Bab 4

Hal pertama yang aku lakukan saat membuka mata di pagi hari adalah meregangkan otot-otot yang terasa tegang dan kaku akibat pertempuran kami semalam.

Setelah cape bebenah rumah, aku di buat babak belur oleh Mas Dirga di atas ranjang. Badanku terasa remuk, bahkan sakit untuk sekeder bergerak.

Ku lirik Mas Dirga yang masih terlelap dalam keadaan bertelanjang dada. Sejak mengonsumsi suplemen yang entah dia dapat dari mana, durasi permainannya semakin lama saja dan membuatku kewalahan. Sebenarnya kesal, tapi tak jarang aku sangat menikmatinya dan terkesan dengan permainan Mas Dirga.

Aku beranjak dari ranjang dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah ini aku harus menunggu tukang sayur di depan rumah. Mas Dirga bilang, setiap pagi ada tukang sayur yang lewat di depan rumah. Meski cluster ini hanya di huni segelintir orang saja, tapi tetap di lewati mobil bak penjual sayur.

Setidaknya di komplek perumahan ini tak jauh berbeda dari rumah kami sebelumnya. Masih ada penjual sayur keliling meski perumahan ini terbilang lebih bagus.

Membuka pintu rumah lebar-lebar, udara pagi hari di kota Bandung jauh lebih segar di banding kota Jakarta. Rasanya sejuk dan menangkan sekali.

Seandainya penghuni rumah di sini seperti ibu-ibu di komplek perumahan sebelumnya, pasti akan jauh lebih betah tinggal di sini.

Sambil menunggu penjual sayur lewat, aku mengambil sapu untuk membersihkan teras dan carport. Rumah yang berjejer di sini tak ada satupun yang di pasangi pagar pengaman. Bahkan tidak ada tembok yang membatasi antara teras rumah satu dengan teras yang lainnya.

Jadi kita bisa berinteraksi dengan tetangga kalau sama-sama sedang berada di teras.

Baru saja membatin soal tetangga, eh tiba-tiba tetangga sebelah keluar dengan membawa cangkir di tangannya dan rokok.

Aku tersenyum kikuk untuk menyapa tentanggaku itu.

"Pagi Mas,," Sapaku yang berlagak sok ramah. Padahal aku paling segan dan malu menyapa pria lebih dulu. Tapi berhubung dia tetanggaku dan aku penghuni baru di sini, jadi harus ramah.

Karena bagaimanapun, tetangga yang akan menolong kita lebih dulu jika kita butuh bantuan. Apalagi keluarga ku dan Mas Dirga sangat jauh.

"Hemm,," Pria yang aku ketahui bernama Agam itu hanya berdehem dengan ekspresi dingin. Dia mendaratkan bokongnya di kursi teras sembari meletakkan cangkir yang entah apa isinya. Tapi kemungkinan berisi kopi.

"Dirga mana.? Belum bangun ya.?" Tanyanya yang kini terlihat lebih ramah dan santai. Jelas sekali dari ekspresi wajah dan nada biacanya karna tidak dingin seperti tadi.

"Eh,, iya Mas Dirga masih tidur." Aku jadi kikuk sendiri menanggapi pertanyaan Mas Agam.

"Mbak Karina sedang apa Mas.?" Tanyaku basa-basi, daripada terlihat kaku dan bingung harus bicara apa lagi. Sedangkan aku masih harus berada di teras untuk membersihkan halaman dan menunggu mobil sayur lewat.

"Udah berangkat 1 jam yang lalu, ada pekerjaan di luar kota." Jawabannya santai dan terkesan acuh.

Apa mungkin karna pertengkaran kemarin, jadi Mas Agam tampak acuh saat di tanya tentang istrinya.

Kedatangan mobil sayur menyelamatkanku yang sudah kehabisan bahan obrolan. Aku mengakhiri percakapan kami dengan pamit pada Mas Agam untuk membeli sayur.

"Baru pindah ya Neng.? Kemarin saya lihat rumahnya masih kosong." Tanya penjual sayur saat aku mendekati mobilnya.

"Iya Bang,," Jawabku singkat di akhiri dengan seulas senyum tipis.

"Ada udang sama cumi nggak.?" Aku bertanya sambil mencari letak kotak yang biasanya di gunakan penjual sayur untuk menyimpan ikan-ikanan dan sejenisnya.

"Ada dong Neng geulis,," Penjual sayur itu langsung pindah ke sisi mobil lainnya untuk mengambilkan yang aku minta.

"Masih pagi Beh, jangan godain istri orang." Celetukan bernada candaan itu berasal dari rumah sebelah. Siapa lagi kalau bukan Mas Agam.

Sontak aku langsung menoleh ke arahnya. Mas Agam tampak santai menghisap rokok di tangannya sambil menatap ke arah kami.

Penjual sayur yang berusia paruh baya itu terkekeh santai, sepertinya mereka sudah biasa bercanda.

"Oh ada A Agam ternyata."

"Nggak kelihatan A, kehalang mobil,," Katanya sambil terkekeh.

"Neng Karina kemana A.? Nggak belanja.?" Setelah menyerahkan udang dan cumi padaku, penjual sayur itu bergeser untuk bisa melihat Mas Agam yang memang tidak kelihatan jika di lihat dari posisi penjual sayur tadi.

"Biasa.!" Sahut Mas Agam penuh penekanan. Ada kekesalan dari raut wajah serta nada bicaranya. Hal itu membuat rasa penasaran ku semakin menjadi saja. Sudah jelas kalau ada masalah besar yang terjadi dalam rumah tangga mereka.

Tapi mengingat nasehat Mas Dirga yang melarang ku agar tidak terlalu kepo dengan kehidupan tetangga sebelah, terpaksa aku tutup mata dan telinga.

"Nasib punya istri wanita karier, jadi sering di tinggal-tinggal ya A." Abang tukang sayur itu menanggapi.

"Ya begitulah,," Mas Agam menjawab dengan nada mengeluh.

Meski aku sudah berusaha untuk tutup telinga, nyatanya percakapan tukang sayur dan Mas Agam terdengar jelas di telingaku.

Tapi aku pura-pura sibuk dengan memilih sayuran dan bahan masakan lainnya. Begitu selesai memilih belanjaan, langsung ku panggil tukang sayur itu untuk menghitung total belanjaanku.

"Jadi 83 ribu Neng,," Katanya seraya menyerahkan kantong kresek berisi belanjaan yang baru saja di hitung.

Ku sodorkan selembar uang berwarna merah padanya.

"Ini nomor WA saya Neng." Sembari menyerahkan kembalian, Abang tukang sayur itu menyelipkan kertas kecil berisi nomor WA nya.

"Biasanya ibu-ibu disini suka WA kalau mau beli seuatu, jadi besok paginya sudah saya siapkan semuanya." Terangnya ramah. Aku terima saja kertas itu karna tidak enak menolaknya. Lagipula suatu saat pasti aku akan membutuhkan nomor itu kalau ingin memesan sesuatu.

"Iya Bang, makasih." Aku bergegas beranjak karna harus memasak untuk sarapan Mas Dirga.

Tanpa sengaja aku manatap ke rumah sebelah. Ku lihat Mas Agam sedang menatap ke arahku. Tatapannya membuatku canggung, namun sebisa mungkin tetap mengulas senyum tipis dan pamit masuk ke dalam rumah.

"Istighfar A, itu istri orang." Celetukan Abang tukang sayur itu terdengar saat aku baru saja melangkah masuk ke dalam rumah. Sontak langkahku terhenti di ambang pintu.

Aku jadi tertegun dan berfikir keras. Memangnya apa yang di lakukan Mas Agam sampai Abang tukang sayur itu menyuruhnya untuk istighfar.

"Yang bilang istri saya siapa." Jawaban datar Mas Agam terdengar mengundang gelak tawa Abang tukang sayur.

Aku mengerutkan kening dan bergegas menutup pintu.

Terpopuler

Comments

pipi gemoy

pipi gemoy

hadir Thor

2024-01-21

0

Vina

Vina

mampir kedua kalinya

2023-07-17

1

Cucu Sumiarsih

Cucu Sumiarsih

yg selingkuh istri nya kah

2023-07-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!