Narator: Tanggal 1 Januari 2101, pukul 5.00 pagi, di dalam bunker lantai 5, terdapat seorang pria muda bernama Zenaida Raizen. Dia memiliki gaya rambut Low Fade dan tubuh yang ideal. Pria ini tertidur sangat lelap sampai air liurnya menetes, lalu tiba-tiba cahaya putih muncul dan membawa tubuhnya menghilang. Saat Zenaida Raizen terbangun, dia terdiam sejenak, mengusap matanya, dan memandang ke arah kanan-kiri. Kemudian, dia langsung berteriak kencang karena panik menyadari keadaannya yang sekarang."
"Wah! Tunggu dulu, kenapa aku di sini? Bukannya aku tidur di kamar? Kok bisa aku ada di luar? Apa ini mimpi?." ucap Zenaida Raizen."
Narator: Kemudian, Zenaida Raizen mengusap-usap rumput, merasakan kelembutan serat-serat hijau di bawah telapak tangannya. Dia berdiri, sementara pikirannya berkecamuk mencoba memahami situasi yang sedang dihadapinya. Suasana tenang terselip dalam kebingungannya yang mendalam."
"Kalau ini bukan mimpi, aku harus cari sesuatu yang keras dan rasakan sakit," ujar Zenaida Raizen, ekspresinya campur aduk antara kebingungan dan panik. Suaranya agak meninggi, mencerminkan keheranan dan kebingungan yang mendalam. Matanya berkedip-kedip, mencoba mencerna situasi aneh yang sedang ia alami. Suasana tegang dan penuh ketidakpastian menyelimuti."
Narator: Zenaida Raizen segera mencari benda yang bisa menyebabkan rasa sakit, matanya memperhatikan sekeliling dengan cepat. Saat melihat sebuah pohon besar, sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya. Tanpa ragu, dia berlari menuju pohon itu dengan langkah yang mantap, posenya menyerupai seekor banteng yang marah. Kemudian, dengan suara keras, terdengar dentuman saat tubuhnya menabrak pohon dengan keras. Suasana tegang dan penuh determinasi memenuhi udara sekitarnya."
"ADUH! INI SANGAT SAKIT SEKALI!" teriak Zenaida Raizen, wajahnya meringis kesakitan. Matanya mengerjap-ngerjap, mencerminkan intensitas rasa sakit yang dirasakannya."
Narator: Zenaida Raizen terus berteriak dengan keras, sambil air mata mengalir di pipinya. Setelah itu, dia memegang kepalanya dengan erat, mencoba menahan rasa sakit yang menusuk. Matanya terbelalak ketika dia melihat telapak tangannya yang kini penuh dengan darah dari luka di kepalanya. Ekspresi wajahnya mencerminkan kekagetan yang mendalam atas kejadian tersebut."
"Apa ini darah? Ini bukan mimpi, bukan, Ini benar-benar sakit!!. Aku ada di mana sekarang? Sepertinya ini bukan Bumi yang kukenal, dan ini rumput, Di dunia ku, rumput sudah tidak tumbuh lagi, akibat senjata nuklir. Kalau sudah begini, aku harus mencari pemukiman atau bangunan untuk bertanya, di mana aku berada sekarang." Ucap Zenaida Raizen ekspresinya penuh dengan keheranan dan ketidakpercayaan. Suaranya gemetar sedikit, mencerminkan kebingungan dan kecemasan yang mendalam atas situasi yang baru saja dialaminya."
Narator: Zenaida Raizen berjalan kaki dengan langkah mantap, mencari sebuah pemukiman atau bangunan di sepanjang perjalanan. Saat sudah sangat jauh berjalan, dia melihat hamparan pohon-pohon yang menghijau. Akhirnya, dia beristirahat di bawah pepohonan, mencoba menghilangkan rasa lelahnya. Tiba-tiba, perutnya berbunyi karena lapar. Dia melihat ke cabang-cabang pohon yang dipenuhi dengan buah-buahan segar dan harum. Tanpa ragu, dia memetik lima buah dari pohon-pohon tersebut, lalu memakannya dengan lahap. Suasana alam yang tenang dan keberadaan buah-buahan segar memberikan sedikit kesegaran di tengah kebingungan yang dialaminya."
