Keesokan harinya...
Sesuai janji Pak Galih dan Ibu Silvi, akhirnya Vina pun di jemput oleh saudara mereka.
Kini Vina sudah bersiap dirias dan duduk di sebuah pelaminan kecil yang disiapkan oleh keluarga memperlai pria.
Vina terlihat cantik dengan busana yang membalit tubuh mungilnya. Vina memakai kebaya putih dipadukan dengan kain batik berwana silver kombinasi emas putih. Sungguh, dalam pandangan orang-orang yang datang, Vina terlihat sangat cantik memakai busana itu. Terlihat sangat kontras dengan kulitnya yang putih.
Vina tersenyum kecut. Meskipun beberapa orang memuji kecantikannya.
Wanita cantik ini merasa, hari ini adalah hari penentuan nasib baginya.
Bagaimana tidak? Setelah terlepas dari kadang Singa, maka saat ini ia pun masuk ke kandang biaya. Bukankah ini mengerikan?
Sungguh, Vina merasa sangat tertekan dengan ini.
Semalam pertemuan itu, hanyalah pertemuan awal tanpa perbincangan dengan sang calon suami.
Sedangkan hari ini, hari ini adalah hari di mana dia dan juga pria itu akan ditempatkan di dalam sebuah ruangan yang sama. Ruang yang sama yang disebut kamar.
Bukankah ini adalah sebuah penentuan nasib?
"Ya Tuhan, lindungi aku," gumam Vina, ketika mendengar Yoga mengucapkan ijab qobul untuknya.
Tepuk tangan serta ucapan sah terdengar jelas di telinga wanita ini. Saat itu juga, air mata Vina menetes membasahi pipi. Karena ia tak bisa lari lari dari pernikahan menyedihkan ini.
Tepat di depannya kini ada Yoga yang datang membawakan seikat bunga untuknya. Pria tersebut tersenyum padanya. Tetapi Vina yakin, jika senyum itu tidak tulus apa lagi bahagia. Vina yakin, jika Yoga pasti terpaksa.
"Cepat sini kamu, awas jangan bikin malu!" Bisik Yoga, tepat di telinga Vina ketika pria itu memeluknya.
'Tu kan bener, pria ini tidak menyukai pernikahan ini,'
Vina tak menjawab ucapan itu dengan suara. Namun ia mengangguk pelan sembari menerima bunga yang dibawakan oleh sang suami.
"Sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri, jangan bertengkar. Yang baik ya, Ga. Di jaga istrinya," ucap Bu Silvi sembari mengelus pundak mereka berdua.
"Iya, Mi," jawab Yoga sembari menggenggam tangan Vina. Mengajaknya melangkah kembali ke kursi pelaminan.
Melaksanakan apa yang menjadi kewajiban mereka sebagai sepasang pengantin. Dari sungkeman dan tukar cincin.
Beberapa detik kemudian, Yoga diizinkan untuk mencium kening sang istri.
Sebenarnya ia ingin menolak. Namun ia tak ingin membuat malu keluarga.
Dengan kesal, Yoga pun mencium kening Vina, pelan.
Tepuk tangan kembali mengiringi apa yang ia lakukan. Terlihat, kedua orang tua Yoga dan beberapa kerabat yang ikut hadir menjadi saksi tersenyum bahagia.
Selang berapa lama, mereka pun diizinkan untuk duduk bersanding di sofa yang telah di sediakan.
"Denger baik baik ya janda, aku menikah sama kamu karena terpaksa jadi kamu jangan besar kepala. Setelah urusanku selesai dengan papa, maka aku mau kita pisah, jangan macam macam padaku mengerti," hardik Yoga, tegas.
Davina menatap Yoga.
Namun Yoga malah membuang padangan
Yoga amat muak dengan tatapan wanita itu.
Vina berusaha menepis rasa sakit yang kini meremas ulu hati nya.
Vina berusaha tegar setegar-tegarnya.
Vina menjawab permintaan sang suami dengan sedikit menyunggingkan senyum, mengangguk mengerti, kemudian ia pun berkata, "Baiklah jika itu yang terbaik itu kita. tapi, selama aku jadi istrimu apakah aku boleh melaksanakan kewajibaku sebagai istri. Eemmm, maksudku menyiapkan kebutuhanmu misalnya, masak, mencuci bajumu, menyiapkan apapun yang kamu butuhkan, barang kali?" tanya Vina gugup.
"Hah.... kamu nggak usah sok berusaha mengambil hatiku janda, dasar sialan." jawab Yoga, pelan namun Vina bisa mendengar umpatan itu dengan sangat jelas. Dan umpatan itu sungguh sangat menusuk hati wanita mungil ini.
"Oh, oke." Vina kembali menatap sang suami.
"Oh satu lagi, ketika di depan orang tuaku bersikaplah semesra mungkin. Tapi ketika di luar rumah, aku nggak mau orang lain tau bahwa kita suami istri. Pura puralah tidak kenal, mengerti," Yoga membalas tatapan Vina.
Di awal, tatapan itu terasa tajam, namun, lama-lama melemah sendiri. Nyatanya, dari sudut hati yang terdalam, Yoga mengagumi kerlingan mata indah itu. Ya, Yoga seperti terpesona, tapi enggan mengakuinya, entahlah.
"Jangan suka menatapku seperti itu. Jaga pandanganmu. Aku tidak suka!" larang Yoga.
"Baik." jawab Vina, menurut.
Hari sudah mulai sore para tamu sudah ke rumah masing-masing. Vina langsung dibawa ke rumah Yoga, hari itu juga.
Di dalam mobil pengantin, tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Yoga. Pria angkuh itu tetap sibuk dengan ponselnya.
Bahkan melihat istri cantiknya pun tidak.
Sesampainya di depan rumah, seperti biasa Yoga langsung membuka pintu, meninggalkan istrinya sendiri di dalam mobil.
Pak Galih dan Ibu Silvi yang melihat kejadian itu langsung melangkah menghampiri mobil yang ditumpangi sang menantu.
"Vina, keluarlah. Sini sama mami, mari mami antar ke kamarmu!" ajak Bu Silvi lembut.
Vina menjawab ajakan itu dengan senyuman, meski sekilas.
"Kamu yang sabar ya sayang ngadepi Yoga ya. Dia emang jutek, terus jarang ngomong, cuekin aja jangan terlalu kamu pikir. sebenernya dia anaknya hangat kok." ucap Ibu Silvi sambil mengelus punggung anak mantunya.
"Iya, Mi. Vina akan coba," jawab wanita cantik ini pelan.
"Mami yakin Vina pasti bisa. Vina juga harus yakin, bahwa Vina pasti bisa meluluhkan si pria keras kepala itu. Caranya cuma patuh, Sayang. Apapun yang dia katakan turuti saja. Lakukan apa yang dia mau. Insya Allah, semua akan baik-baik saja. Yuk masuk jangan takut," ucap Ibu Silvi lagi.
Vina merasa aneh dengan nasehat itu. Tapi ausut punya usut, ternyata... Beliau bisa berkata semikian? Sebab beliau menikah juga karena dijodohkan. Sikap Pak Galih di awal padanya juga sama, sama seperti sikap Yoga saat ini kepada sang istri.
Dengan kasih sayang, Silvi pin menggandeng Vina dan mengantarkan menantunya itu tepat di depan kamar sang anak.
"Masuklah, Sayang. Jangan takut," ucap Bu Silvi.
Vina pun masuk ke dalam kamar Yoga. Ia melihat pria tersebut sedang tidur pulas di atas pembaringan besar di kamar itu.
Netra nya bukan hanya melihat Yoga terlelap. Tetapi ia juga melihat sekeliling kamar tersebut. Kamar yang cukup besar dan mewah. Interiornya juga sangat berkelas.
"Besar sekali, ini luar biasa," gumam Vani mengagumi.
Bukan hanya kebesaran dan kemewahan rumah ini. Di sudut ruangan juga ada lemari yang cukup besar. Di sana di isi koleksi-koleksi lego dengan berbagai bentuk. Yang terbanyak adalah bentuk macam-macam rumah.
Dari koleksi itu, Vina bisa menebak, bahwa pekerjaan suaminya ini pasti berhubungan dengan seseorang yang suka mendesain rumah.
Arsitek mungkin.
Tak ingin membuat kesalahan, Vina pun duduk di sofa kamar tersebut. Menunggu sampai si empunya kamar bangun.
Vina tak berani melakukan apapun, ia takut jika dia salah langkah, bisa-bisa Yoga akan melemparnya dari lantai ini..
Sungguh Vina sangat takut dengan pria ini.
Menunggu adalah hal yang sangat melelahkan. Tak terasa kantuk pun datang menyerang. Vina terlelap sambil duduk di sofa tersebut. Sampai tidak menyadari bahwa Yoga telah bangun dan menatapnya sinis.
"Cih, gadis kampung," umpat Yoga kesal.
Yoga beranjak dari pembaringan. Melangkah menghampiri Vina, lalu menedang kaki wanita itu sekencang mungkin.
"Astaghfirullah! Aaagghhhh ssstttt, " ucap Vina kaget. Spontan ia mengusap kakinya.
"Bangun kamu, enak ya duduk di sofa milik orang kaya, siapa yang ijinin kamu masuk ke kamarku?" tanya Yoga kasar.
Vina hanya diam. Tanpa aba-aba ia pun berdiri. Menundukan kepala di depan Yoga.
Dengan geram, Yoga meraih dagu wanita itu, lalu melemparnya kasar.
"Kalau diajak ngomong tu jawab kamu tuli ya!" bentak Yoga geram.
"Mami, Mas," jawabnya, lembut, gemetar.
"Enak aja kamu panggil aku mas. Cihhhh.... aku nggak sudi jadi masmu. Kamu hanya boleh memanggilku mas jika didepan mama papaku. Jika berdua atau di depan orang banyak, panggil aku bapak, perlakukan aku seperti majikan, mengerti." bentak Yoga lagi.
Vina tak berani mengangkat wajahnya. Ia takut sang suami bertambah murka. Yoga ternyata jauh lebih galak dari paman dan bibinya. Jujur Vina trauma.
"Baik, Pak, maaf," jawab Vina menurut.
"Bagus, sana mandi dasar, janda bau." Yoga menatap kesal pada Vina.
Tak ingin membuat masalah, wanita ini pun melangkah masuk ke kamar mandi dan berniat membersihkan diri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
yoga kasar sekali
2022-11-12
0
Siti Tokici
Untung mertuanya sayang
2022-10-08
0
pupi
yoga anj... emg
2022-09-29
0