Bab 2 CINTAI AKU, ISTRIKU!

Satu bulan kemudian.

Semenjak ditinggal oleh sang suami, Airin berubah menjadi wanita yang cuek dan dingin terhadap pria manapun. Keceriaan, tawa dan canda nya sudah tidak ada lagi untuk siapapun, hati Airin seperti mati dan ikut terbawa oleh Ezra.

"Selamat pagi, Bu." ucap resepsionis kala melihat Airin berjalan dari depan mejanya.

Airin hanya mengangguk sejenak dan pergi menuju ruangannya.

Tok tok

Pintu ruangan Airin diketuk dari luar.

"Masuk!" teriaknya tanpa mengalihkan mata dari dokumen yang saat itu sedang dia baca.

Teman Airin — Okta masuk ke dalam ruangan.

"Hai Rin." sapa Okta sembari duduk di kursi yang berseberangan dengan Airin.

"Ada apa Okta? Aku sedang sibuk."

"Oh My God bestie... Lo gak punya waktu untuk senang-senang sekarang ini ya? Kerja mulu, lo 'kan udah kaya." ledek Okta agar Airin tertawa.

"Gue gak punya waktu untuk bercanda ataupun membahas hal yang tidak penting, Ta. Lo lihat sendiri 'kan, gue lagi banyak kerjaan dan gak bisa di ganggu gugat ataupun ditinggalin." ucap Airin melirik Okta sekilas.

"Lo benar-benar berubah, Rin. Lo gak seperti Airin yang gue kenal dulu." Okta menggeleng.

"Gue yang dulu ataupun sekarang sama aja, Ta. Sama-sama sibuk dengan pekerjaan."

"Tapi gak separah ini, Rin! Lo sekarang udah gak punya waktu untuk sahabat lo, beda sewaktu ada Ezra dulu."

Brak!

Airin menggebrak meja, dia sangat kesal jika Ezra di bawa-bawa dalam hal apapun.

"Jelas beda! Gue udah gak punya waktu untuk bersenang-senang di atas kematian Mas Ezra, gue gak bisa." Airin menunduk sedih.

Okta tidak sanggup melihat sang sahabat terpuruk seperti ini, dia yang awalnya hanya ingin membuat Airin tertawa ataupun ceria seperti dulu lagi ternyata gagal. Okta mengelus pundak Airin dengan lembut.

"Maafin gue karena udah memaksa lo untuk melupakan Ezra, Rin." Okta pun mengerti betapa hancurnya hati Airin saat ini, tetapi Okta tidak ingin Airin menjadi wanita yang lupa akan kesenangan.

"Gak akan ada yang bisa merasakan gimana hancurnya hati gue ketika ditinggal Mas Ezra hingga saat ini, Ta. Semua orang mengatakan jika gue pembawa sial dan tidak pantas didekati. Bahkan karena kejadian itu, banyak perusahaan yang mencabut kembali saham mereka di perusahaan gue, gue benci itu semua Ta gue benci.'' lirih Airin sembari meneteskan air mata.

"Rin, gue mohon lo jangan terlalu menyiksa diri seperti ini. Gue pengen lo punya waktu untuk pergi bareng kita sahabat lo, gue yakin pasti pikiran lo nanti bisa sedikit jernih dan terbuka."

Airin hanya diam saja tanpa berniat menjawab ucapan Okta.

"Oke, gue pergi dulu. Jaga diri lo, dan kalo lo butuh teman untuk curhat atau lo pengen jalan-jalan hubungi aja gue." Okta mengelus kembali pundak Airin dan beranjak dari kursi lalu pergi keluar dari ruangan Airin.

Setelah Okta pergi, Airin menatap pintu ruangan dengan nanar.

"Kalau gue jalan-jalan pasti gue selalu teringat dengan Mas Ezra, beginilah cara gue untuk sedikit melupakan kesedihan atas kematian Mas Erza. Gue harus terus di sibuk 'kan oleh pekerjaan agar pikiran gue tidak selalu tertuju kepada Mas Erza." Airin menghapus air matanya. "Aku harap kamu tenang di alam sana, Mas. Aku benar-benar sangat merindukan kamu, aku ingin bersama dengan kamu.'' Airin menangis lagi.

***

Di sudut kota yang berbeda, seorang pria dengan raut wajah khawatir berlari masuk ke dalam sebuah rumah yang terlihat sederhana.

"Assalamu'alaikum." ucapnya ketika berada di dalam.

"Wa'alaikumsalam." sahut mereka yang ada di dalam kamar.

"Ibu, apa yang terjadi? Bagaimana kondisi Ibu?" pria itu langsung duduk di dekat sang Ibu.

"Uhuk... Ibu tidak apa-apa, nak. Kamu tidak perlu khawatir,"

"Tidak perlu khawatir bagaimana? Fatimah mengatakan jika Ibu pingsan di kamar mandi. Saya yakin ibu pasti sedang memikirkan sesuatu hingga tekanan darah Ibu menjadi rendah."

Ibu hanya tersenyum mendengar ucapan putranya.

"Nak, kamu semakin lama semakin cerewet. Ibu hanya kepikiran tentang kehidupan kamu, Za."

Pria yang bernama Eza itu menggeleng heran, sering kali Ibunya pigsan karena memikirkan masalah dirinya yang belum kunjung menikah.

"Em.. Mas Eza, Ibu. Suci permisi dulu, Assalamualaikum..." bidan Suci yang tadi memeriksa keadaan Ibu langsung pamit undur diri ketika Ibu mulai mengatakan tentang masa depan Eza.

"Waalaikumsalam." sahut Ibu dan Eza bersamaan.

Setelah kepergian Bidan Suci, Ibu kembali menatap Eza.

"Za, Ibu sudah tua dan ingin melihat kamu menikah. Ibu iri dengan mereka yang anaknya sudah pada menikah, apa kamu tidak ingin untuk mencari seorang istri?"

"Bu, sudah saya katakan jika jodoh itu ada Allah yang mengatur dan kita tidak perlu khawatir." jelas Eza dengan perlahan agar tidak menyakiti hati sang Ibu yang telah mengasuhnya dari kecil hingga dewasa.

"Tapi kalau tidak dicari juga tidak akan datang, Za."

"Saya masih ingin fokus berkarier, Bu. Jika saya sukses, pasti akan banyak wanita yang mendekati saya dan saya tinggal memilih seorang wanita untuk dijadikan sebagai istri."

"Berarti kamu normal 'kan, nak?"

Eza mengerutkan dahi dan tersenyum tipis. "Astaghfirullah... Siapa bilang saya tidak normal, Bu? Saya ini pria tulen, bukan belok.''

Ibu hanya tertawa pelan. "Para tetangga mengatakan jika kamu memiliki kelainan, maka dari itu di usiamu yang sudah menginjak tiga puluh dua tahun kamu belum juga menikah atau memiliki seorang kekasih.''

"Ibu hanya perlu beristghfar dan menjawab jika jodoh itu rahasia Allah. Siapa tahu anak mereka nanti bisa saja berjodoh dengan saya, iya tidak?"

Ibu mengangguk paham.

"Nah, saya minta ibu jangan lagi terlalu banyak memikirkan tentang masalah jodoh. Orang lain memang seperti itu, Bu. Mereka hanya bisa berkomentar tanpa melihat sisi positifnya, menikah cepat dikatakan hamil duluan, menikah lama dikatakan tidak normal." Eza hanya menggeleng heran.

"Ibu cuma tidak ingin mereka mengejek kamu, nak."

"Sudah, Ibu tenang saja. Secepatnya saya akan mencari seorang istri, ibu hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk saya. Doa seorang Ibu adalah jalan ridho dari Allah." Eza tersenyum ke arah sang Ibu.

Fareza Syarief adalah anak sematawayang dari seorang janda bernama ibu Aminah, Eza di pungut dari panti asuhan ketika suami Ibu Aminah meninggal dunia. Ibu Aminah takut jika sudah tua tidak ada yang menjaganya karena itu dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan, Ibu Aminah bersyukur karena anak yang dia adopsi sangat pengertian dan penyayang terhadap orang tua.

Fareza sendiri saat ini berusia tiga puluh dua tahun, mempunyai adab yang sopan, akhlak yang baik dan tulus menyayangi sesama. Fareza atau sering disapa Eza hanyalah seorang penyanyi panggilan di sebuah cafe-cafe, gaji yang dia dapat tidak terlalu besar dan hanya mencukupi untuk kebutuhan hidup karena itulah Eza masih takut mencari seorang istri.

**TBC

HAPPY READING

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DAN DUKUNGANNYA, TERIMA KASIH BANYAK 🙏.

BUDAYAKAN MENEBAR BUNGA DAN MEMBERIKAN KOMENTAR POSITIF 🥰**

Terpopuler

Comments

Shinta Teja

Shinta Teja

3kali ku ulang2 membaca nya Thor tapi tetap aja otak ku ngelag...
ibu kandung & ibu angkatnya si Eza itu namanya sama2 Aminah kah,Thor?! 🤔🤔🤔🤕🤕🤕

2022-12-11

1

*~W¥^ Al~*

*~W¥^ Al~*

betul sekali tapi aku masa bodo amat sama omongan orang yg gk penting itu.... wkwkwkwkwkwk

2022-11-17

1

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

semoga perlahan hatimu bisa sembuh arin dari luka kehilangan sosok tercinta

2022-11-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!