya berpisah dengan mantan istrinya. Bayangkan saja, ia pertama kali diberitahu tentang Jessica ketika gadis itu berusia lima belas tahun. Mantan istrinya sengaja merahasiakan tentang kehadiran anak gadisnya itu saat mereka bercerai.
Mantan istrinya itu mengatakan kepada Robert kalau alasannya adalah karena dia tidak ingin Jessica berada di dekat Robert atau segala bahaya yang ada di dekatnya.
Dan dia tak ingin mereka berhubungan. Pasalnya terakhir kali mereka bersama seseorang mencoba menembak ke arah mereka. Dan ibu Jessica berpikir kalau Robert pasti terlibat sesuatu yang berhubungan dengan mafia. Robert telah setuju dengan itu bahkan ia juga menyatakan bahwa akan lebih baik bagi Jessica untuk tidak mengenalnya.
Tapi kemudian rasa egois mulai menguasai dirinya. Dia kemudian mulai melacak alamat dari mantan istrinya. Dan setelah itu Robert juga telah melakukan segala yang terbaik yang dia bisa untuk membangun kembali hubungan yang utuh dengan putrinya.
Dan tentu saja mereka berdua tidak tahu apa yang sebenarnya Robert lakukan selama ini. Jessica dan ibunya berasumsi bahwa Robert memiliki pekerjaan sampingan di Kementerian Pertahanan. Itulah yang akan menjadi pegangan kebohongan Robert selama ini dan dia akan menyembunyikan hal ini selama yang dia bisa.
Sebenarnya Robert berpikir untuk menyudahi segala rahasianya dengan mengatakan yang sebenarnya pada mantan istri dan anaknya itu. Dia berpikir untuk menjadi bersih dan jauh dari segala hal yang berbahaya. Jessica adalah seorang gadis muda sekarang. Umurnya menginjak duapuluh tahun dan Jessica harusnya bisa lebih bebas sekarang, tetapi ibunya masih terlalu mengendalikan hidup gadis ini sekuat yang dia bisa. Jessica benar-benar terkekang.
"Jadi, bisakah kita pergi makan siang setelah ini?" Jessica bertanya tiba-tiba, memecah lamunan Robert.
"Apa kau lapar?"
"Belum, untuk sekarang. Bisakah kita makan di tempat yang enak nanti." jawab Jessica memastikan dan Robert menganggukkan kepalanya setuju.
"Kalau kau mau," Robert tersenyum pada Jessica. "Aku yakin bisa membawamu ke suatu tempat yang bahkan bisa mengalahkan makanan mewah dari paman John-mu."
"Wow, apa ini. Ini terdengar seperti sebuah kompetisi! Kalau begitu aku harap ayah benar-benar mendapat restoran yang jauh lebih enak dari John." seru gadis itu dan Robert merasa bibirnya sedikit terangkat, ia tersenyum saat mendengarnya.
"John pasti tak akan senang mendengar ada yang membawamu ke tempat yang makanannya lebih enak." ujar Robert kemudian.
"Biarkan dia mendapat pesaingnya," jawab Jessica santai.
Drrrtt! Drrrtt!
Jessica merassksn getaran pada tasnya. Ia memeriksa tas yang ada di bahunya dan mengeluarkan ponselnya yang berbunyi. Jessica melihat pada layar telepon yang ada tangannya dan diam-diam mulai membalas pesan dengan cepat di iPhone itu.
Robert melirik sekilas dan bisa melihat nama yang tertera di layar.
"Siapa Daniel?" Robert tiba-tiba bertanya pada anak gadisnya itu.
"Seorang anak laki-laki yang aku temui di kampus. Dia juga seorang mahasiswa," jawab Jessica pada ayahnya, suaranya penuh dengan sikap acuh tak acuh. Robert menggelengkan kepalanya, mencoba sebisanya untuk tidak terlihat terlalu ikut campur dengan apapun urusan dari anak gadisnya itu.
"Bukankah seharusnya kau berkonsentrasi pada mata kuliah dan juga gelar yang sedang kau kejar? Kau baru saja berhasil menjalani setidaknya sekitar enam puluh persen dari sesuatu yang di sebut keberhasilan." Robert berkomentar, hanya mencoba untuk mengingatkan Jessica.
Nasihat itu membuat Jessica yang mendengarnya sontak memutar bola matanya malas. "Iya, aku tau ayah. Dia juga bukan kekasihku."
"Ya, ayah hanya berniat mengingatkan, ayah tidak ingin-"
"Ayolah ayah! Kenapa sekarang ayah jadi seperti ibu begini? Apakah ayah tau betapa sulitnya pelajaran matematika itu?" Jessica bertanya padanya. "Hampir mustahil bagiku untuk mempelajari hitung menghitung yang sulit itu setiap hari. Aku merasa hampir gila. Aku bahkan merasa kagum pada diriku sendiri saat aku bisa mendapat nilai A saat ujian. Ah... ngomong-ngomong aku adalah mahasiswa terbaik yang ada di level A sekarang."
"Apakah kau membutuhkan guru private?" Robert mencoba bertanya pada gadis itu ketika mereka akhirnya berhasil memasuki gedung galeri setelah penantian beberapa lama.
Jessica menggelengkan kepalanya, menanggapi sang ayah. "Tidak, aku bisa mengatasinya. Aku akan mendapatkan nilai bagus sebelum bulan Januari nanti," katanya.
Hal itu sontak saja membuat Robert tertawa karena ia teringat Jessica juga mengatakan hal yang sama padanya lewat telepon di tahun lalu. Meskipun Jessica memang berhasil mendapatkan nilai bagus, tapi tetap saja kalau Robert pikir-pikir, merasa khawatir pada gadis kecilnya ini adalah hal biasa untuk orang tua.
Tentu saja, karena ia menyadari kalau pendidikan anaknya adalah sesuatu yang lebih mengkhawatirkannya jauh lebih menakutkan daripada yang Robert pikirkan selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments