Zian melihat dirinya dari bayangan pantulan cermin di depannya. Butiran air matanya mengalir deras jika mengingat kejadian yang baru saja ia alami. Papi Leo dan mami Juan sebagai kedua orang tuanya yang memiliki andil melahirkan, membesarkan, mendidik serta menyekolahkan dirinya telah berbuat kasar dengan dirinya. Bukan salah Zian. Bukan salah papi mami nya jika mereka melarang Zian mengikuti, menganut, bahkan menjalankan ibadah sesuai tuntunan dari agama dan kepercayaan yang baru saja Zian pelajari dan ikuti.
Betapa Zian sangat bersedih ketika harus menghadapi kedua orang tuanya. Keputusannya untuk memilih salah satu agama di negeri ini ditentang oleh orang tuanya. Mereka kini sudah mengetahui kalau Zian selama ini diam-diam telah berikrar dan meyakini dari salah satu agama tersebut.
"Mariah! Mami papi sudah membakar mukena ku. Aku harus menggunakan apa untuk melaksanakan ibadah sholat ini. Sebentar lagi telah menjelang magrib. Aku harus menyiapkan makanan untuk berbuka," gumam Zian. Zian kini telah keluar dari kamarnya.
Setelah insiden mami papi nya membakar kain longgar yang dipakai oleh Zian untuk beribadah. Papi mami Zian memutuskan pergi dan berlibur tanpa mengajak Zian. Mereka masih marah dan kecewa dengan Zian lantaran telah membohongi mereka berdua.
"Non Zian! Mau makan yah, non?" tanya bibi Retno pembantu rumah tangga di rumah itu. Zian sangat kaget dengan kedatangan bibi Retno yang tiba-tiba datang di dapur.
"Eh, ya ampun bibi Retno! Bibi membuat aku kaget," sahut Zian. Bibi Retno terkekeh saja karena Zian menjadi cemberut mulutnya.
"Non Zian mau makan yah? Tadi bibi masak capcay dan juga dendeng sapi. Non Zian sejak tadi pagi belum makan yah?" tanya bibi Retno.
"Belum bibi! Ini saya mau menyiapkan makanan untuk saya makan, bibi," ucap Zian.
"Non Zian mau saya buatkan jus jeruk atau jus apel?" tawar bibi Retno.
"Hem, saya mau teh hangat saja,"sahut Zian. Bibi Retno segera membuatkan teh hangat seperti yang diminta oleh nona muda di rumah itu.
" Nah ini, non Zian! Ini juga dendeng sapi dan juga capcay nya. Non Zian mau apa lagi?" tanya Bibi Retno melayani nona nya dengan sepenuh hati.
"Terimakasih banyak bibi Retno. Ini sudah lebih daripada cukup," jawab Zian. Lalu menatap bibi Retno dengan penuh teliti.
Zian mulai mengingat kalau bibi Retno selama ini juga sangat rajin menjalankan ibadah sholat. Kini Zian mulai tergelitik untuk bertanya dengan pembantu di rumah itu.
"Kalau begitu, bibi mau masuk ke kamar dulu yah, non! Bibi Retno harus ambil wudhu dan bersiap menjalankan sholat maghrib. Lalu mulai membaca Al-Quran," pamit bibi Retno. Kini Zian mengerutkan dahinya.
"Bibi Retno, tunggu!" panggil Zian. Bibi Retno berhenti dan kembali mendekat nona muda nya.
"Ada apa non Zian? Ada yang bisa bibi bantu lagi? Atau non Zian mau makan yang lain lagi?" kata bibi Retno.
"Tidak bibi! Bibi pasti tadi juga sudah tahu. saat pagi hari tadi, kan? Mukena saya sudah dibakar oleh papi mami. Sekarang ini aku sebenarnya juga ingin menjalankan sholat maghrib. Namun aku sudah tidak memiliki mukena lagi. Bibi bisa membantu aku tidak? Aku sudah belajar agama seperti agama yang bibi anut. Selama ini aku memang diam-diam sudah menjalankan dan belajar agama itu. Sekarang ini aku juga sedang belajar berpuasa. Makanya sejak pagi aku belum makan. Ini aku sudah mau bersiap untuk berbuka," jelas Zian. Bibi Retno menyipitkan matanya. Bibi Retno sungguh tidak menyangka jika nona mudanya sangat serius memeluk agama seperti agama yang dipercayai oleh bibi Retno.
"Bibi ada beberapa mukena. Non Zian mau bibi kasih mukena? Tapi... tapi tapi bibi takut jika tuan muda dan nyonya besar nanti sangat marah jika kembali mengetahui kalau non Zian melakukan dan mengikuti ajaran seperti bibi," kata bibi Retno.
"Soal itu, biar aku yang menanggung resiko nya, bi! Ini sudah pilihan aku, bibi. Jika mereka marah dengan aku. Biarpun mereka akan menyiksa aku. Aku hanya ingin menyakini kalau inilah yang aku pilih dan aku sudah menyakini nya," kata Zian. Bibi Retno menghambur memeluk nona mudanya. Mata bibi Retno berkaca dan buliran air matanya jatuh lah sudah.
