Diminta ke kamar

Selesai.

Hubunganku dengan Erick selesai. Bass melajukan motor menuju cafe, aku menangis tanpa suara di belakang punggung Bass yang mengemudi. Rasanya aku ingin marah, berteriak, memaki, memukul, tapi aku justru hanya bisa diam seperti orang bodoh.

Isakku mulai tak tertahan, aku mulai menangis sesenggukan, dan kami telah tiba di cafe.

Bass turun dari motor, memelukku yang tak beranjak dari posisi dengan tangis yang semakin kencang.

"Kenapa Erick melakukan ini, Bass? Apa salahku? Aku tahu Pricsilla lebih segalanya dariku, tapi kenapa dia harus mengkhianatiku? Satu tahun kami menjalin hubungan, kenapa harus berakhir dengan sebuah pengkhianatan?" raungku dalam pelukan Bass.

Bass memelukku semakin erat.

"Kau tidak salah, Re. Seseorang tidak membutuhkan alasan apapun untuk berselingkuh, meskipun telah memiliki pasangan yang luar biasa cantik dan baiknya, jika ingin selingkuh, ya selingkuh saja, mereka akan melakukannya, jangan menyalahkan dirimu sendiri, kau sangat baik, kau cantik, kau pintar, tenanglah, Erick tidak pantas untuk wanita sebaik dirimu, bahkan seandainya aku menyukai wanita, aku pasti ingin menjadikanmu kekasihku,"

Aku masih menangis dalam pelukan Bass, menumpahkan seluruh rasa sakit dan kecewa yang memenuhi relung hati yang kecil ini.

Dering ponsel membuyarkan keharuan kami, Bass melepas pelukannya padaku, aku mengusap wajahku sendiri, pasti saat ini aku terlihat buruk.

Aku turun dari motor, merogoh ponsel yang ada di dalam tas punggung.

Tn. Leonel memanggil,,,

Aku menggeram pelan, karena sibuk dengan urusan percintaan, aku sampai lupa akan tanggung jawabku, Darren. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Untuk bisa sampai di mansion Tuan Leonel setidaknya aku butuh waktu setengah jam dengan naik bus.

Kumasukkan kembali ponselku ke dalam tas, tak berniat menerima panggilan itu, percuma. Yang ada nanti Tuan Leonel hanya akan menyemburku.

"Bass, bisakah aku minta libur untuk hari ini?"

"Ada apa? Apa kau masih ingin menangisi bajingan itu?"

"Bukan, ada hal lain yang harus aku lakukan,"

Bass menatapku penuh tanya, tapi dia kemudian mengangguk setuju.

"Aku juga butuh istirahat, biar saja cafe hari ini libur, aku akan memberi alasan pada Nyonya Caroline," ucap Bass. Nyonya Caroline adalah owner cafe tempat kami bekerja.

***

Hampir pukul 6, senja keorenan telah berubah semakin gelap, pergantian hari dari siang ke malam.

Nyonya Lorena membukakan pintu setelah aku membunyikan bel gerbang utama mansion Tuan Leonel yang kokoh, berwarna hitam.

Aku terus berlari menuju mansion sebelah kiri, melewati lorong demi lorong yang panjang, ruang tengah yang dominan dengan warna putih gading dengan designe dan segala perabot yang mewah. Berlari menaiki anak tangga berkarpet gold, hingga sampai di kamar Darren yang pintunya sudah terbuka.

"Darren?" seruku memasuki kamar Darren dengan nafas terengah, peluh membasahi dahi dan wajah.

Tuan Leonel duduk di tepi ranjang menoleh ke arahku, menatapku tajam, begitupun Darren yang duduk di dekat dipan bersedekap tangan sedada, dengan wajah cemberut yang menggemaskan.

Bocah itu melihatku dengan matanya yang merah, sepertinya habis menangis.

Aku masuk, mengacuhkan tatapan Tuan Leonel yang begitu mengintimidasi, Berdiri di dekat ranjang Darren yang otomatis bersebelahan dengan Tuan Leonel yang masih duduk di tepian ranjang.

"Sorry," lirihku sambil menyatukan kedua tangan di depan Darren, membuat permohonan maaf, bocah kecil itu memalingkan muka cepat. Dengan bibir yang semakin ia manyunkan maju.

"Please,,,," rayuku memegang kedua telinga.

"Baiklah, aku memang salah, aku akan menjalani hukumanku," lirihku karena tak ada jawaban yang Darren berikan.

Tuan Leonel terus memperhatikanku yang bertindak konyol.

Aku berdiri, mengangkat satu kaki dan memegangi kedua telinga.

Darren menoleh perlahan, cemberutnya mulai terkikis dengan raut muka sedih.

"Apa kau tidak sakit hanya berdiri dengan satu kaki?" tanya Darren mengeluarkan suara khasnya yang kecil melengking.

