"Bagaimana keadaannya?" tanya pangeran sambil mengajak tabib keluar dari kamar Sang Raja.
"Sangat buruk Yang Mulia, semakin hari keadaannya semakin memburuk."
"Tidakkah ada obat yang bisa menyembuhkannya?" tanya pangeran nampak cemas.
"Hanya Raja sendiri yang bisa menyembuhkan tubuhnya, kita tahu ini bukan penyakit luar."
Semua orang tahu semenjak putri hamil Raja seketika jatuh sakit, ia tak bisa menerima kenyataan akan takdir cucunya yang harus pergi tapi ia juga tak bisa mengingkari janji.
Kini usia kehamilan putri sudah menginjak tujuh bulan, perutnya sudah semakin membesar namun tak membuatnya menjadi orang yang lebih berhati-hati.
Dengan tergesa-gesa ia berjalan menghampiri pangeran yang baru saja keluar dari kamar Raja, sementara para pelayan mengikuti dengan perasaan cemas.
"Bagaimana keadaannya?" tanyanya.
"Kau boleh melihatnya," sahutnya.
Putri segera masuk untuk memeriksa, mendapati ayahnya semakin melemah hatinya ikut tak berdaya. Perlahan ia duduk disampingnya untuk memberi belaian lembut pada kening.
"Agrarta... " panggil Raja pelan.
"Aku di sini," sahutnya menahan air mata.
"Maafkan aku... tidak seharusnya aku membuat janji yang sukar untuk di tepati, kita semua sangat menantikan bayi ini... tapi aku harap kau ikhlas akan apa yang menjadi takdirnya," pinta Raja lirih.
Putri sudah tak sanggup hingga meledaklah tangisannya, mengiringi kepergian Sang Raja dalam penutupan usianya.
Menatap tahta yang kosong pangeran memberi perintah untuk mengadakan perkabungan selama beberapa hari, selain untuk menghormati kepulangan Sang Raja pada keabadian juga untuk memberi waktu kepada putri sebelum mengambil alih tahta.
"Yang Mulia, ada yang harus kita bicarakan," ujar Panglima dengan wajah serius.
Mereka segera pergi ke ruang rapat, menemui beberapa tetua dan Jendral sudah menunggu kedatangannya.
"Katakan," perintahnya.
"Pasukan Elf telah menyerang beberapa kota terbaik kita, termasuk ibu kota Meseress yang menjadi pusat perputaran uang. Jika terus kita biarkan maka hanya tinggal menunggu kehancuran istana," ujar Jendral sambil menunjuk peta.
"Saya mengerti kita masih dalam masa perkabungan tapi keadaan memaksa untuk bertindak," timpal Panglima.
Pangeran Thodor nampak berfikir keras, di saat tahta sedang kosong memang sangat rawan akan kehancuran. Oleh karena itu ia pun mengambil keputusan untuk serangan balik, ia sendiri yang akan ikut dalam peperangan ini.
Mengetahui hal ini tentu putri Agrarta tidak setuju, ia baru saja kehilangan ayahnya setelah sadar harus melepas bayinya. Tapi pangeran berhasil meyakinkan akan kemenangan di pihak mereka, ia hanya meminta putri agar mendoakan kejayaan untuk kerajaan Meseress.
Dimalam tanpa bintang pangeran menggunakan baju zirahnya, dengan menunggangi kudanya ia bersama para pasukan membalas kaum Elf itu.
Setiap hari adalah tanpa kedamaian dari pertumpahan darah, lembah dan hutan menjadi saksi bisu menandai jeritan dan dentuman genderang.
Bukan hanya satu atau dua tapi setiap hari puluhan nyawa melayang demi kata damai yang entah kapan akan tercipta, sementara para wanita bersembunyi di balik ranjang mereka sambil berharap Mukjizat akan turun.
Dua bulan kemudian adalah hari dimana penentu segalanya, pangeran yang telah melakukan sekutu dengan beberapa kerajaan bergerak bersama menuntas makhluk bertelinga runcing itu.
Sementara di istana seluruh pelayan berharap cemas pada putri yang sedang berjuang melahirkan darah dagingnya.
Trang Trang
Buk Buk Trang
Pedang terus saling bersahutan, beradu tajam meski telah berlumuran darah.
Aaaaaaaa..... hhhhhhh hhhhhhh
Dan putri Agrarta terus menjerit menahan sakit.
"Demi Maseress!" seru pangeran kembali membakar semangat para pejuangnya.
Aaaaaaaa...
Teriakan para ksatria pemberani meluluhlantakkan tenda-tenda, meratakan pemukiman dan membakar segala yang menghalangi.
Hingga akhirnya apa yang mereka inginkan berhasil di dapatkan, Meseress mencetak sejarah dengan menang dalam perang melawan kaum Elf.
Larut dalam porak kemenangan seorang pembawa berita memberitaunya untuk segera pulang sebab perjuangan putri baru di mulai, meninggalkan medan perang pangeran segera memacu kudanya untuk kembali ke istana.
Tepat saat matahari menyingsing ia telah sampai di istana, setiap pelayan yang ia temui membungkuk dan mengucapkan selamat.
Dari tabib ia diberitahu bahwa calon Raja telah lahir, namun pangeran tidak begitu peduli sebab rupanya kesehatan putri tidak baik selepas melahirkan.
Butuh satu hari satu malam bagi putri untuk bisa bangun, menatap bahagia pada bayi yang digendong pangeran ia bertanya "Siapa namanya?."
"Albert, dia akan menjadi Raja yang Agung di istana Meseress."
"Ya... andai dia bisa menduduki tahtanya," ucap putri Agrarta pilu.
"Itu akan terjadi sayang."
"Tidak Thodor, kita harus menepati janji!" tegas putri.
"Kita akan menepatinya, kita akan berikan Sophia kepada Damien," ujar pangeran Thodor sambil menatap tempat tidur bayi.
Dengan cepat putri menengok, menatap sosok bayi perempuan yang sedang tertidur pulas. Air mata pun tumpah seketika, dengan segala perasaan ia menggendong bayi itu dan menghujaninya dengan ciuman.
"Aku telah menyiapkan kereta, Albert akan ku bawa ke Akademi sampai dia siap menjadi raja. Kau punya waktu beberapa menit sebelum aku membawanya pergi," ujar pangeran.
Putri Agrarta mengangguk, membaringkan Sophia pada tempat tidurnya kini ia menggendong Albert. Melakukan hal yang sama pada bayi itu yakni memberinya salam perpindahan lewat hujan kasih sayang, ia juga memberi sebuah cincin kerajaan untuk dia pakai setelah besar nanti.
Melepaskan pangeran Albert putri Agrarta kini hanya tinggal menunggu kedatangan Damien, ia sudah siap untuk perpisahan yang kedua namun rupanya Damien tak datang dengan waktu yang cepat.
Lima belas tahun kemudian.
Putri Sophia adalah gadis ranum dengan pipi merona yang cantik, saat hari menjelang senja pelajarannya baru saja selesai. Dengan ijin dari putri Agrarta ia bermain di taman tepian hutan, dengan syarat harus di kawal.
"Jangan terlalu keras padanya," ujar pangeran Thodor mendapati istrinya itu cukup protektif pada Sophia.
"Sekarang aku mengerti kenapa dulu ayah sering melarang ku, oh... dia hanya gadis lemah yang tidak tahu apa-apa. Selama ini dia habiskan waktu dengan menyulam dan membaca buku," ujarnya sambil menatap Sophia dari kejauhan.
Pangeran menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Menurut mu kenapa Damien belum datang?" tanyanya tiba-tiba.
"Entahlah, bahkan Jonah tidak tahu dimana ia berada."
"Ini benar-benar membuat ku stress, setiap malam aku dihantui oleh perasaan sedih akan kehilangan anak-anak ku," keluhnya.
"Tolong pikirkan kesehatan mu, jangan terlalu memikirkan kedatangan Damien!" pinta pangeran.
"Ayo! sebaiknya kau istirahat," ajaknya.
Putri mengangguk, melepaskan pandangan dari Sophia yang mengajak para pelayannya untuk bermain.
Dia menutup mata salah satu pelayannya dengan selembar kain, memutarkan badannya beberapa kali sebelum kemudian harus menemukan dirinya.
Sambil tertawa ia berlarian kesana kemari sampai tiba-tiba.
Bruk
Ia terus mundur tanpa mengetahui ada orang dibelakangnya, perlahan Sophia membalikkan badan dan menatap seseorang dengan pakaian serba hitam yang benar-benar menutupi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments