MY LOVELY AUTHOR
Seperti biasa, Warda akan datang di setiap hari Rabu Selasa dan Jumat untuk mengecek pekerjaanku. Warda akan datang pukul 9 pagi, duduk di ruang tengah apartemenku, menyalakan TV dan mencari saluran TV yang membahas apapun tentang Arata.
“Tidak pernahkah kau merasa bosan melihat dan mendengar tentang Arata??”
Setelah beberapa lama bekerja dengan Warda, akhirnya aku membuka mulutku untuk membuat keluhan yang selama ini selalu terpendam di dalam hatiku yang terdalam. Kuakui setelah beberapa tahun bekerja sama dengan Warda, aku sudah mulai bosan melihat dan mendengar semua tentang Arata dari mulut Warda dan dari saluran TV.
“Aku tidak pernah bosan dengan semua hal tentang Arata. Kamu tahu kan, Asha, jika aku ini sedang mengandung dan berharap anakku kelak akan sedikit saja mengambil ketampanan dari Arata-ku tersayang.” Warda membalas ucapanku dengan senyuman sembari mengelus lembut perutnya beberapa kali yang membesar karena janin di dalamnya.
Jika aku tidak salah ingat, dua minggu lagi Warda akan mulai mengambil cuti untuk Ibu hamil dan melahirkan karena usia kandungannya yang sudah berjalan menuju 9 bulan.
“Ya. . . ya. . . ya. . . aku harap begitu. Aku harap putramu itu akan mengambil sedikit saja ketampanan dari Arata-mu tersayang. Aku heran apakah suamimu itu tidak pernah marah ketika kamu sibuk melihat Arata-mu tersayang itu?”
Warda menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak, karena aku melihat Arata hanya ketika di rumahmu dan di kantor saja. Ketika di rumah, aku hanya akan melihat Arata ketika melihat laptopku.”
Tidak heran ketika di rumahku, Warda selalu mendominasi TV milikku yang bahkan jarang sekali kulihat dan hanya kugunakan sebagai teman peramai ketika aku merasa sepi. Mungkin bagi Warda, rumahku ini mungkin sudah jadi rumah keempatnya setelah rumahnya sendiri, rumah mertuanya dan kantornya.
Warda bangkit dari duduknya di sofa besar dan nyaman dari apartemenku dan berjalan menuju ke meja kerjaku yang berjarak beberapa langkah dari sofanya. Warda melihat tanganku yang masih terus sibuk menari-nari di atas papan ketik menggambarkan apa yang aku lihat di dalam benakku ke dalam laptop milikku.
“Apakah sebentar lagi cerita ini akan berakhir?” Warda melihat novel yang sedang aku ketik dengan wajah serius.
“Ya sebelum kamu cuti, aku akan menyelesaikannya. Dengan begitu, kamu bisa cuti dengan tenang dan memberikan pekerjaanmu sebagai editor ke editor penggantimu selama tiga bulan lamanya.”
Warda langsung memelukku dan membuatku merasakan tendangan kecil yang berasal dari dalam perutnya yang membesar itu. “Kau adalah author favoritku, Asha. Tidak salah aku ketika menemukanmu beberapa tahun lalu dan memaksa atasanku untuk menerima tulisanmu itu. Kau benar-benar bintang keberuntunganku.”
Beberapa kali Warda selalu melakukan hal ini padaku: memelukku ketika aku sibuk mengetik dan membuatku mendengarkan gerakan janin di dalamnya. Aku tidak tahu kenapa Warda selalu melakukan hal itu, tapi kurasa. . . Warda hanya ingin membuat putra kecilnya di dalam perutnya itu mengenalku yang sudah dianggapnya sebagai teman baik dan saudaranya. Warda bahkan meminta saran nama untuk putra kecilnya itu. Aku memberikan beberapa nama yang terdengar keren tapi juga memiliki arti yang baik. Warda dan suaminya, akhirnya memilih satu dari beberapa nama itu sebagai nama putranya nanti.
“Warda, bisakah kau melepaskan pelukanmu itu dan membiarkan aku mengetik lagi?? Aku harus menyelesaikan cerita ini dengan cepat sebelum kau mengambil cuti.”
“Ah maaf.” Warda melepaskan pelukannya di tubuhku dan membiarkanku kembali mengerjakan novelku. “Silakan dilanjutkan, Asha.”