"Tentu saja sakit, bahkan kurasa aku akan jatuh pingsan," sahutku.

"Oh oh,,,, lihat, sepertinya aku benar-benar akan jatuh pingsan sekarang," seruku seperti orang bodoh, tapi itu sukses mengundang gelak tawa Darren yang terkikik.

"Bolehkah aku pingsan?" tanyaku konyol.

"Jangan!" seru Darren cepat.

"Kemarilah!"

Buru-buru aku mengembangkan senyum, menurunkan kaki dan juga tangan yang memegang telinga, meletakkan tas punggungku sembarang di lantai marmer mewah, melepas sepatu kemudian bersiap naik ke ranjang Darren.

Tuan Leonel yang sadar akan tindakan yang kulakukan lekas bangun, memberikanku jalan untuk naik ke atas ranjang. Ia menatapku dalam dengan sorot mata yang sulit kuartikan.

"Kita libur belajar hari ini, aku hanya ingin memelukmu, boleh?" tanyaku pada Darren saat aku telah membaringkan tubuh di sampingnya.

Darren juga berbaring, dibantu Tuan Leoenel meluruskan kakinya. Kuraih selimut tebal yang sangat harum, lembut dan hangat, mengenakannya menutup tubuhku dan Darren.

Tuan Leonel kembali duduk di tepian ranjang, memijit pelan kaki Darren yang sebenarnya tak dapat merasakan sentuhan apapun.

"Kau dari mana? Kenapa datang sangat terlambat?" aku memeluk Darren yang juga memelukku, posisi kami menyamping saling berhadapan. Dan dalam posisi ini, aku bertemu pandang dengan Tuan Leonel, namun segera kuputus dengan menatap Darren.

"Hari ini sangat melelahkan, aku harus menghadapi penjahat yang sudah merusak hati,"

"Apa?" tanya Darren tak mengerti.

"Iya, kau tahu? Ada seorang penjahat, dia bisa menyerang dengan senjatanya yang tajam, dan penjahat itu sangat suka melukai hati seseorang, jadi aku harus melawannya, untuk melindungi hatiku dari penjahat kejam,"

"Kau berkelahi?"

"Ehmm,,,, yeah, melawan batin,"

"Siapa yang menang? Apa kau yang menang?"

Aku terdiam, mengingat kekalahanku atas pertarungan hati melawan Erick.

"Tidak, aku kalah," lirihku sambil menggeleng pelan.

"Karena itukah kau menangis?"

"Menangis?" seruku heran.

"Iya, matamu membesar dan merah, pasti kau tadi menangis, iya, kan?"

Aku tersenyum, lalu mengangguk, memeluk Darren lebih erat, menenggelamkan wajahnya ke dalam dadaku.

"Kau baik-baik saja?" tanya Darren.

"He em, semua berubah lebih baik saat aku bertemu denganmu,"

"Jangan menangis, tidak apa-apa kan kalau kau kalah hati ini, pasti kau akan menang suatu saat nanti, bukankah itu yang kau katakan padaku waktu itu? Saat aku salah menjawab soal yang kau berikan, kau mengatakan tidak masalah, dengan berusaha, aku pasti bisa menyelesaikan soal itu nanti,"

Senyumku semakin lebar, menghujani dahi Darren dengan banyak kecupan.

"Kau sangat pintar, aku menyayangimu," lirihku memeluk Darren.

Tuan Leonel berdiri, mengecup kepala Darren bagian belakang, mengusap rambutnya kemudian ia pergi. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, sedari tadi.

Darren melirik ayahnya dari ujung ekor mata saat punggung tegap itu lenyap di balik pintu kamar yang ditutup.

"Ada apa?" tanyaku.

"Aku benci sama Daddy, dia memarahiku tadi, memaksaku minum obat, aku tidak suka." lirih Darren.

"Karena itukah kau menangis?"

"Hei, itu pertanyaanku tadi,"

Kami tergelak bersama.

"Di mana Sisil?" tanyaku menyadari tak ada sosok pengasuh itu di kamar Darren.

"Dia sakit hari ini."

Aku mengangguk mengerti.

Aku dan Darren masih mengobrol, menyuapinya makan, membujuknya minum obat, bermain game, membacakannya cerita, hingga Darren tertidur.

"Selamat malam, besok kuliahku libur, aku akan datang sejak pagi," kukecup kening Darren yang sudah lelap. Sebelum harus kutinggalkan dia.

Jam menunjukkan pukul 9 malam.

Aku keluar dari kamar Darren setelah mengenakan sepatu dan mengalungkan tas di bahu kiri.

"Klak." pintu kututup rapat dari luar.

"Paman Butler?" pria tua yang sangat baik itu berdiri di depan pintu kamar Darren. Sedikit mengagetkanku.

"Kau tidak bisa pulang malam ini, Nona." ujarnya sopan. Khas dengan suaranya yang lembut dan halus, serta senyum hangat yang mengembang.

"Kenapa?"

"Tuan Leonel sudah memberikan perintah, pintu gerbang tidak akan dibuka, Tuan Leonel menunggumu di kamarnya,"

Deg

Apa yang terjadi? Apakah ini akan terulang kembali? Jantungku berdegup kencang tidak normal mendengar pesan yang Paman Butler sampaikan.

Tuan Leonel, dia memintaku datang ke kamarnya. Apakah dia akan memberikan hukumannya padaku?

***

Terpopuler

Comments

VS

VS

Scroll selekas mungkin🤣🤣

2022-11-27

0

Nurjayani Yani

Nurjayani Yani

wow,, bakalan dihukum
kok q seneng ya dengernya😂😂

2022-08-09

0

Ismuto'ati Ismuto'ati

Ismuto'ati Ismuto'ati

Hukuman ena' ena' Re🤣🤣🤣

2022-08-07

0

lihat semua
Episodes
1 Mendatangi mansion
2 Ke kamar tuan Leonel
3 Menyerahkan diri
4 Bertemu Di Seminar
5 Datang ke cafe
6 Diantar pulang
7 Tumpangan ke rumah sakit
8 Pergi menemui Tuan Dankar
9 Menemui Tuan
10 Datang ke apartemen Erdhan
11 Bertemu Darren
12 Monster
13 Bersama Erick
14 Mainan ranjang
15 Dibantu Bass
16 Diminta ke kamar
17 Ketiduran
18 Meta?
19 Mommy,,,
20 Hasil tes
21 Mengenang
22 Ke cafe bersama Darren
23 Darren patah hati
24 Cerita Sisil
25 Moment bersama
26 Pergi ke Club.
27 Pemandangan yang tak enak
28 Kau cemburu?
29 Pesan yang terabaikan
30 Tugas selesai
31 Perasaan yang menyiksa
32 Block
33 Ucapan selamat tinggal
34 Dua kisah yang berbeda
35 POV Leonel 1
36 POV Leonel part 2
37 POV Leonel part 3
38 POV Leonel part 4
39 POV Leonel part 5
40 POV Leonel part 6
41 3 tahun kemudian
42 Mr, CEO baru
43 Sedikit bermain
44 Ke mall bersama
45 Bayaran kecil
46 Ia melakukannya
47 Keputusan Leonel
48 Pov Author
49 Laura
50 Re datang
51 Perdebatan
52 Makan siang bersama Erdhan
53 Mereka Bertemu
54 Dia datang
55 Kembalilah padaku
56 Flash back on
57 Satu kecupan halus
58 Bangun pagi
59 Nyonya Annora datang
60 Vila?
61 Kebakaran
62 Matahari yang tenggelam
63 Bab #63
64 Bab #64
65 Bab #65
66 Tersangka sebenarnya
67 Bab #67
68 Bab #68
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Mendatangi mansion
2
Ke kamar tuan Leonel
3
Menyerahkan diri
4
Bertemu Di Seminar
5
Datang ke cafe
6
Diantar pulang
7
Tumpangan ke rumah sakit
8
Pergi menemui Tuan Dankar
9
Menemui Tuan
10
Datang ke apartemen Erdhan
11
Bertemu Darren
12
Monster
13
Bersama Erick
14
Mainan ranjang
15
Dibantu Bass
16
Diminta ke kamar
17
Ketiduran
18
Meta?
19
Mommy,,,
20
Hasil tes
21
Mengenang
22
Ke cafe bersama Darren
23
Darren patah hati
24
Cerita Sisil
25
Moment bersama
26
Pergi ke Club.
27
Pemandangan yang tak enak
28
Kau cemburu?
29
Pesan yang terabaikan
30
Tugas selesai
31
Perasaan yang menyiksa
32
Block
33
Ucapan selamat tinggal
34
Dua kisah yang berbeda
35
POV Leonel 1
36
POV Leonel part 2
37
POV Leonel part 3
38
POV Leonel part 4
39
POV Leonel part 5
40
POV Leonel part 6
41
3 tahun kemudian
42
Mr, CEO baru
43
Sedikit bermain
44
Ke mall bersama
45
Bayaran kecil
46
Ia melakukannya
47
Keputusan Leonel
48
Pov Author
49
Laura
50
Re datang
51
Perdebatan
52
Makan siang bersama Erdhan
53
Mereka Bertemu
54
Dia datang
55
Kembalilah padaku
56
Flash back on
57
Satu kecupan halus
58
Bangun pagi
59
Nyonya Annora datang
60
Vila?
61
Kebakaran
62
Matahari yang tenggelam
63
Bab #63
64
Bab #64
65
Bab #65
66
Tersangka sebenarnya
67
Bab #67
68
Bab #68

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!