"Syukur alhamdulillah ya Allah! Nona Zian! Bibi sangat senang dan bahagia mendengar nya. Bibi akan memberikan nona Zian salah satu mukena bibi yang masih baru. Itu untuk non Zian," ucap Bibi Retno.
"Terimakasih banyak bibi Retno! Oh iya bibi! Sudah Magrib. Bagaimana kalau aku ikut bibi sholat berjamaah. Mumpung papi mami tidak ada di rumah. Dan di kamar bibi kan tidak ada CCTV-nya bukan? Jadi mereka tidak bisa melihat kita," kata Zian. Bibi Retno tersenyum lebar mendengar nya.
"Baik non Zian! Tapi non Zian harus membatalkan puasa non Zian terlebih dahulu. Minimal dengan minum air putih atau teh hangat yang bibi buat untuk non Zian," kata bibi Retno.
"Baik bibi! Aku akan membatalkan puasa aku hari ini, Bismillah!" ucap Zian. Bibi Retno menatap gadis muda itu dengan penuh keharuan.
Satu minggu telah berlalu. Papi Leo dan juga mami Juan kini sudah tiba kembali dari berlibur ke luar negeri. Banyak oleh-oleh yang dibawa oleh mami papi nya Zian itu. Zian ikut senang dengan kepulangan kedua orang tuanya.
"Zian! Bagaimana kabar kamu sayang! Hem kok kamu terlihat lebih kurusan sih, nak?" ucap mami Juan sambil memeluk putri tunggal nya tersebut. Zian tersenyum saja menunjukkan giginya yang putih.
"Tidak mami! Aku tidak sedang diet kok!" sahut Zian.
"Baguslah! Kamu jangan lupa makan, nak! Untuk apa coba mereka itu ber lapar- lapar menahan diri untuk tidak makan sampai bedug diujung senja itu tiba. Kamu jangan mengikuti mereka, Zian!" kata Pak Leo. Zian menyembunyikan rasa keterkejutan nya ketika papi nya berkata demikian.
"Hem, mami beliin oleh-oleh apa untuk Zian?" tanya Zian kepada mami Juan untuk mengalihkan perhatian. Mami papi nya jika menyinggung masalah soal keyakinan dan kepercayaan, Zian kembali khawatir. Tentu saja, Zian khawatir. Zian sudah menyimpan kitab suci agama yang ia peluk dan yakini saat ini. Di tambah dirinya sudah kembali memiliki mukena pemberian dari bibi Ratno.
"Mami beliin kalung indah dan mahal untuk kamu. Juga gaun pesta buat ulang tahun kamu nanti yang ke dua puluh tahun," kata mami Juan.
"Wow benarkah? Terimakasih mami sayang!" sahut Zian ruang.
"Nanti saja, mami antar ke kamar kamu Zian. Mami belum bongkar-bongkar koper bawaan dari luar negeri," ucap mami Juan. Zian tiba-tiba kembali takut. Masalahnya kejadian dirinya sudah memutuskan memeluk agama dan keyakinan itu diketahui oleh papinya lantaran mami nya tiba-tiba masuk ke kamar saat Zian melakukan ibadah sholat subuh. Dan pada akhirnya mukena yang dipakaikan untuk ibadah sholat dibakar oleh papinya. Dan anehnya sang mami diam saja tidak mencegah perbuatan membakar barang milik Zian itu.
"Oke, baiklah! Kalau begitu aku ke atas dulu yah mami, papi!" pamit Zian segera berdiri lalu naik ke anak tangga menuju ke kamarnya. Papi mami Zian menatap Zian sampai tidak terlihat mata karena sudah masuk ke dalam kamarnya. Papi Leo bersama dengan mami Juan saling pandang lalu menaikan kedua bahunya.
"Kamu harus awasi terus anak kamu itu, mi! Aku rasa, Zian sama keras kepalanya seperti kamu muda dulu," kata Pak Leo kepada istrinya. Mami Juan menyipit matanya melihat suaminya.
"Aku tidak habis pikir, pi! Dari siapa Zian belajar soal agama dan kepercayaan itu? Apakah aku harus mencari tahu soal ini dan mendatangi orang tersebut yang telah membawa pengaruh buruk terhadap Zian. Kamu lihat sendiri kan, Pi! Zian menjadi kurus. Aku rasa Zian sudah mencoba berpuasa seperti ajaran di agama itu," kata Mami Juan.
"Soal itu harus mami selidiki. Zian bisa terpengaruh dengan keyakinannya dan sudah melaksanakan ajaran itu. Makanya tadi aku sudah menyindir Zian soal berlapar-lapar itu. Papi lihat, Zian sangat terkejut ketika mengatakan itu," ucap Pak Leo.
"Hem, apa Zian menjadi terpengaruh pada salah satu pembantu kita yang selalu melakukan gerakan seperti yang Zian lakukan?" tuduh Mami Juan. Pak Leo menyipitkan matanya.
"Siapa sih, mi? Pembantu kita di rumah ini? Siapa yang mami maksudkan?" tanya Pak Leo.
"Bibi Retno!" jawab mami Juan. Pak Leo melebarkan matanya.
"Hem, panggil dia kemari!" perintah Pak Leo tiba-tiba marah. Mami Juan menjadi menciut nyalinya saat melihat suaminya sudah marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Salman Piliang
bukan tuan muda tapi bapak non
2022-12-30
0