"Kenapa bentuk buah ini aneh, tapi baunya sangat harum. Aku lapar sekali. Baiklah, aku akan makan buah dari pohon ini, Luar biasa! Rasanya benar-benar manis seperti madu." ucap Zenaida Raizen, ekspresinya mencerminkan keheranan dan kegembiraan. Ketika dia mencicipi buah tersebut, matanya melebar penuh kekaguman dan kelezatan saat menikmati rasa buah yang baru saja dia temukan."
Narator : Zenaida Raizen menghabiskan lima buah buah itu, dan rasa kenyang pun mulai menyelimutinya. Setelahnya, dia tertidur dalam damai selama satu jam. Saat dia terbangun, tubuhnya segar kembali, lelahnya hilang tak berbekas. Dengan langkah mantap, dia melangkah lurus menuju hutan yang terhampar di depannya. Begitu memasuki hutan, matanya mengamati sekeliling dengan cermat, dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah. Dia merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam hutan tersebut, dan tanpa sadar, dia mulai berbicara di dalam hati. Suasana hutan terasa misterius, penuh dengan keheningan yang menegangkan."
"Ini sangat aneh, kenapa tidak ada satupun makhluk hidup di sini, Hutan ini penuh dengan berbagai macam buah-buahan di pepohonan dan sayur-sayuran. Aku merasa agak takut di sini. Aku akan mengambil rute lurus, semoga saja bertemu dengan seseorang di jalan nanti." Ucap Zenaida Raizen, ekspresinya penuh dengan kebingungan dan sedikit ketakutan. Gerakan tubuhnya mencerminkan perasaan campur aduk antara rasa heran, ketidakpastian, dan sedikit kecemasan di tengah suasana yang hening dan misterius."
Narator: Zenaida Raizen terus berjalan lurus, tiba-tiba mendengar gemericik air yang menarik perhatiannya. Dengan langkah hati-hati, dia mengikuti arah asal suara tersebut. Setelah beberapa saat, dia tiba di tepi sungai yang lebarnya cukup besar. Mendapati sungai itu, dia terkejut dan penasaran akan keberadaannya yang tak terduga. Air sungai mengalir dengan deras, memancarkan aroma yang harum. Tanpa ragu, dia mendekatinya, ingin lebih jauh mengeksplorasi keajaiban alam ini. Ekspresinya mencerminkan kombinasi antara kekaguman dan rasa ingin tahu yang besar."
"Apakah ini sungai?, Mengapa aroma sungainya begitu harum dan airnya benar-benar bersih seperti kaca? Apakah aku boleh meminumnya?, ucap Zenaida Raizen dengan rasa penasaran yang memuncak.
matanya terpana oleh keindahan alam yang menakjubkan di depannya."
Narator: Zenaida Raizen terjerat dalam kebingungan, sambil menelan ludah karena rasa haus yang menderanya, setelah menjelajah jauh. Dalam keadaan kehausan yang parah, dia mengambil keputusan dengan cepat."
"Aku akan meminumnya," ucap Zenaida Raizen dengan nada yang penuh keyakinan, tanpa keraguan sedikit pun dalam keputusannya."
Narator: Setelah itu, Zenaida Raizen menyapu air dengan gemetar menggunakan tangannya, merasa gelombang ketidakpastian menyelimutinya saat bibirnya bersentuhan dengan permukaan air. Kejutan melintas di wajahnya ketika sensasi tak terduga menyapanya."
"Ini!, Tidak seperti air di dunia ku yang pahit dan bau apek. Aku penasaran dengan arah aliran sungai ini. Baiklah, aku akan mengubah rute lurus ku untuk mengikuti aliran sungai ini, semoga aku dapat menemukan pemukiman warga atau bangunan jika mengikuti arus sungai ini." ucapnya dengan penuh kekaguman, matanya berbinar saat merasakan kesegaran air yang seperti susu itu menyentuh lidahnya."
Narator: Zenaida Raizen melanjutkan perjalanan lagi. Sesudah itu Dia terus berjalan mengikuti aliran sungai setelah itu dia sampai ke ujung aliran sungai. betapa kagetnya dia bahwa ujung aliran sungai itu ada jurang yang tidak ada ujungnya."
"Uwah, ini jurang!, Hampir saja aku jatuh ke bawah, dan aliran air sungai ini turun begitu saja tanpa hambatan. Aku harus ekstra berhati-hati saat melangkah di sekitar sini." ucap Zenaida Raizen dengan nada terkejut, matanya melebar saat menyadari betapa dekatnya dia dengan jurang tersebut. suaranya penuh dengan kewaspadaan yang mendalam."
Narator: Setelah itu, dia berbalik arah menuju kembali ke dalam hutan. Sebelum memasuki hutan lagi, dia menengok ke arah kanan dan melihat sebuah bukit. Setelah itu, dia bergerak menuju bukit itu untuk mempermudah mencari pemukiman warga atau bangunan. Setibanya di puncak bukit, dia melihat sekeliling dengan cermat. Tiba-tiba, mata Zenaida terpaku pada kilauan cahaya di sebelah barat. Tanpa ragu, dia segera turun menuju area yang berkilauan tersebut."
"Ditemukan sebuah bangunan! Aku harus segera bergerak ke sana agar bisa menemukan orang-orang di sana," ucap Zenaida dengan cepat, ekspresinya penuh antusiasme."
Narator: Zenaida Raizen meluncur turun dari puncak bukit, langkahnya cepat menuju ke arah bangunan yang berkilau itu. Begitu tiba di depan pintu bangunan, napasnya tersengal-sengal, tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang. Terkejut melihat bangunan itu, ekspresi wajahnya mencerminkan campuran antara kelelahan dan keterkejutan yang mendalam."
"Kau bercanda, kan? Ini sebuah kastil?", Saya mengira hanya menemukan bangunan biasa. Tapi, kenapa warnanya bisa memantulkan cahaya sejauh ini?, Tapi tunggu, apa ini bukan pewarna?." ucap Zenaida Raizen, ekspresinya tercampur antara keheranan dan ketidakpercayaan dan Rasa penasaran mulai tumbuh dengan cepat."
Narator: Tiba-tiba, suara samar-samar membalas pertanyaan Zenaida Raizen, menyelinap di udara seperti angin malam yang misterius."
Suara misterius bergema, "Ah, kau benar. Itu bukanlah pewarna, melainkan emas murni." Sorot mata Zenaida Raizen melebar dalam kekaguman dan kebingungan yang mendalam."
Tiba-tiba, suara itu menjawab kebingungannya, membuat Zenaida Raizen terkejut sampai ia melompat tinggi dan terjatuh karena kehilangan keseimbangan, tubuhnya terhuyung-hayang dalam ketidakpastian yang tiba-tiba."
"Haduh, sakit sekali..." ia gemetar sambil meraba tubuhnya yang terasa nyeri akibat terjatuh. "Tapi, apa aku tidak salah mendengar? Ada suara seseorang di sini." ucap Zenaida Raizen dan Ekspresinya penuh kebingungan dan keheranan, mencari sumber suara yang tadi mendadak muncul."
Narator: Zenaida Raizen langsung berteriak keras, suaranya memecah keheningan malam dengan kebingungan yang menggema."
"Hey, siapa tadi yang berbicara? Jangan bersembunyi! Tunjukkan wujudmu!" ucap Zenaida Raizen dengan suara gemetar, matanya melirik ke sekeliling dengan perasaan campur aduk antara keberanian dan ketakutan yang memenuhi pikirannya."
Narator: Suara misterius itu menanggapi teriakan Zenaida Raizen dengan nada yang tenang namun misterius, menggema di sekitar mereka dengan kehadiran yang tak terlihat namun kuat."
"Ya ampun, kau begitu tidak sopan, langsung berteriak!" desisnya dengan nada yang terdengar mengejek namun tetap tenang, menyiratkan kehadiran yang misterius dan menggugah pertanyaan lebih lanjut dari Zenaida."
"Habisnya, saya sangat kaget saat tiba-tiba ada suara di dekat telinga saya. Saya minta maaf telah berteriak begitu keras," ucap Zenaida Raizen dengan nada yang penuh penyesalan dan kebingungan."
"Itu tidak apa-apa, aku menerima permintaan maafmu," ucap suara misterius dengan nada yang tenang dan penuh pengertian, menyiratkan kedamaian namun juga memelihara misteri sekitar identitasnya."
"Ngomong-ngomong, ini mimpi bukan dan aku ada di mana ini?, Apakah kau tahu sesuatu tentang ini?." ucap Zenaida Raizen, suaranya penuh dengan kebingungan dan kecurigaan, mencoba mencari jawaban atas situasi yang misterius ini."
Suara misterius itu menjawab pertanyaan Zenaida Raizen dengan penuh kehati-hatian dan kebijaksanaan, memperdalam misteri yang menyelimuti situasi mereka."
"Tentu saja aku mengenal tempat ini dan Kau berada di mana pun, manusia. tetapi aku tak akan memberikan jawaban atas pertanyaan semacam itu. Dan perlu kau ketahui, ini bukanlah sekadar mimpi," ucap suara misterius dengan nada yang tegas dan misterius."
"Begitu kau menolak untuk memberitahukan keberadaan ku, bukan? Kau benar, ini bukanlah mimpi. Tadi aku membenturkan kepalaku ke arah pohon itu, rasanya sangat menyakitkan. Dan, ngomong-ngomong, siapa namamu? Dan di mana kau berada?" ucap Zenaida Raizen dengan nada heran dan sedikit kebingungan, mencoba untuk mengungkap misteri yang sedang ia alami."
"Ha! Kamu benar-benar melakukan itu? Aku berada di dalam kastil, masuklah cepat," ucap Suara misterius dengan nada ramah yang sedikit terkejut, memberikan kesan bahwa dia menunggu kedatangan orang tersebut dengan antusias."
"Baiklah, kalau begitu, aku akan masuk," ucap Zenaida Raizen dengan suara mantap, menunjukkan keberaniannya untuk mengikuti perintah dari suara misterius tersebut."
Narator: Dia melangkah dengan mantap menuju pintu kastil yang menjulang tinggi. Pintunya terbuat dari emas murni, dengan ukiran yang sangat indah, dan sinar terang yang memancar darinya. Saat dia tiba di depannya, dia terdiam, tubuhnya gemetar dihadapan keajaiban yang terpampang di hadapannya,
Setelah memasuki kastil, Zenaida Raizen menemukan sudut-sudut yang dihiasi oleh tiang penguat bangunan yang besar. Kemudian, dia melangkah masuk ke sebuah lorong di mana terdapat pintu besar yang diukir dengan banyak motif aneh. Dengan sedikit keberanian, dia membuka pintu tersebut.
Saat memasuki ruangan itu, dia disambut oleh barisan pelayan wanita cantik dan pelayan pria tampan. Di ujung ruangan, terdapat sebuah tangga yang mengarah ke atas. Di atas tangga, terdapat singgasana kosong yang didampingi oleh tiga makhluk yang jelas-jelas bukan manusia.
Yang pertama adalah seorang perempuan berambut putih, mengenakan baju putih yang bersinar, namun dengan bagian dada dan perut terbuka, memancarkan pesona dan daya tarik penampilannya. Di atas kepalanya terdapat sebuah lingkaran bundar berwarna putih. Tubuhnya bersinar putih, dan sepasang sayap putih seperti merpati terletak di punggungnya. Dia tersenyum ramah kepada Zenaida.
Yang kedua adalah makhluk yang menyerupai manusia dan memiliki rambut merah, mengenakan zirah dada dan baju hitam yang robek-robek, dengan empat tanduk di kepalanya. Tubuhnya dibalut oleh kobaran api hitam, dan sayapnya berwarna hitam tanpa keindahan. Pria ini menatap tajam ke arah Zenaida tanpa senyuman.
Yang ketiga adalah seekor ular bersisik merah, emas, dan hitam yang dipenuhi dengan duri-duri tajam. Ular itu melingkar di atas kursi singgasana raja berwarna hitam, dengan mata reptil berwarna merah yang menyeramkan, menatap Zenaida dengan ekspresi yang menampilkan senyum dan taring yang panjang.
