Dering telepon Genta berbunyi, ia malas jika tidak penting yang menghubungi. Genta melihat yang tertera di layar ponselnya adalah papa, dengan malas ia mengangkat nya.
"Genta, kamu dimana? Pulang kerumah, ada yang mau papa bicarakan."
"Bicara apa, pa? di telepon 'kan juga bisa, tidak perlu pulang segala. Lagian Genta sudah tinggal di apartemen." Jawabnya malas jika pulang dan bertemu ibu tirinya. Genta menganggap jika ibu tiri itu sangat kejam, dan hanya ingin mengambil harta papanya.
"Cepat pulang saja nanti, kenapa kamu tidak mau pulang? Rumah kamu disini, bukan di apartemen."
"Hanya itu peninggalan ibu satu-satunya untuk Genta, pa. Kalau papa menyuruh aku pulang agar aku tinggal disana, maaf pa, Genta gak bisa."
"Genta, dengarkan papa! Kamu hanya perlu pulang, papa rindu sama kamu. Apa kamu tidak merindukan papa?" Tanya papanya.
Genta hanya diam tanpa menjawab apa yang papanya tanyakan.
"Baiklah papa tahu kalau kamu tidak rindu dengan papa, tapi kalau kamu mau menemui papa langsung saja kerumah nanti sepulang papa dari kantor. Langsung kerumah tanpa papa juga gak pa-pa, disana kan ada mama Dina." Ucapnya memberi tahu jika anaknya tidak apa terlebih dahulu kerumahnya.
"Genta tutup dulu pa, ada pasien datang." Genta dengan cepat mematikan ponselnya tanpa mengucap apapun lagi.
"Iya nak, kamu kerja yang baik." Jawabnya walaupun sudah tidak akan terdengar oleh Genta. Papa Angga hanya bisa menghela nafas, anaknya itu belum bisa menerima istrinya sekarang.
"Aku tidak tahu, apa yang Genta benci dariku, dan mama barunya? Bukankah harusnya dia menyukai nya, karena sudah sejak sekolah aku menikahi letta." Papa Angga bingung dengan anaknya yang tidak pernah mau pulang kerumahnya, sejak Genta sudah mulai aktif kuliah sampai jadi dokter hingga sekarang.
Papa Angga selalu berpikir apa yang salah dari istrinya, kenapa bisa anaknya itu seperti membenci nya.
...******...
"Genta gak ada kesini, ma?" Tanya papa Angga yang baru saja tiba di rumah. Ia langsung menanyakan anaknya sudah datang atau belum.
"Anak itu lagi yang di tunggu." Batinnya.
"Belum ada pa, mungkin dia gak suka sama mama." Ucapnya dengan nada yang di buat-buat sedih.
"Tidak ma, Genta anak yang baik. Dia mungkin hanya belum mengenal mama saja." Papa Angga mencoba memberi pengertian pada istrinya, bahwa anak nya adalah anak yang baik.
"Tidak masalah pa, mama selalu menanti kedatangan nya agar mau tinggal dengan kita disini." Sangat manis saat bicara di depan suaminya.
Berbeda dengan dirinya saat membatin. "Semoga saja dia tidak mau tinggal disini, males banget mau ngurusin anak orang."
"Papa masuk dulu ya, mungkin Genta nanti kesini. Mama suruh bibi masak yang enak, biar nanti kita makan sama-sama."
Letta menanggapi dengan tersenyum. "Pasti pa"
Papa Angga langsung masuk ke dalam kamarnya untuk segera membersihkan badannya, karena ia baru pulang dari kantor.
"Ngapain sih anak itu mau kesini, bikin sial hidup aku aja nanti. Dia kan sama ibu dan adiknya sama-sama pembawa sial." Entah apa yang membuat dirinya membenci Genta dan keluarga nya, namun pada suaminya tidak.
Setelah papa selesai mandi ia keluar menunggu Genta, ia berharap anaknya itu akan datang. Namun nyatanya tidak datang. Papa Angga masuk kembali kedalam rumahnya, baru saja akan masuk, motor anaknya terdengar.
Papa Angga tersenyum saat melihat anaknya datang, ia sangat merindukan anaknya itu.
"Assalamu'alaikum," ucap Genta yang penampilannya terlihat tidak seperti dokter.
"Wa'alaikum salam. Kamu akhirnya datang juga." Genta mencium tangan papanya, ia memang terlihat urakan, namun tetap sopan terhadap orang tuanya.
"Ada apa pa?" Tanya Genta langsung.
"Kenapa bertanya seperti itu? Tentu saja papa merindukan kamu. Ini rumah kamu juga, kita bicara di dalam."
Genta nampak melirik di semua sudut rumah, masih terlihat sama dengan saat dirinya kecil dulu. Berlari bersama adik perempuan nya, di taman samping rumah.
Namun semua itu tinggal kenangan, dan sangat menyakitkan jika ia ingat kembali saat dirinya tahu ibu dan adiknya kecelakaan mobil. Dimana waktu itu ibunya pulang menjemput adiknya dari sekolah.
"Genta, ayo masuk!" Ajak papa Angga masuk ke dalam rumah. Genta mengangguk tersenyum sebentar.
Genta masuk kedalam rumah yang masih sama, namun ada beberapa saja yang diubah. Seperti kursi, guci kesayangan ibunya yang sudah tidak ada lagi, dan juga gambar di dinding yang sudah berganti bukan dirinya lagi, melainkan ibu tiri dan anak perempuan nya.
Hatinya sakit melihat itu semua, saat dirinya kecil dulu ibu nya sangat menyayangi guci itu, dan tidak boleh ada yang mengubah nya. Tapi sekarang? Papa dan keluarga barunya mengganti semua yang ada di dalam rumahnya.
Genta tidak akan bisa tinggal disitu, sebagian dari jiwanya hilang. Ingin sekali rasanya Genta berteriak disana, namun apa gunanya, papa nya akan membela istri barunya itu pikirnya.
"Oh Genta sudah datang?" Ucapnya dengan wajah yang tidak ramah.
Genta sangat tahu wajah pura-pura seseorang yang membencinya, ia hanya malas jika berbicara pada ibu sambung nya itu.
Saat Letta mengulurkan tangannya, Genta pura-pura tidak melihat dan langsung duduk di sofa.
"Enak sekali tinggal di tempat yang besar dan mewah. Apalagi baru merasakan kenikmatan itu ketika sudah dewasa, tanpa tahu cara mendapatkan nya." Ucap Genta mengelap meja di depannya, lebih tepatnya hanya berpura-pura.
"Kamu pasti suka jika tinggal disini, makanya papa suruh kamu pindah lagi kesini." Genta menatap wajah ibu tirinya itu, yang seperti menunggu Genta menjawab jangan.
"Benar pa." Jawab Genta. Membuat Letta semakin kesal.
"Tapi Genta lebih suka tinggal di apartemen pemberian ibu, lebih tenang dan nyaman." Genta menarik sebelah sudut bibirnya, tersenyum smirk.
"Kenapa kamu tidak suka disini? Disini ada mama dan adik kamu."
"Ibu dan adik Genta sudah meninggal pa, tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan mereka."
"Kalau hanya itu yang ingin papa bicarakan, Genta harus pamit pa. Genta harus kembali ke klinik."
"Kamu berhenti saja jadi dokter hewan, kamu bisa bekerja di kantor."
"Profesi Genta yang sekarang, sangat Genta nikmati. Satu lagi, Genta tidak tertarik dengan kantor. Berikan saja pada istri dan anak baru papa."
"Jaga bicara kamu Genta."
"Bukankah benar pa, papa lupa dengan ibu dan anak papa yang sudah meninggal. Semua kenangan dirumah ini papa ubah sesuai dengan keluarga baru papa."
Plakkkk..
Papa Angga menampar Genta, karena Genta mengungkit lagi istri dan anaknya yang sudah meninggal.
Genta mengusap wajahnya yang merasakan tamparan dari papanya, sedangkan papa Angga melihat tangannya yang sudah menampar anak pertamanya itu.
"Genta, maafkan papa. Papa, gak sengaja." Ucapnya mendekati Genta, namun Genta sendiri menjauh.
Letta yang melihat itu tersenyum bahagia.
"Terima kasih atas tamparan ini pa, papa yang Genta kenal sudah berubah."
"Genta, papa minta maaf."
Genta langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan lagi, ia langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
"Sudah lah pa, mungkin Genta sedang emosi." Ucap Letta, papa Angga hanya mengangguk mengiyakan ucapan istri nya.
Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...
Baca juga cerita bebu yang lain 😘
IG : @istimariellaahmad98
See you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ
Hemm pasti ada sesuatu itu,
2022-11-29
0
Ai 𝕷𝖎𝖔𝖓🦁💙
wanita bermuka dua
2022-11-29
0