Setiba nya disana.
Sebuah rumah bergaya minimalis dipadukan cat berwarna abu muda terkesan elegan, serta halaman rumah yang bersih dan tatanan pot berisi tanaman hias terlihat rapih dan cantik.
Setelah memasuki halaman rumah, Diana pamit untuk pergi mencari cemilan, aku melangkah mendekati daun pintu sambil mengamati keadaan sekitar, ku tekan bel rumah itu beberapa kali, menunggu sang pemilik rumah keluar.
Benar saja, tak beberapa lama kemudian, seseorang menekan knop pintu dari dalam dan kulihat se orang wanita berhijab nampak keluar, wanita itu tersenyum ramah ke arah ku.
" maaf, mba mencari siapa?!" Tanya nya dengan sopan
" emmm.. sa.. saya cari pak polisi !" Jawab ku gugup karena ia terus menatap ke arah ku
" pak polisi??? " tanya nya lagi
" iya mba, kata teman saya ini rumah nya jendral polisi"
" oh, mari masuk dulu mba, kita bicara kan di dalam "
setelah ia mempersilahkan ku untuk masuk, aku hanya mengekori langkah nya dari belakang, ia kemudian memepersilahkan ku duduk di kursi ruang tamu
" mba silahkan duduk dulu, saya tinggal ke belakang sebentar !" Katanya berlalu sambil tersenyum.
jujur saja senyuman nya sangat manis, jika aku seorang pria, sudah pasti aku langsung jatuh hati padanya.
setampan apa si jendral itu, fikirku. istri nya saja sudah sangat cantik, mendadak aku sendiri sebagai sesama perempuan merasa insecure ketika melihat nya, padahal aku kesini bukan berniat untuk menjadi selir suami nya, ah fikiranku sudah semakin kacau saja.
aku duduk terdiam, sambil mengamati ke adaan di sekitar ruangan, tidak lama kemudian, aku mendengar suara teriakan perempuan sangat keras, aku cukup terkejut dan bingung, apa yang harus aku lakukan, lama berfikir suara teriakan itu semakin terdengar lirih sambil terisak, tak perduli disini peranku hanya tamu, yang ada di fikiranku saat ini mungkin saja perempuan berhijab tadi mengalami kecelakaan dan butuh pertolongan segera, tapi saat aku tiba disana, sesuatu mengejutkan ku
Se orang pria yang sudah terkapar di atas lantai dengan mulut yang sudah berbusa, serta sebuah kursi roda tergeletak di samping nya,
kulihat perempuan berhijab menangis pilu di samping nya.
" Mba, maaf sebelum nya jika saya lancang, ini ada apa mba?!" Tanya ku sambil mendekati perempuan berhijab itu
" tolong saya, tolong bantu saya membawa mas satya ke rumah sakit, mba bisa bawa mobil? " tanya nya sambil terisak kemudian menatapku.
" bisa " jawabku
ia kemudian berlari memasuki sebuah kamar, lalu keluar dan kemudian menyerahkan sebuah kunci mobil pada ku.
" ini kunci nya mba, tolong antarkan saya ke rumah sakit sekarang mba, saya mohon "
" sudah, jangan berkata seperti itu, ayo kita angkat dia, kita akan membawa nya ke rumah sakit sama sama"
Setelah dengan bersusah payah aku dan wanita berhijab itu mengangkat pria yang ku dengar bernama satya itu naik ke ats kursi roda, kemudian aku mendorong dan membawa nya menuju ke garasi rumah, sementara perempuan itu masuk ke dalam kamar dan keluar dengan membawa sebuah tas selempang kecil, kemudian dengan tergesa gesa ia mengunci pintu rumah dari luar.
dalam hati aku sempat berfikir, " apa iya ini si jendral polisi yang akan ku temui, bukan kah Diana bilang, pria itu memang sakit tapi terlihat segar bugar, mana ada dia segar bugar, orang ia sakit nya terlihat parah begini, si Diana gimana sih ngasih info nya nggak akurat banget, jika memang dia jendral polisi itu, mana bisa dia bantu masalahku, sementara dia saja sakit keras begini, awas aja nanti si bumil itu kalo ketemu, aku ceramahin dia.
ketika aku sedang asyik berperang dengan argumen ku sendiri, suara wanita itu kemudian menyadar kan ku,
" mba, bisa tolong bantu saya angkat mas satya ke dalam mobil,? " Tanya nya dengan air mata yang tak henti nya membasahi wajah cantik nya itu, aku kemudian hanya mengangguk dan kami berdua kembali mengangkat pria tak sadarkan diri ini dengan susah payah ke dalam mobil.
Setelah semuanya siap, aku memacu kendaraan itu dengan sedikit terburu buru, wanita yang berada di samping ini terlihat sangat cemas, sesekali ia menengok pria yang tergeletak di jok belakang dengan berderai air mata.
" didepan sana belok kiri ya mba !" kata nya
aku hanya menatap nya sekilas dan mengangguk, bukan nya tak ingin menenangkan wanita ini dan sekedar memberi ucapan kalimat penenang, aku hanya mencoba membuat nya tenang dengan cara ku, dengan tak banyak bertanya dan bersuara. ku fikir cara itu lebih menenangkan daripada kita harus terus mengoceh dan menanyakan keadaan pria di belakang itu yang sudah jelas bahwa dia sedang sakit, tak lama kemudian aku telah sampai di sebuah rumah sakit besar, sengaja ku parkirkan dulu mobil ini tepat di depan pintu utama rumah sakit agar memudahkan perawat membawa pasien nya untuk masuk.
Usai pria tadi dibawa ke dalam, aku kemudian mencari tempat untuk parkir kendaraan.
Setelah mobil terparkir dengan baik, aku kemudian keluar, sebelum kaki ku melangkah, getar telfon dari saku celana jeans yang aku kenakan membuat ku berhenti, setelah ku lihat ternyata yang menelfon adalah nenek, tentu saja dia akan mengomel dan menanyakan keberadaan ku, karna waktu sudah menunjukan pukul enam sore, dan aku masih belum pulang
" halooo nenek cantik " kataku sedikit merayu nya
" ..... "
" sabar nek, nanya nya satu satu, Naya baik baik saja nek, tidak terjadi apa apa, seharian ini Naya di rumah Diana"
"...."
" iya iya maaf ya nek, ke asyikan bercerita, naya sampai lupa mengabari nenek "
"....."
" emmm... nenek jangan khawatir lagi ya, nanti malam, Naya hubungin nenek lagi, sekarang Naya sedang di rumah sakit "
"....."
" bukan nek, Diana dan Naya baik baik saja, nenek jangan panik begitu, ini teman Diana yang sakit nek, kami hanya menjenguk nya "
"....."
" iya, iya jangan tunggu Naya pulang ya nek, nenek istirahat saja "
"....."
" iya baiklah. Dah nenek "
Huffftt.... jika tidak di jawab dengan benar nenek pasti akan terus memberiku pertanyaan, tidak lama sebelum aku membuka tas yang ku slempangkan dibahu kiri ku, bermaksud untuk menyimpan ponsel ke dalam nya, ponsel itu kembali bergetar, ternyata banyak pesan masuk, aku tak membaca nya, ku biarkan saja. Diana menelfon ku, dan ternyata sudah banyak panggilan masuk dari nya yang tak terjawab dari tadi. Mungkin saking panik nya sampai sampai aku mengabaikan getar ponsel di saku celana ku.
" ya hallo Di"
"......"
" hey, tolong berhenti, gimana aku bisa jawab kalau kamu nya nyerocos terus "
"....."
" aku di rumah sakit di "
"......"
" heyyy berhenti bumil, dengarkan dulu kalau aku ngomong jangan di potong oke, aku kesini mengantar jendral polisi itu dan juga istrinya, ternyata pas aku masuk, dia seperti nya sudah terjatuh dari kursi roda, dan mulut nya sudah mengeluarkan busa, kemudian ku lihat istrinya sedang menangis dan meminta ku untuk mengantarnya ke rumahsakit, jadi ya, disinilah aku sekarang "
"......."
