Dipaksa Menerima

Di kediaman keluarga Bagaskara....

"Yoga, nanti malam ikut mami sama papi, kita makan malam di rumah almarhum teman papi ya!" ajak Ibu Sifa, yang tak lain adalah ibu dari pria tampan itu.

Yoga mengerutkan dahinya. Malas saja. Karena ia tahu apa yang diinginkan kedua orang tuanya itu.

"Mau ngapain sih, Mi. Ngajak ajak Yoga segala, malas ah," tolak Yoga, cemberut.

"Yoga, kamu itu sudah nggak muda, lihat usiamu sudah 29 tahun, bawa pacar aja nggak pernah. Kamu mau jadi perjaka tua. Pokoknya kamu nurut sama, Mami. Ini perempuan biar janda dia baik, mengerti!" bujuk ibu Sifa, sedikit menggoda agar Sang putra mau dijodohkan dengan wanita pilihannya.

"Hah, janda, Mami udah gila. Anak tampan gini suruh nikah sama janda. Udah nggak ada gadis lagi apa, Mi?" gerutu Yoga kesal.

"Dia ini anak temen almarhum papimu, sebelum temen papi kamu meninggal, beliau menitipkan putrinya pada kita. Yoga ayolah mengerti papi sedikit. Lagian perjodohan ini juga udah disepakati ketika kalian baru lahir. Ya kan Mi, " saut Pak Galih, ayah Yoga. Ikutan mencoba membujuk sang putra.

"Ha? Yang benar aja Pi! Gila aja main jodoh-jodohin. Ogah Yoga!" tolak Yoga lagi.

"Eh, nggak boleh gitu... dia itu baik. Percaya deh sama Mami. Em, kalo kamu lihat dia pasti melongo. Ayu pisan yo, Pi. Udah gitu lemah lembut. Wis to, di jamin langka perempuan model gini. Yakin deh sama Mami," ucap Bu Sifa lagi, semangat membujuk Sang putra agar mau dijodohkan dengan Davina.

"Mi, Pi ... ni ya Yoga kasih tau, pokoknya Yoga nggak mau terlibat sama acara beginian titik. Pokoknya Yoga ogah, mau se glowing apapun pilihan kalian. Oke, please jangan paksa Yoga. Nanti kalo saatnya dapet istri, pasti dapet lah. Ngapain pakek acara jodoh-jodohin segala," jawab Yoga tegas.

"Oke nggak masalah, kalo begitu semua fasilitas kamu, Papi cabut. Mana ... Mana semua ke siniin, kunci mobil, apartemen, kredit card, nanti siang siap-siap Papi juga mau mundur jadi investor di perusahaan kamu. Ha... satu lagi, jangan minta Papi bantu kamu kalo lagi kena masalah. Papi pun ogah. Sekarang merasa udah bisa kan tanpa, Papi. Jadi jalankan sendiri usahamu. Jangan merengek kalo ada apa-apa," jawab Pak Galih, mulai tak sabar.

"Rasain sekarang!" Bu Sifa terlihat senang.

"Ya ampun Pi, kayak apa sih wajah si janda ini. Kok bisa bikin Papi jadi setega ini sama Yoga. Oke Yoga mau ikut permainan ini. Tapi, kalau Yoga nggak cocok jangan paksa ya." Yoga menatap kesal.

"Nggak bisa. Bukan begitu konsepnya. Kalo kamu masih mau semua fasilitas itu, berarti kamu harus nikah sama dia." balas Pak Galih.

"Astaga, Pi! Pernikahan bukan mainan. Gimana mau nikah, kenal aja belum. Ahhh... Papi!" Yoga cemberut.

"Kalian ta'aruf. Sudah jangan membantah.

Pernikahan kalian akan kita laksanakan dua minggu lagi, jadi bersiap-siaplah, nanti malam langsung tunangan," tambah Pak Galih serius, tidak main-main. Karena ia takut Yoga keburu dapat investor lain dan berubah pikiran.

"Hah? Apa Pi.... " Yoga ingin protes, namun tak memiliki celah. Pak Galih dan Ibu Sifa langsung memilih pergi meninggalkanya sendiri. Sengaja, agar Yoga tidak protes lagi. Keputusan sudah final, tak bisa diganggu gugat lagi.

Bagi Yoga, keputusan itu serasa tamparan untuknya.

Yoga merasa dirinya tidak dihargai. Hingga ia pun mengancam marah. Marah pada wanita itu. Baginya, wanita seperti racun.

Yoga berjanji akan membuat wanita itu menderita jika dia sampai mau menerima permohonan ini.

"Lihat saja nanti. Gara-gara dia kebebasanku terancam," gumam Yoga dalam hati.

Di detik berikutnya, mata Yoga menangkap keberadaan kedua orang tuanya.

Pak Galih dan Bu Sifa terlihat bercengkrama mesra di ruang tamu.

Melihat kedua orang tuanya belum pergi, Yoga pun berinisiatif menawar keputusan itu. Barang kali masih ada kesempatan baginya untuk lari dari periode ini.

"Pi, ayolah... masak nggak ada syarat lain selain itu. Yoga bakalan balikin deh uang Papi, asal jangan suruh Yoga nikah sama dia! Kenapa nggak Zaki aja yang dijodohin. Kenapa mesti Yoga" tawar Yoga, memelas, sedikit manja.

"Papi nggak terima tawar menawar Yoga. Papi sama Mami udah cukup sabar ngadepin kamu. Kami nggak mau tau, pokoknya kamu nurut sama Papi atau kalau nggak, kamu tahu konsekuensinya. Zaki masih kecil. Ngapain kamu sodorin dia. Kamu yang tua, maka kamu saja duluan," ucap Pak Galih, tak mau kalah.

Yoga geram. Ingin rasanya ia kabur saja.

Sayangnya, ia tak bisa melakukan itu. Jika fasilitasnya dicabut, bagaimana dengan bisnis yang baru dia rintis? Bagaimana nasib para kariawanya nanti?

Ya Tuhan!

Yoga menghela napas dalam. Diraihnya kunci mobil. Tanpa berpamitan, ia langsung meninggalkan kediaman keluarganya dengan perasaan benci yang membara.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺

🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺

yoga jg gt..ntar kl udh ketemu gk kedip tu mata😂😂

2023-06-10

0

JandaQueen

JandaQueen

aku agak bingung sama kalimatnya. siapa yg sdh almarhum? papinya yoga atau temen papinya yoga?

2023-02-23

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jangan tolak yoga nanti jatuh cinta susah loh

2022-11-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!