Melihat ketiga mahluk tersebut, Zenaida Raizen mulai merasa ketakutan dan tubuhnya sedikit gemetar.
Kemudian, seorang perempuan berambut putih memecah suasana keheningan dengan mulai berbicara."
"Selamat datang. Perkenalkan, namaku adalah Cahaya, dan di sebelah kiri saya adalah..." ucap Cahaya dengan senang dan penuh kebahagiaan, matanya bersinar melihat kehadiran Zenaida Raizen."
"Tunggu, Cahaya. Biar aku saja yang memperkenalkan diri sendiri," ucap mahluk bersayap hitam dengan nada protes yang keras, menunjukkan ketegasan dan keinginannya untuk berbicara langsung kepada Zenaida."
"Aku juga ingin memperkenalkan diriku sendiri, Cahaya," ucap mahluk ular dengan nada serak dan dengan raut wajah senang hati, matanya berkilauan saat dia menunggu giliran untuk berbicara."
"Baiklah, aku mengerti. Jangan lupa perkenalkan diri kalian dengan benar, oke?" ucap Cahaya, suaranya penuh dengan semangat dan kebaikan hati, menekankan pentingnya pengenalan diri yang tepat."
"Perkenalkan, namaku adalah Zodiak," ucapnya dengan suara yang menyeramkan, matanya memancarkan aura misterius yang membuatnya terasa tak terduga."
"Namaku adalah Dabi. Kalau begitu, perkenalkan namamu, manusia," ucapnya dengan nada serak yang menegangkan. Sorot mata reptilnya membuat Zenaida Raizen merasa sedikit takut, merasakan kehadiran yang mengancam."
"Nama aku adalah Zenaida Raizen. Aku punya pertanyaan untuk kalian: ini bukan manusia kan? Terus, kalian apa? Dan, aku berada di mana sekarang?" ucap Zenaida Raizen dengan nada yang penuh ketakutan dan rasa ingin tahu yang mendalam, ekspresinya mencerminkan kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam."
"Tentu, kami bukan manusia. Aku adalah entitas yang disebut sebagai bidadari," ucap Cahaya dengan senyuman ceria, matanya berbinar dengan kegembiraan."
"Aku adalah iblis. Sebenarnya, aku tidak berkeinginan untuk datang ke sini hanya untuk menyambut mu, manusia rendahan," ucap Zodiak dengan nada sombong yang dipenuhi dengan ketidaksukaan terhadap manusia, tatapan matanya menusuk tajam penuh dengan keangkuhan yang tak terbantahkan."
"Cukup, Zodiak. Kamu baru saja dilepaskan dari neraka. Apakah kamu ingin kembali terikat di dalamnya? Oh, aku lupa. Aku adalah reptil, jenis ku adalah ular," ucap Dabi dengan nada tegas, memperingatkannya dengan keras sambil menatap Zodiak dengan penuh kehati-hatian, seperti menyampaikan sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan."
"Aku tidak berniat kembali ke sana. Keberadaan di dalam neraka sungguh membosankan bagiku. Aku merindukan sensasi menyaksikan penderitaan manusia dan lebih memilih untuk menikmati pertikaian dan kekejaman manusia, bahkan hingga pada tindakan saling membunuh dan berzina di dunia yang fana ini. Ucap Zodiak dengan suara yang menggambarkan dominasi dan keangkeran yang mengintimidasi.
Tentu, berikut perbaikan dan detail ekspresi karakter:
"Oh, betul, aku lupa bahwa engkau adalah iblis yang sangat membenci manusia," ucap Dabi yang penuh ironi terhadap Zodiak, dengan nada yang mengandung sedikit sinisme dan penekanan pada "sangat membenci manusia".
"Berhenti berbicara, kalian berdua! Apakah kalian lupa dengan tugas dari penguasa alam semesta?" ucapnya dengan nada tegas dan kekecewaan yang jelas terdengar."
"Tentu aku ingat." Ucap Dabi dengan nada rendah, penuh dengan kesan yang menggigit ekspresinya menatap tajam, bibirnya menyeringai."
"Demi alasan tertentu, aku terpaksa menjalankan tugas ini," ucap Zodiak dengan nada terpaksa, suaranya terdengar seperti mengandung beban yang berat, sebagai cerminan dari konflik internal yang dialaminya."
"Baiklah, kalau begitu, aku akan memberitahumu mengapa kamu ada di sini. Pertama, kamu adalah makhluk terpilih untuk tinggal di sini selamanya, alias abadi. Kedua, dunia ini diciptakan untuk kamu tempati, dan namanya adalah planet Salana. Ketiga, kamu akan mendapatkan tugas untuk mengawasi dunia yang baru diciptakan oleh penguasa alam semesta, dan kamu diperbolehkan ikut campur dalam konflik dan pertikaian antar makhluk hidup di dunia baru itu. Keempat, kamu boleh melakukan apapun di sini, termasuk melakukan hubungan badan dengan para pelayan wanita atau denganku di sini. Kamu pasti lelah setelah berjalan jauh, jadi kepala pelayan, bawa dia ke ruang makan, berikan dia minuman dan makanan enak," ucap Cahaya dengan penuh keanggunan, suaranya bergetar dengan keangkeran dan kebijaksanaan yang terpancar dari setiap kata yang diucapkannya."
"Siap, kami akan melayani Tuan Zenaida Raizen dengan penuh dedikasi," ucap kepala pelayan dengan hormat."
"Zenaida Raizen, tolong ikuti kepala pelayan itu," ucap Cahaya dengan nada tegas."
"Baik, terima kasih atas penjelasannya," ucap Zenaida Raizen dengan sopan."
"Tidak perlu berterima kasih," kata Cahaya dengan lugas."
"Cepat, jangan membuang-buang waktu. Waktu Anda sangat berharga di sini," ucap Dabi dengan serius, menekankan pentingnya efisiensi."
"Hai, manusia rendahan, segera ikuti kepala pelayan itu dan hentikan keluh kesah Anda," ucap Zodiak dengan nada merendahkan, menunjukkan sikap sombongnya."
Zenaida Raizen mengikuti kepala pelayan menuju ruang makan. Setibanya di sana, ia duduk di atas kursi emas yang mengelilingi meja berbentuk panjang, dengan kursi emas tersusun rapi di sekitarnya. Para pelayan memasuki ruangan membawa berbagai hidangan, mulai dari jus buah segar, es buah segar, beragam daging dan ikan, hingga berbagai macam sup dan hidangan lainnya."
hidangan telah komplit silakan dimakan semuanya tuan," ucap kepala pelayan."
"Maaf merepotkan kalian. Sebelum makan, aku ingin bertanya, kenapa kalian begitu cepat membuat makanan? Kalian memasak menggunakan peralatan apa?" ucap Zenaida Raizen dengan sopan, namun juga ingin tahu."
"Tidak apa-apa, malah kami senang melayani tuan. Kami juga tidak menggunakan apa-apa untuk membuat hidangan ini," ucap kepala pelayan dengan ramah, menunjukkan kesediaannya melayani."
"Huh! Apa maksudnya? Aku tidak mengerti," ucap Zenaida Raizen dengan kebingungan, mencoba memahami situasi."
"Kami membuat hidangan ini dengan memikirkannya di otak kami, lalu semua makanan itu muncul," jelas kepala pelayan dengan penuh keyakinan, menjelaskan cara unik mereka dalam menyajikan hidangan."
Zenaida Raizen mengangguk, seolah-olah memahami, sambil berdialog dalam hatinya."
"HAH! Jawabanmu sungguh sulit dimengerti olehku," gumam Zenaida Raizen dalam hatinya, kebingungan tergambar jelas pada ekspresinya."
"Kalau begitu, selamat makan," ucap Zenaida Raizen dengan senyum tipis, mengakhiri percakapan dengan sopan."
Zenaida Raizen langsung melahap makanan itu dengan lahap, hingga tidak ada sisa, karena dia merasa lapar dan haus setelah mendaki bukit dan berjalan cukup jauh,
Setelah itu, Cahaya, Zodiak, dan Dabi memasuki ruang makan untuk bertemu dengan Zenaida Raizen. Mereka bertiga nampaknya ingin menyampaikan sesuatu."
