Part 3

Nessa menghentikan laju kakinya begitu namanya mengudara masuk di telinganya.

"Apa Kak, ada yang bisa saya bantu?" sahut gadis itu cukup formal tanpa menoleh.

"Kakak mau ngomong boleh?" Terdengar langkah kaki mendekat.

"Lima menit, waktu dari sekarang," ujarnya memberi ruang.

"Oke, terima kasih, bisa kita duduk di sana," tunjuk pria itu pada sofa.

"Di atas saja," ucap Nessa terus berjalan mendahului. Gadis itu menuju beranda di lantai dua, tempat favoritnya kalau di waktu senggang.

"Mau bicara apa?" tanya Nessa dingin. Enggan menatap bukan lantaran tak suka, namun menyembunyikan rona wajahnya yang terasa gugup jika netra itu bertemu.

Gama tak langsung berbicara, ia menatap adik iparnya begitu lama.

"Maaf Kak, waktu habis dan saya harus kembali ke kamar!" ucap Nessa merasa jengah.

Pria itu menahan lengannya, membuat seonggok daging bernama hati itu mengumpat karena merasa tak mampu menghindar bahkan menyela. Ia begitu patuh saat kak Gama membimbingnya untuk duduk.

"Kamu kenapa terus menghindari kakak, aku ada salah?" tanya pria itu cukup bingung.

"Nggak ada, bukankah memang biasanya begini ya?" ujar Nessa dingin.

"Kamu terus menghindariku seakan ada sesuatu yang kamu sembunyikan," selidik Gama serius.

"Itu cuma perasaan kakak saja, maaf, sudah malam aku harus istirahat," pamit Nessa sedikit gugup. Jelas ia menghindar, takut dan merasa malu jika kakak iparnya sampai tahu perasaannya selama ini.

"Malam kemarin kamu bilang aku membuat hatimu rumit, apa maksudnya?" seru pria itu kembali menghentikan langkahnya. Gadis itu memejam matanya sejenak, tetap tenang untuk menjawab pertanyaan yang mati-matian ingin ia hindari.

"Maaf Kak, aku tidak ingat," dusta Nessa di titik buntu.

Gadis itu memang mabuk, namun tidak hilang kesadarannya penuh, jadi ia sebenarnya sedikit ingat hanya tidak begitu jelas. Sungguh malu bila apa yang dikatakan kak Gama itu benar.

Gama termangu di tempat, sementara Nessa kembali melajukan langkahnya ke kamar. Menghela napas lega begitu sampai di ranjangnya, rasanya bingung luar biasa.

"Gue ngomong apa ya? Duh ... mana Gama mulai curiga dengan perasaan gue, ribed beud perasaan."

Nessa menjatuhkan bobot tubuhnya di ranjang. Menatap langit-langit kamarnya, pikirannya melanglang buana entah ke mana, hingga larut gadis itu tak menemukan kantuknya.

Karena merasa belum ngantuk, gadis itu ngadem di balkon. Menatap pekatnya malam dengan seberkas sinar bintang yang berkerlip. Syahdu, udara dingin semakin menambah aksen hampa hatinya.

Terpaan angin malam yang menimpa mahkotanya menyibak wajahnya yang ayu. Tanpa sadar, dari balkon sebelah ada yang memperhatikan.

"Kamu belum tidur? Katanya ngantuk!" celetuk pria itu cukup jelas di telinganya.

Tanpa menoleh Nessa sudah tahu siapa yang bicara. Tak ingin menanggapi lebih lama, lebih kepada takut pria itu banyak bertanya, Nessa langsung meninggalkan balkon itu begitu saja. Memastikan pria itu tidak terlihat di sekitarnya.

Sungguh situasi yang membuatnya tidak nyaman, harus terus berperang melawan perasaannya.

"Ya ampun ... bisa gila lama-lama di rumah," gumam gadis itu menggerutu. Membenamkan wajahnya pada bantal, berharap malam ini bisa tidur tenang tanpa bayang-bayang wajah itu.

Keesokan paginya, Nessa bangun seperti biasa. Membersihkan diri dan bersiap dengan kegiatan hari ini. Setelah beberapa kali mengikuti pembekalan magang, hari ini adalah penentuan di perusahaan mana para mahasiswa akan dialokasikan.

Perempuan itu sudah rapi, dengan style lebih feminim pagi ini. Keluar kamar dengan rambut tergerai indah. Mendatangi meja makan yang ternyata sudah terisi semua anggota keluarganya, termasuk kak Tere.

"Pagi Sa, tumben kuliah rapih amat?" sapa Mbak Tere terlihat tengah menyiapkan sarapan untuk Ibu dan juga Kak Gama.

"Kakak sudah pulang? Jam berapa sampai kak?" tanya gadis itu mendekat. Cipika-cipiki sejenak, lalu duduk di dekat Mama Rianti, tepat di hadapan pria itu yang kini tengah khusuk menikmati sarapan roti.

"Dini hari, setelah selesai urusan kakak, kakak langsung pulang, kasihan kamu jadi repot jagain Mama, maaf ya?"

"Kok minta maaf sih kak, Mama Rianti kan juga mama aku, iya kan Mah?" tekan Nessa menyakinkan. Secuil hati selalu merasa tersisih saat harus dibedakan, dirinya memang bukan anak yang terlahir dari rahim yang sama, namun mereka dibesarkan oleh malaikat ibu yang sama.

Perempuan paruh baya itu mengangguk, tidak pernah membedakan keduanya.

"Eh ya, berhubung Mbak Tere sudah pulang, nanti Nessa kembali ke kost ya Ma, Nessa janji bakalan sering pulang," ucap gadis itu kembali tenang.

"Kenapa nggak tinggal di rumah saja, Sa, sekalian jaga Mama, kasihan kesepian, jam terbang aku padat banget, ini aja cuma pulang dua hari harus terbang ke Makasar."

"Pergi lagi?" tanya Nessa tak percaya. Gadis itu melirik kak Gama yang tidak merespon tetap menikmati sarapannya dengan khusuk.

"Lusa sudah mulai magang Mbak, aku juga sibuk, kenapa Mbak Tere ambil job yang jauh-jauh sih," keluh gadis itu kurang setuju.

"Resiko wanita karir ya gini, Sa, nikmati saja mumpung masih muda."

Uhuks uhuks!

Mama terdengar batuk, perempuan itu sebenarnya tidak begitu setuju dengan pekerjaan Tere yang terlalu sibuk, orang tua itu lebih menginginkan anaknya berkarir di rumah mengurus keluarga, terlebih sudah tiga tahun menikah belum dikasih momongan, membuat wanita paruh baya itu sedikit waswas.

"Minum Ma!" Tere cekatan menyodorkan air bening dalam gelas.

"Sudah siang, aku berangkat dulu sayang," pamit Gama usai sarapan. Sepertinya biasa meninggalkan jejak sayang di kening istrinya, membuat pemandangan itu terasa ngilu saja. Apalagi terlihat jelas bekas tanda merah di leher jenjang Mbak Tere semakin membuat paginya gagal fokus.

"Iya sayang, hati-hati di jalan," ucap perempuan itu manis.

"Sa, bengong, berangkat bareng kakakmu saja sana, hemat ongkos kan?"

"Eh, tidak usah Mbak, Nessa sudah ada janji berangkat bareng teman," tolak gadis itu beralasan.

"Nggak pa-pa Sa, ayo kalau mau bareng!" tawar Gama datar.

Mau tidak mau akhirnya gadis itu mengiyakan, walaupun hatinya masih kesal. Entah itu tentang apa, rasanya selalu tak nyaman melihat dua sejoli itu mengumbar mesra.

'Sadar Nessa, ayolah jangan cemburu, mereka itu sepasang suami istri jadi sangat wajar bila melakukan itu,' batin Nessa merutuki dirinya.

Selama perjalanan mereka hanya saling diam, baik Nessa ataupun Gama tidak menyumbangkan suaranya sedikit pun.

"Makasih Kak," ucap gadis itu turun dari mobil. Pria itu hanya mengangguk dengan senyuman.

Memasuki area kampus, langsung menuju kelasnya. Hari ini sebenarnya pengumuman perusahaan untuk mahasiswa magang. Informasi tersebut akan dibagi secara online sesuatu jurusan.

"Lo dapat di mana Sa?" tanya Khaira teman seangkatannya.

"PT GH corporation!"

"Wah ... selamat, kamu dilirik perusahaan besar," ucap Khaira ikut senang.

Berbeda dengan gadis itu yang merasa bingung sendiri. Bagaimana tidak, perusahaan tersebut adalah perusahaan kak Gama.

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

Nessa bukan bisa menghindar yg ada makin puyeng karena ketemu tiap hari🤦‍♀️

2024-05-16

0

Lily

Lily

pakek nanyak
kan udah tau pas Nessa mabuk, cukup menghindar aja sih kamunya Gama

2024-02-20

0

Kal

Kal

kok bikin ngilu sih ini thor... suka sama kakak ipar... omegot😄😊😄

2023-03-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!