Menemukan Rekan

Laudi menyeberang jalan raya dan akhirnya mencapai sisi hotel yang berbatasan dengan pantai. Sebuah restoran terbuka milik hotel tempatnya bekerja itu juga sudah berantakan. Meja kursi terbalik dan hancur. Atapnya sudah rubuh sebagian, dan bagian dinding belakang, tempat dapur berada, mengeluarkan asap tipis seperti bekas terbakar.

Setelah berjuang keras mengangkat tubuh laki-laki yang berat, Laudi akhirnya sampai di pinggir pantai. Pasir putih masih tampak indah seperti biasa. Laut juga tenang dengan debur ombak yang sesekali mencapai garis pantai. Pemandangan itu seolah tidak terpengaruh oleh kekacauan yang ada di belakang Laudi. Ia menghela napas pelan, lantas membaringkan tubuh pemuda itu di pasir.

"Astaga, mereka mukul orang pakai apa sih, sampai pingsan gini," gumam Laudi sembari menjatuhkan diri ke pasir. Napasnya tersengal karena kelelahan. Peluh dan zat aneh yang lengket bercampur di tubuhnya.

Gadis itu mengamati sang pemuda yang terbaring di sebelahnya. wajah pemuda itu tampak pucat. Sepertinya orang ini juga sudah melewati banyak hal. Ia lantas mengusap kepala pemuda itu, bermaksud untuk menghapus darah segar yang masih mengalir.

Akan tetapi, tindakan sederhana itu justru menimbulkan efek yang luar biasa. Seberkas sinar berwarna biru terang muncul dari telapak tangan Laudi, diiringi dengan aliran listrik yang berkilat-kilat. Cahaya itu meresap masuk begitu saja ke tubuh sang pemuda dan membuat kedua matanya terbuka tanpa aba-aba. Laudi begitu terkejut dan sontak menarik tangannya menjauh. Namun mata pemuda itu masih terbuka dan kini mengeluarkan cahaya biru seperti sinar laser.

"Apa yang ... ," desah Laudi terkejut.

Detik berikutnya, cahaya mata pemuda itu pun mulai meredup dan dia terbatuk beberapa kali. Laudi masih terduduk kaku mengamati rangkaian peristiwa mengejutkan itu, sementara sang pemuda berangsur sadar.

Pemuda itu mengusap kepalanya lalu bangkit duduk di sebelah Laudi. "Duh, kepalaku ... ," gumam pemuda itu sembari masih memijat keningnya. Tak lama pemuda itu pun menyadari kehadiran Laudi lantas berceletuk lagi. "Qhael?" tanyanya kebingungan.

"Ka, kamu ingat siapa aku?" Laudi balas bertanya.

"Barusan kamu ngasih petunjuk lewat sentuhan tanganmu. Aku langsung tahu waktu lihat kamu," sahutnya menjawab. "Apa yang terjadi?"

"Kamu pingsan dipukul sama orang. Kupikir kamu belum dibangunkan. Rupanya udah."

"Oh, itu. Iya aku dikirim ke dimensi antara, terus pas sadar aku terbangun di lobby hotel. Karena ada Corux sebesar gaban, jadi aku otomatis masuk ke ruangan kecil yang ada di pojok itu. Eh, malah dikeroyok sama tiga cewek nggak jelas. Mana aku belum siap," tuturnya menggerutu.

Laudi mendengkus geli mendengar kisah pemuda itu. "Syukurlah kamu baik-baik aja, Nax'il. Ngomong-ngomong siapa namamu sekarang. Rasanya aneh manggil Nax'il padahal tubuhmu udah berubah gini."

"Leo. Kamu?"

"Laudi," jawab Laudi singkat.

Keduanya lantas mengamati laut yang tenang dalam diam. Kesunyian melingkupi mereka selama beberapa saat.

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita semua dibangunkan tepat saat serangan datang. Apa ini nggak terlambat?" ujar Leo sembari menatap nanar ke cakrawala. Matahari bersinar terik hari itu. Meski cuaca cerah, tetapi mereka berdua tahu bahwa di dalam hati mereka mendung tengah merundung.

"Kita harus cari teman-teman lain yang udah dibangunkan juga. Kamu ingat batu energi yang kita gunakan buat simpan memori dan kekuatan kita dulu? Kalau kita bisa menyatukan kedelapan batu itu, kita bisa melawan induk Drakonian yang melahirkan monster-monster ini," terang Laudi kembali mengingat masa lalunya saat peperangannya dulu melawan ras alien yang sama.

"Ini baru permulaan, Laudi. Monster ini berkembang biak dengan jejaring inteligensi mereka. Kalau kita bisa menyatukan delapan batu energi, seluruh jaringan monster yang menjangkiti bumi bisa dimurnikan. Mereka bakal mati karena perbedaan frekuensi energi kita," timpal Leo menyetujui usul Laudi.

"Waktu kita sempit. Gelombang kedua para Drakonian mungkin sudah dalam perjalanan ke bumi. Kalau mereka sudah turun ke dimensi ini, kita nggak bakal punya kesempatan lagi buat menang. Mereka sudah punya fisik yang sempurna, juga armada pasukan yang kuat," kata Laudi lagi.

Leo mengangguk setuju. "Masalahnya dunia ini luas banget. Gimana kita bisa nemuin enam orang lainnya?"

"Bukan kebetulan kita ketemu di sini, Leo. Semuanya udah diatur. Kita pasti bakal ketemu sama mereka dalam waktu dekat. Sebelum itu, aku mau pergi ke suatu tempat dulu."

"Kemana?"

"Aku harus balik ke kotaku. Biar gimana pun juga, aku punya keluarga di sini. Aku pengen pastikan kondisi mereka dulu. Semoga mereka baik-baik aja."

Leo mengangguk-angguk paham. "Orang tuaku udah meninggal. Aku juga nggak ada saudar kandung. Jadi aku nggak perlu cari siapa-siapa. Karena itu aku bakal temenin kamu balik kampung. Siapa tahu kita bisa nemuin yang lainnya."

Laudi tersenyum tipis sembari menatap Leo. Ia bersyukur karena kini perjalanannya tidak akan sendirian. "Oke," ucap Laudi singkat.

"Ngomong-ngomong kamu harus balik ke mana?" tanya Leo lagi.

"Jogja."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!