Warda kembali ke sofa. Kukira dia akan duduk dan melihat Arata tersayangnya lagi. Tapi dia hanya mampir dan mengambil tas besar yang dibawanya tadi. Warda berjalan ke dapurku dan meletakkan beberapa kotak makanan yang sengaja dibawanya ke dalam kulkas milikku.
“Ini makanan yang dibuatkan oleh ibuku. Kamu harus memakannya dan jangan terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan makan dan sakit. Ingatlah untuk makan, Asha!”
“Aku mengerti, Warda.” Aku menjawab dengan sedikit melirik, menganggukkan kepalaku dan masih sibuk dengan mengetik di papan ketikku.
“Sebagai ganti dari makanan yang selama ini aku bawa. . . bisakah kamu menjengukku ketika aku sudah melahirkan??”
Aku menghentikan ketikan di papan ketikku dan melihat ke arah Warda. “Kau ini bicara apa, Warda? Meski aku tidak suka keluar dari ruanganku ini, aku ini masih tahu balas budi. Kau mungkin editorku. Tapi setelah beberapa tahun kita saling mengenal, kau juga adalah temanku. Kau bahkan selalu memberikan masakan ibumu padaku. Tentu aku akan datang menjengukmu dan melihat betapa tampannya putramu itu. Aku ingin lihat apakah putramu itu mengambil ketampanan Arata-mu tersayang itu atau tidak??”
“Senang mendengarnya kalau begitu, Asha.”
Setelah meletakkan semua makanan yang dibawanya ke dalam kulkas milikku dan mengambil semua kotak makanan miliknya yang sudah aku cuci pagi ini, Warda kembali duduk dan melihat Arata tersayangnya lagi dan aku kembali sibuk dengan papan ketikku sembari melanjutkan cerita lain dalam dunia fantasi di dalam benakku.
Untuk beberapa waktu, Warda sibuk mendengarkan interview Arata di TV. Warda begitu fokus mendengarkan hingga mulutnya yang sedikit cerewet dan bawel itu, tertutup dengan rapat. Keheningan Warda membuatku yang sibuk melanjutkan kisah lain di dalam laptopku itu, membuatku mendengar juga interview Arata tersayangnya.
Pembawa acara: Tuan Arata, setelah beberapa tahun ini menjadi aktor dan model terkenal, bisakah saya bertanya apa motivasi Tuan hingga bisa berada di 10 besar Aktor terkenal saat ini?
Arata: Seperti cerita yang sudah-sudah, kalian tentu tahu bahwa perjalanan awal saya sebagai aktor dan model tidak berjalan dengan lancar. Sebelumnya. . . saya bahkan sempat merasa sangat putus asa dan ingin menyerah, hingga saya tidak sengaja membaca buku kesukaan saya itu dan menemukan kalimat yang membuat saya akhirnya memilih untuk bertahan.
Pembawa acara: Jika saya tidak salah ingat, Tuan Arata adalah penggemar dari buku-buku yang ditulis oleh Wallflower, bukan?
Arata: Itu benar. Saya mengikuti perjalanan karir author Wallflower dari buku pertamanya yang berjudul Hidup Itu Mungkin Sulit. Sejak membaca buku itu, saya sudah menjadi penggemar author Wallflower itu. Saya terus mengikuti dan mengumpulkan semua karyanya yang bahkan sekarang menulis novel dengan genre romance dan fantasi. Rasanya. . . saya bahkan tidak pernah merasa bosan ketika membaca bukunya. Di dalam karyanya, saya selalu menemukan kalimat kehidupan yang membantu saya ketika saya merasa kesal, terpuruk dan bersedih.
Dari tempatku duduk, aku dapat dengan jelas melihat senyuman di bibir Warda ketika nama Wallflower disebutkan oleh Arata tersayangnya itu.
“Kau dengar, Asha?? Arata tersayangku menyebut namamu dalam wawancaranya. Dengan ini popularitasmu akan semakin meningkat dan buku-buku karyamu akan semakin laris di pasaran. Mungkin harus kukatakan jika Arata adalah bintang keberuntunganmu.”
Aku tersenyum kecil melihat senyuman di bibir Warda. “Aku juga mendengarnya, Warda. Aku mendengarnya dengan sangat jelas ketika kamu memutar TV dengan volume nyaris maksimal.”
Itu benar. Author Wallflower yang terkenal dan menjadi idola bagi Arata-aktor terkenal itu adalah aku dan orang yang membuatku menjadi author sukses seperti sekarang adalah Arata itu sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments