Dinner

Dengan sabar kini Devina menyuapi sang ibu, rasa lelah di tubuhnya ia hilangkan untuk sesaat. Yang terpenting saat ini wanita di depannya harus sehat kembali dan menemaninya hidup.

“Bu, sekarang minum obat yah?” Devina tersenyum melihat sang ibu cuku banyak makan.

Zera hanya menurut, ia meminum obat lalu melihat anaknya yang kini tumbuh dewasa begitu cantik. Rasanya sakit tiap kali melihat wajah Devina.

“Tuhan, wajah anakku begitu mirip dengannya. Kenapa harus meninggalkan jejak seperti ini? Aku sungguh tidak rela ada jejak lelaki itu pada anakku. Devina anak yang baik, tolong jagalah dia saat tidak bersamaku…” jerit hati Zera ingin menangis.

Setiap kali melihat sang anak, ia selalu melihat wajah pria yang dulu begitu ia cintai.

“Dev, istirahatlah di rumah. Ibu tidak apa-apa di sini.” Tak tega melihat anaknya kelelahan, Zera menyuruhnya pulang. Lagi pula banyak suster yang bisa membantunya jika butuh sesuatu.

Namun, bukan Devina namanya jika mau meninggalkan sang ibu demi dirinya. Apa pun yang terjadi, ibunya hal paling utama.

Devina tersenyum kemudian memeluk wanita paruh baya itu. “Bu, semalaman Devina pergi. Masa siang mau pergi lagi. Biar Devina tidur di samping Ibu yah?” ucapnya naik ke tempat tidur pasien yang ukurannya sangat kecil itu.

Ia memeluk ibunya dan memejamkan mata, Zera sangat bahagia memiliki anak yang mencintainya. Harta paling berharga miliknya adalah Devina.

Siang itu Devina tidur bahkan sangat lelap sekali. Beberapa kali suster datang untuk mengontrol keadaan Zera, Devina sama sekali tidak sadar.

“Pelan-pelan, Sus. Anak saya kelelahan nanti terbangun.” bisik Zera saat melihat suster ingin mengucapkan sapaan sebelum mengganti botol infus yang menggantung.

Tanpa terasa waktu berlalu hingga sore kembali menyapa. Zera yang tak sadar menunggu anaknya tidur juga ikut terlelap.

Tring tring tring

Suara dering ponsel milik Devina tiba-tiba terdengar mengusik tidur wanita itu. Ia mengerjapkan matanya dan melihat sang ibu masih tertidur.

“Aduh siapa sih? Masih ngantuk banget.” gerutunya kesal.

Tak mau mengganggu sang ibu, segera ia meraih ponsel dan mengangkat.

“Dev, ada tawaran buat nemanin dinner doang. Mau nggak. Harganya beda tipis loh sama di kamar. Sayang di tolak. Paling nggak sampai 3 jam.” Pria di seberang sana memberikan Devina pelanggan lagi.

Devina melihat jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Artinya sangat mepet dengan waktu malamnya yang ada jadwal.

“Nanti tabrakan sama yang malam gimana?” tanyanya bimbang. Cukup menggiurkan memang hanya menemani duduk makan sudah mendapatkan bayaran.

“Kan jam 9, bisalah alasana apa kek.” sahut pria di seberang sana lagi.

Beberapa saat, Devina menimbang. Ia pun setuju. “Oke, gue ambil. Kirim alamatnya. Siap-siap bentar.” Devina bangun dan menuju kamar mandi.

Beruntung ia sudah menyediakan pakaian satu stel di lemari ruangan rawat sang ibu. Jadi tidak perlu bingung untuk pulang ke rumah dan memakan waktu lagi.

“Ibu pasti tidurnya lama karena obat. Sebaiknya aku segera pergi deh.” Usai mandi dan memoles sedikit wajahnya, Devina mencium kening sang ibu.

Rasanya tak tega meninggalkan wanita yang ia cintai seorang diri. Tetapi, Devina punya tujuan yang besar.

Misi balas dendam sekaligus membangun masa depannya yang cerah bersama sang ibu.

Tak lupa blezer di tangannya ia genggam seolah menjadi bukti pada sang ibu jika ia pergi bekerja malam ini.

Taksi berhenti di depan rumah sakit dan kembali melaju membawa wanita cantik yang sangat wangi dan segar.

“Pak, ke hotel Marine yah?” pintahnya memberi arah.

“Baik, Non.” jawab supir taksi patuh.

Di sanalah ia akan menjadi teman seorang yang tidak tahu siapa untuk makan malam.

“Hotelnya aja di sana, pasti ini bukan orang sembarangan,” gumam Devina menerka-nerka.

Tak butuh berapa lama, akhirnya wanita malam itu tiba di salah satu meja yang bertuliskan reserved.

Ia pun duduk dengan anggun sembari memainkan ponsel miliknya. Rambut indah tergera saat ia memiringkan sedikit kepala.

“Nona Devina,” sapa seorang pria yang datang dengan senyuman ramah.

Devina sontak menengadahkan kepalanya. Pria di depannya benar-benar tinggi, berwajah blasteran.

“Yah, Saya Devina.” jawabnya.

Mereka berjabat tangan lalu Devina mempersilahkan duduk. Bagi orang kelas atas sudah hal biasa mendapatkan teman makan dengan harga tinggi. Itu bukanlah sebuah masalah bagi mereka.

“Kita tunggu rekan saya datang, sembari menunggu silahkan pesan saja makanan ringan.” Pria itu tersenyum ramah. Mata abu-abu miliknya menelusuri wajah cantik Devina.

Namun, ia tak menyentuh sama sekali.

“Terimakasih, Tuan.” jawab Devina juga tak kalah sopan.

Keduanya mulai menikmati makan ringan dengan sesekali berdiskusi perkenalan. Hingga tak lama setelah itu datanglah sosok pria yang bertubuh atletis dengan usia sekita 46 tahun. Begitu mapan memang, namun ketampanannya sama sekali tidak berkurang.

Manik mata Devina langsung tak lepas dari pria yang di tunjuk oleh pria di sampingnya.

“Ah itu Tuan Prass dengan istrinya.” ucap pria di samping Devina.

Sejenak Devina terdiam, senyuman di wajahnya hilang saat itu juga.

“Selamat malam, Tuan Prass.”

“Selamat malam, Mr. Erric. Senang bisa bertemu,” Keduanya saling berjabat tangan ramah.

“Tuan Prass?” batin Devina. Perlahan ia berdiri ikut menyambut kedatangan Tuan Prass dan wanita di samping yang kata Mr. Erric adalah istrinya.

Terpopuler

Comments

weny

weny

ayahnya kyy ini

2022-10-14

0

Leddy Sohar

Leddy Sohar

Yes lanjut tor....

2022-10-14

0

Alfatihah

Alfatihah

lanjutttt seru

2022-10-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!