"Ah, sudah lama aku tidak makan sebanyak ini!" ucap Zenaida Raizen sambil bersendawa, lalu terkejut, "Oops."
"Apakah kau puas dengan makanannya dan sudah selesai?" tanya Cahaya."
"Lihat ini, manusia rendahan melakukan bersendawa yang tidak sopan," ucap Zodiak dengan nada jijik terhadap Zenaida Raizen."
"Ha HA HA HA," Dabi tertawa riang."
"Iya, aku sudah puas dan selesai. Terima kasih atas makanannya," ucap Zenaida Raizen dengan senyum."
"Oh, syukurlah kalau sudah puas dan selesai. Kalau begitu, kita akan bertemu lagi dengan wujud yang berbeda. Aku akan mengirimkan mu kembali ke duniamu. Sampai jumpa," ucap Cahaya."
"Eh, apa maksudmu?" tanya Zenaida Raizen dengan ekspresi bingung."
Kemudian, tubuh Zenaida Raizen langsung menghilang, kembali ke dunianya."
*****
Narator: Bumi Pukul 7.50 pagi, Nik Albi bergegas menuju ruang tidur Zenaida Raizen di lantai 5. Setibanya di depan pintu ruang tidur Zenaida Raizen, Nik Albi ingin mengantuk pintu. Namun, tiba-tiba terdengar suara keras (Bruk) dari dalam ruangan. Nik Albi segera mengetuk pintu dengan cepat.
"Zenaida Raizen, apakah kau baik-baik saja?" ucap Nik Albi dengan sedikit terkejut."
"Ya, saya baik-baik saja, dan siapa kamu?" ucap Zenaida Raizen dengan nada tenang, berusaha agar orang di balik pintu tidak curiga."
"Saya adalah Nik Albi. Saya datang kesini untuk menyampaikan tugas dari pimpinan tertinggi dan memberitakan kabar baik kepadamu," ucap Nik Albi dengan nada biasa."
"Tunggu sebentar, Nik Albi," ucap Zenaida Raizen dengan nada sopan, menunjukkan kesopanan dan penghormatan pada lawannya."
Kemudian, dia merapikan pakaiannya dan menyisir rambutnya. Setelah itu, dia membuka pintu dan mengucapkan selamat datang kepada tamu yang datang."
silahkan masuk. Maaf tempat saya sedikit kotor." ucap Zenaida Raizen dengan nada sangat sopan.
"Tidak usah. Aku di sini cuma menyampaikan pesan seperti ini, Zenaida Raizen. Kami, pimpinan tertinggi, memerintahkan engkau untuk fokus mencari makanan dan obat-obatan. Jangan terlibat dalam hal lainnya. Selain itu, pimpinan tertinggi telah resmi menaikkan pangkatmu menjadi Komandan Khusus Pencari. Ini adalah surat Keputusan yang telah ditandatangani oleh keempat pimpinan tertinggi Bunker Ahool. Aku ucapkan selamat atas kenaikan pangkatmu, Komandan Zenaida Raizen," ucap Nik Albi dengan tegas, menjelaskan perintah dan memberikan ucapan selamat kepada Zenaida Raizen."
"Ya! Saya akan melaksanakan perintah dari pimpinan tertinggi. Terima kasih banyak atas ucapannya, Nik Albi," ucap Zenaida Raizen dengan antusiasme dan rasa terima kasih yang tulus."
"Kalau begitu, tugas saya telah selesai menyampaikan pesan ini kepada Anda, Komandan. Saatnya saya akan melanjutkan untuk menyampaikan tugas lain kepada para komandan lainnya. Saya izin untuk pergi," ucap Nik Albi dengan sopan, menunjukkan keteraturan dan penghormatan pada tugasnya."
"Sekali lagi, terima kasih banyak," ucap Zenaida Raizen dengan penuh rasa terima kasih dan apresiasi yang tulus."
Setelah mendengar itu, Nik Albi tersenyum lalu meninggalkan lantai 5 dan langsung menuju ke ruang kamar para komandan. Setelah Nik Albi pergi, Zenaida Raizen kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan tertinggi untuk keluar ke dunia luar mencari makanan dan obat-obatan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments