Kiseki 4 - Kaboom!

"Kalau dia marah atau sedih, biasanya dia pergi kemana?" tanya Shiho di seberang sana.

"Akito biasanya akan pergi ke…"

Klap!

Ucapan Tsubaki mendadak terpotong saat ia mendengar suara pintu depan di tutup.

"Sebentar, ada yang harus aku pastikan. Kita lanjutkan bicara lagi nanti."

"Apakah Akito sudah pulang?"

"Sepertinya begitu. Aku baru saja mendengar suara pintu terbuka, jadi aku akan pergi mengeceknya."

"Syukurlah dia sudah pulang. Kalau begitu, bicaralah dengannya dan kabari aku."

"Baiklah. Akan kututup telponnya." Tsubaki memutuskan sambungan telponan sepihak.

Pria itu beranjak bangun dari tempatnya dan segera melangkah menuju pintu depan.

"Akito!" panggilnya, begitu melihat anak laki-laki semata wayangnya telah kembali.

Alih-alih menjawab, Akito hanya diam dan terus melangkah melewati ayahnya. Berjalan seolah ia tidak mendengar apapun.

"Akito, tunggu. Ada yang harus kita bicarakan." Tsubaki mencengkeram pergelangan tangan Akito.

Langkah pria itu langsung terhenti begitu mendapati ayahnya mencengkram erat pergelangan tangannya.

Akito menghentakkan tangannya. Melepaskan cengkraman Tsubaki dari tangannya.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Aku lelah, dan aku ingin tidur. Besok aku masih harus sekolah, jadi selamat malam!" Akito beranjak meninggalkan Tsubaki yang kini diam dan menatap kepergian Akito.

Walaupun dia sudah bicara, tapi intonasinya masih menggambarkan secara gamblang bahwa Akito masih marah padanya.

Apa yang aku lakukan? Apakah lebih baik aku memberikannya waktu untuk menenangkan diri sejenak?

Sepertinya itu lebih baik.

Besok, aku akan mengajaknya bicara dan jelaskan apa yang memang harus aku jelaskan.

...*...

"Selamat malam, sayang." Shiho mengecup puncak kening Noa.

"Malam," bisik Noa.

Shiho beranjak dari tempat duduknya setelah ia menaikkan selimut hingga menutupi dada Noa.

Ia menghampiri pintu keluar. Sebelum keluar, ia mematikan lampu terlebih dahulu kemudian menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

Noa memejamkan kedua matanya. Berusaha untuk tidur, karena malam sudah semakin larut.

...*...

Kaboom!

Ledakan cahaya menghancurkan sebagian sisi menara. Suara ledakannya amat nyaring hingga membuat semua orang yang tertidur malam itu langsung bangkit dengan terkaget-kaget.

Kepulan asap hitam perlahan membumbung tinggi di langit malam. Membuat cahaya bulan purnama malam itu terselimuti asap.

Orang-orang terburu-buru keluar dari dalam rumah mereka. Mencari asal ledakan yang mereka dengar. Hingga akhirnya mereka melihat dimana ledakan itu berasal.

Semua orang berkumpul. Menatap ke atas sebuah menara agung yang terletak di sebelah timur.

Orang-orang dengan raut wajah cemas bercampur bingung, berusaha mencaritahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.

Malam yang semula tenang itu seketika berubah mencekam saat ledakan dan hancurnya sebagai menara menyita perhatian mereka.

"Akh…" Wanita itu berpegangan erat pada bagian lantai yang sempat meledak. Berusaha mempertahankan dirinya agar tidak terperosok jatuh dan tewas begitu menghantam tanah di sana.

Aku harus bertahan. Aku pasti bisa bertahan, kalimat itu terus berputar di otaknya. Berusaha berpikir positif kalau dirinya tidak akan jatuh seperti apa yang dia takuti.

"Hahaha, menyerahlah…" bariton seorang pria di dengarnya.

Wanita itu mendongak cepat ke arah datangnya suara.

Perlahan, dia dapat melihat seorang pria yang muncul dari balik asap yang membentuk siluet tubuhnya.

Sial! Wanita itu melayangkan tatapan tajam begitu melihat seorang pria berdiri tepat dihadapannya.

"Tamatlah riwayatmu," gumam pria itu sambil menyeringai.

Ia mengangkat sebelah kakinya hendak menginjaknya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!