" hah, masa sih? Terus ini siapa dong, ahhh gak tau lah, nanti aja lagi cerita nya, ini aku mau masuk dulu, pengen lihat keadaan nya gimana sebelum pulang "
"......"
" iya iya Di, sorry ya, tadi gue gak ngasih tau lo dulu, habis nya gue panik, "
"......"
" thank's ya Di, gue ke dalam dulu, nanti gue kabarin lagi "
"....."
Setelah selesai berbicara dengan Diana,Aku pun masuk dan menanyakan ruangan pasien yang tadi bersamaku, setelah mendapat kan informasi tentang kamar yang ditempati nya, aku kemudian mencari dan menyusuri satu persatu ruang rawat inap disana.
di depan sana, beberapa langkah lagi dari hadapan ku, ku lihat wanita berhijab tadi sedang menelfon sambil menangis sendu, aku melangkah mendekat ke arah nya tanpa suara, tepat sebelum aku mendudukan bokongku, tiba tiba
Ia memeluk ku, seketika aku terduduk dengan sekali hentakan, " ouhh sshiitttt" bokongku terasa sakit membentur kursi tunggu rumah sakit yang cukup keras
Sadar dengan apa yang dilakukan nya barusan, mungkin karna suara yang di hasilkan dari peraduan antara bangku yang berdecit dengan lantai, juga bokongku yang terduduk dengan sekali hentakan terdengar cukup keras, ia kemudian melepaskan pelukan nya, dan terlihat mengusap air mata di pipi nya, wajah nya sudah terlihat sembab akibat terlalu lama menangis.
" Maafin aku mba, maaf, dan trimakasih sudah mau menolongku!" Ia menatap sambil menggenggam kedua tangan ku
" heyy sudahlah, aku tidak papa, emmm.. nama ku Kanaya, Kanaya Arista " kataku, menyebutkan nama agar ia tau nama ku dan tidak memanggil ku mba lagi.
" ohh,, emm, aku, Aku Sania kak, maaf " ucap nya sambil gugup dan menunduk.
" sudah, jangan sungkan, kalau butuh teman cerita, cerita saja, ayo duduk dulu " ucap ku sambil mengajak nya duduk, ku usap pelan punggung tangan nya sambil ku tatap pelan gadis kecil yang masih terisak menahan tangis di samping ku ini.
" baik kak...
" panggil saja Naya !" Katakau memotong ucapan nya
" kak Naya, aku.. aku.. (kata nya sesegukan sambil terus berderai air mata) apa boleh aku memeluk kakak?!" Tanya Sania sambil kembali meneteskan air mata nya.
aku hanya nenatap nya dengan tersenyum sambil menganggukan kepala ku, entah kenapa melihat gadis ini menangis dengan sendu hatiku ikut pilu, sorot mata nya memancarkan rasa lelah dan sakit yang begitu dalam, aku kembali mengusap punggung nya dengan pelan, berusaha memberinya kenyamanan.
" Kak, apa kak Naya sudah berkeluarga?" Tanya nya sambil terisak melepaskan pelukan ku
" belum, kenapa? Tanya ku lembut mengusap lengan nya
" aku aku hanya takut keluarga kakak...
" sudah, tidak papa, aku disini sedang berlibur, dan tinggal di rumah nenek, nenek juga sudah ku kabari, jadi kamu tidak usah mengkhawatirkan ku " ucap ku, sambil terus mengelus lengan nya, berharap ini bisa sedikit meredakan perasaan pilu nya, aku faham dengan maksud nya bertanya seperti itu pada ku.
