Bab. 3

Baru selangkah melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba terhenti lagi,

hatinya sedang bimbang dan ragu apa harus mengikuti dan memenuhi permintaan dari Bibinya itu. Hingga kembali terduduk di tempatnya semula.

Sebagian kakinya dia celupkan ke dalam air yang kebetulan ada saluran irigasi pas dekat sawahnya yang mengalirkan air untuk sawah-sawah yang kekurangan air, sehingga mereka dalam setahun bisa hingga tiga kali menanam padi.

Indahnya sunset di senja itu mampu membuat perasaan dan pikirannya Asti sedikit terobati. Senyuman indahnya terbit dari sudut bibirnya. Sore hari itu menjadi saksi bisu kebimbangan hati dan perasaannya Asti.

Hingga menjelang magrib, barulah ia beranjak dari duduknya karena teringat jika dia belum masak makanan apa pun untuk Neneknya dan adik sepupunya. Mereka yang kemungkinannya sudah kembali dari ladangnya yang kebetulan hari ini panen singkong dan ubi jalar serta beberapa jenis sayuran hari ini.

"Hari ini aku harus masak yang enak agar, Asmirah dengan nyenek bisa menikmati masakanku lagi sebelum aku berangkat ke Ibu kota," cicit Asti.

Asti sudah yakin dengan keputusannya lalu bangkit dari duduknya dan terburu-buru berjalan melewati beberapa meter pematang sawah hingga sampai ke depan rumahnya. Ternyata pintu rumahnya belum terbuka, berarti Nenek dan adik sepupunya belum pulang.

"Nenek belum pulang juga rupanya, apa mungkin mereka panennya banyak, Alhamdulillah kalau seperti itu,"i

Lirihnya Asti.

Asti bergegas mengambil kunci rumahnya yang ada di dalam saku celananya lalu mengunci kenop pintunya dan segera memegang gagang pintu rumahnya.

Asti tersenyum sumringah, "Alhamdulillah waktunya sholat magrib," cicitnya saat mendengar lantunan adzan berkumandang dari toa masjid yang ada di sekitar kampungnya.

Asti segera bergegas menuju kamar mandi yang ada di belakang rumahnya, untuk segera mandi dan mengambil air wudhu. Asti melaksanakan shalat maghrib dengan khusyuknya dan berserah diri kepada Allah SWT dan meminta petunjuk kepada Allah untuk permasalahan yang dihadapinya saat ini.

"Semoga langkahku ke Jakarta membawa kebaikan untukku secara pribadi dan untuk adik dan Nenekku," batinnya Asti.

Setelah melaksanakan kewajibannya, Alisha bergegas menuju dapurnya. Dapur yang hanya berukuran tiga kali dari luas keseluruhan rumahnya, yang berdinding dari anyaman bambu dan lantainya masih berlantaikan tanah.

Sedangkan ruang keluarga sekaligus menjadi ruang tamu tanpa ada sekat yang memisahkan ruangan tersebut, kedua kamarnya sudah berlantaikan dari campuran semen dan pasir.

Walaupun hidup terbilang sangat sederhana dan pas-pasan, tapi Asti selalu bersyukur atas segala resky dan nikmat yang Tuhan Maha Esa berikan padanya. Ia juga tidak pernah menuntut dan meminta lebih kepada Neneknya.

Setelah dua jenis masakannya jadi barulah Nenek dan adik sepupunya kembali dari ladang. Yaitu tempe mendoan dengan sayur tumis cah kangkung tumis menjadi menu andalannya hampir setiap hari. Kebetulan bahan dari sayurannya hanya tinggal metik dari kebun sayur mayur yang ada di belakang rumahnya.

"Alhamdulillah masakannya sudah jadi, semoga nenek dengan Asmirandah menyukai semua masakanku kali ini," cicitnya Asti.

Ladang yang dikerjakan neneknya adalah milik orang lain, Neneknya hanya mengolah ladang itu dengan bagi hasil dengan pemilik ladang. Dulu mereka memiliki sebidang tanah dan sawah yang sering mereka garap tapi, disaat bapaknya Asti masuk rumah sakit, terpaksa dan dengan berat hati neneknya menjualnya dengan harga yang cukup murah.

"Asmirandah! Apa sudah shalat magrib yuk kita makan dulu, panggil nenek juga yah," teriaknya Asti dari dalam dapur seraya mengatur perlengkapan makannya di atas meja makan.

Mereka pun makan malam walaupun hanya tempe mendoan dan tumis kangkung, tapi mereka sangat bersyukur dengan makanan yang mereka makan saat itu.

"Masakan kakak Asti malam ini enak banget yah, beda dari hari biasanya walaupun setiap hari masakannya kakak yang paling enak deh best," pujinya Asmirandah yang memuji masakannya dari kakak sepupunya itu.

"Apa yang kamu katakan memang benar adanya karena kakakmu itu selalu membuat perut kenyang dan nantinya tidur kita semua jadi enak," timpalnya Bu Hilda neneknya Asti.

"Nenek sama Asmirah terlalu memuji dan melebih-lebihkan, aku juga baru belajar lagian kemampuan memasak saya kan berkat pendidikan khusus dan latihan spesial dari Nyonya Besar Hilda Winaryo," pujinya Asti.

Semua orang tertawa mendengar perkataan guyonan dari Asti. Malam itu menjadi makan malam mereka untuk terakhir kalinya sebelum Asti berangkat ke Ibu Kota Jakarta.

...----------------...

Makasih banyak atas dukungannya terhadap Second Life Love..

Tetap dukung SLL yah dengan cara: like setiap babnya, vote setiap hari senin, gift koin atau pun poin seikhlasnya dan juga masukannya yah.. Jangan lupa untuk mampir ke novelku yang lainnya juga yah..

I love you all readers...

Mampir juga dinovel aku yang lain, ditunggu jejaknya kakak:

Merebut Hati Mantan Istri.

Duren, i love you

First Love Rubi Salman

Cinta Pertama

Makasih banyak all readers… I love you all..

by Fania Mikaila Azzahrah

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

masih nyimak

2022-12-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!