" emm.. maaf sebelum nya, Sania pria itu..." kataku menjeda ucapan ku yang langsung di jawab sania
" pria yang di dalam itu Mas satya, Kakak pertama ku kak. dulu, dia adalah se orang tentara, hingga suatu hari mas satya di tugaskan ke daerah perbatasan yang sedang berperang, dan dia... diaa... (sania kembali menangis, dan aku mengusap usap punggung nya pelan, berusaha memberi kekuatan pada gadis ini) dia pulang dalam keadaan koma di rumah sakit militer, selama dua bulan lama nya ia tak sadar kan diri, tapi ketika dia bangun, dokter menyatakan ke dua kaki nya mengalami kelumpuhan total, akibat dari terkena ledakan saat ia bertugas, mendengar vonis dokter seperti itu, mas satya begitu terpukul dan tak terima dengan keadaan nya, berbulan bulan ia hanya mengurung diri di kamar tanpa mau sekalipun keluar rumah, ia juga menjadi murung dan tidak mau membuka suara, ia menjadi pribadi yang tertutup bahkan kepada kami berdua. Dia... dia... ( suara sania terdengar lemah dengan terus terisak ) dia bahkan sudah sering mencoba bunuh diri kak ( setelah mengucapkan itu, tangis Sania, benar benar pecah, isakan nya begitu pilu menyayat hati, aku bahkan ikut menangis merasakan kesakitan yang ia rasakan.
" Aku lelah kak, mereka sakit, dan aku sendirian, aku lelah kak !" Dan setelah itu, sania melemah, ia tertidur menubruk badan ku yang sedang berhadapan dengan nya. tidak !! Tidak!! Sania bukan tertidur Dia pingsan,
Oh, betapa panik nya aku saat itu, langsung saja ku panggil dokter dan suster dengan berteriak, kemudian mereka membawa sania dengan segera memasuki sebuah ruang rawat inap tepat berada di samping kamar pria yang bernama Satya itu, dengan panik aku diminta se orang suster untuk mengisi administrasi disana, sementara mereka membawa sania dan memeriksa nya, karna aku tidak tau apa apa, dengan asal aku mengisi beberapa data disana dan mencantumkan no ponsel ku sebagai data keluarga dari pasien,
Aku kemudian mendudukan diriku di sebuah kursi dengan lemas, oh tuhan, sungguh aku lelah sekali dengan hari ini, dua orang yang sedang di rawat disana yang entah siapa, aku tidak mengenal nya, ingin rasa nya aku pergi menemui nenek dan merebahkan diriku di atas kasur, tapi Sania? Melihat tangis gadis itu saja hati ku ikut ter iris, bagai mana mungkin aku meninggalkan mereka disini, sementara keluarga nya? Ohhh... bahkan aku tak tau dimana mereka, karna saat di rumah nya tadi pun, aku tak melihat orang lain selain mereka berdua.
Karna jam di rumah sakit sudah menunjukan pukul sepuluh malam, aku segera menghubungi nenek dan mengatakan malam ini aku bermalam di rumah Diana, tak ada maksud lain aku berkata demikian, aku hanya tak ingin membuat nya khawatir, karna yang nenek tau hanya Diana lah teman ku satu satu nya disini,
tak lupa juga aku menghubungi Diana dan menceritakan semua yang aku alami selama disini pada nya.
Tidak lama se orang dokter terlihat menghampiri ku,
" maaf, mba dari keluarga pasien yang pingsan tadi? Tanya dokter tersebut
" iya dok, saya. saya kakak nya, bagai mana keadaan Sania adik saya dok, dia, sakit apa? Kata ku dengan khawatir
" adik mba tidak apa apa, dia hanya stress dan kelelahan, seperti nya banyak hal yang ia fikirkan akhir akhir ini, sehingga membuat nya drop , tolong di perhatikan lagi adik nya ya mba, dan asupan nutrisi untuk tubuh nya juga di perhatikan agar kondisi nya cepat pulih"
" baik dok, trimakasih "
" emm.. apa mba yang bernama Naya? Tanya sang dokter kembali
" iya dok, saya Naya "
" tadi saat saya selesai memeriksa pasien, ia tersadar, dan meminta saya memanggil mba, agar menemui nya di ruangan nya, kalau begitu saya sekalian pamit mba, permisi !!"
" iya dok, trimakasih " jawabku, sambil menatap kepergian sang dokter lalu kemudian beranjak dan melangkahkan kaki ku menemui Sania di ruangan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments