MAINAN RANJANG TUAN
Aku terus berlari menyusuri trotoar jalan menembus dinginnya udara malam. Dengan air mata yang terus berjatuhan, tak kuhiraukan nyeri yang mulai terasa melilit di perut juga kaki yang sakit, perih, lecet akibat terlalu lama berlari.
Gedung-gedung tinggi menjulang entah itu hunian, restoran, perkantoran, semua kulewati satu persatu menuju mansion paling mewah di tengah kota London, tempat tinggal Tuan Leonel Dankar.
Leonel Dankar adalah seorang pengusaha kaya raya yang memiliki banyak perusahaan termasuk tempat Kak Harry bekerja. Kakak iparku.
Aku harus segera bertemu dengannya, memohon agar ia mencabut laporannya atas kejahatan Kak Harry, yang telah menggelapkan sejumlah uang dari perusahaanya.
Yah, aku tahu, Kak Harry bersalah, tapi ia terpaksa melakukannya demi biaya pengobatan istrinya, Kak Rachel kakak kandungku, yang mengidap penyakit kanker hati. Selain itu juga untuk biaya sekolahku, tentu saja.
***
Langkahku terhenti, membungkuk di depan gerbang mewah mansion Tuan Leonel Dankar yang dominan dengan warna hitam.
Napasku terengah dengan dada naik turun dan juga peluh yang menetes membasahi wajah, leher dan hampir seluruh tubuh.
Aku mendongak, menegakkan tubuh mencoba menenangkan diri dari sisa-sisa kelelahan usai berlari.
Kutekan tombol pada dinding dekat gerbang, setidaknya aku menekan benda itu sampai tiga kali hingga akhirnya seseorang membukanya dengan raut mukanya yang sangar.
"Cari siapa? Malam-malam begini bertamu ke rumah orang, apa sopan?" tanya wanita berbadan subur itu yang lebih terdengar seperti bentakan.
"S-sa saya, saya mau bertemu sama Tuan Leonel, ada yang ingin saya bicarakan," ucapku tergesa berharap agar wanita berbadan subur itu segera mengizinkanku masuk.
Ia mengernyit, menyipitkan kedua matanya menatapku teliti dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Yah, penampilanku kelewat sederhana untuk bisa bertemu dengan seorang Tuan Leonel Dankar begitu saja.
"Sudah punya janji?" tanya wanita itu masih dengan nada kasar.
"B-be belum, tapi_"
"Pergilah, sebelum kukeluarkan anjing-anjingku untuk mengusirmu dari sini,"
"T-t tapi, Nyonya!"
Gerbang kembali ditutup rapat, terkunci dari dalam dan wanita itu pergi, tak lagi menghiraukan aku yang terus berteriak memanggilnya.
Tanganku bergerak menyentuh tombol bel, tapi urung kulakukan, jika aku menekan benda itu, dan membuat wanita tadi marah, maka dia bisa saja benar-benar mengeluarkan anjingnya untuk mengusirku, dan aku tidak bisa menemui Tuan Leonel.
Satu-satunya cara yang terpikirkan dalam otak kecilku adalah, menunggu Tuan Leonel di depan gerbang mansionnya. Berharap agar aku bisa mencegahnya saat ia lewat, semoga.
***
Malam semakin larut, hawa dingin semakin terasa menusuk tulang dan persendian, aku duduk memeluk kedua kaki dengan tubuh yang menggigil. Berharap pagi segera menyapa.
Namun hingga semburat fajar dari ufuk timur mulai benderang, tak juga kudapati gerbang besar itu terbuka.
Kupejamkan mata, memohon pada Tuhan agar ia membantuku, mempertemukanku dengan Tuan Leonel Dankar.
Tanganku sudah siap menekan tombol bel, sebelum akhirnya kudengar suara gerbang itu yang dibuka lebar. Membuatku berjingkat karena kaget.
"Kau? Siapa kau? Apa yang kau lakukan di depan rumah kami?" tanya seorang pria tua yang membuka gerbang, dengan suara halus khas seorang kakek.
"T-tu tuan, tolong bantu saya, saya kemari untuk bertemu Tuan Leonel, ijinkan saya untuk bisa bertemu dengannya, saya mohon, Tuan? Saya mohon!" aku memohon sambil menyatukan kedua tangan di hadapannya, tangisku semakin membanjir takut jika dia akan mengusirku sama seperti wanita berbadan subur semalam.
"Kau siapa? Ada urusan apa mau bertemu dengan Tuan Leonel?" tanyanya lagi masih dengan suara lembut, ia mendekatiku, menyentuh kedua tanganku agar kuturunkan, berhenti membuat permohonan.
"S-sa saya, saya tidak bisa menjelaskannya pada anda, tapi saya mohon, ijinkan saya bertemu dengan Tuan Lenonel, saya mohon! Hanya satu kali ini, jika dia mengusirku, maka saya akan pergi dan tidak akan pernah datang mengganggu lagi, tapi saya mohon, pertemukan saya dengannya, saya mohon!" aku masih terus memohon dengan harapan besar.
Pria tua itu nampak kasihan melihat penampilanku yang kacau, menangis dan terus memohon, ia mengelus lembut rambutku.
"Bagaimana aku bisa membantumu, jika kau tidak mengatakan siapa dirimu, dan apa tujuanmu,"
Aku berpikir sejenak, apa yang pria tua itu katakan benar.
"S-sa saya, saya Retania Baker, adik Harry Baker, T-tu tuan Leonel mengenal kakak saya,"
"Kemari," ucapnya sambil masuk ke dalam, aku mengikutinya segera.
"Tunggu di sini, jika Tuan Leonel bersedia menemuimu, akan kupanggil lagi kau nanti." jelasnya sebelum pergi meninggalkanku, masuk ke dalam mansion.
"T-te terimakasih, Tuan!" seruku tulus.
Aku terus merapal doa dalam hati agar pria tua itu kembali dengan kabar baik, dan setelah beberapa menit, pria tua itu akhirnya datang.
"Mari," ajaknya, aku mengangguk antusias, melangkah di belakangnya mengikuti ke mana ia pergi.
Mansion besar nan mewah ini sama sekali tak menarik perhatianku, karena aku datang kemari dengan misi bunuh diri, berani mati demi menyelamatkan Kak Harry dari kurungan jeruji besi.
Aku terus mengikuti langkah demi langkah pria tua itu, melewati lorong demi lorong mansion ini, tak jarang kami temui beberapa pelayan wanita muda yang menyapa hormat pada pria tua. Hingga kami berhenti di depan pintu masuk sebuah ruang yang dominan dengan warna gold.
Dia, orang yang kucari, Tuan Leonel Dankar, tengah duduk tegap di sebuah kursi mewah berwarna gold dengan ukiran naga menyantap nikmat sarapannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah kami. Dikelilingi beberapa pelayan perempuan muda yang siap melaksanakan tugasnya tanpa diperintah.
"Tuan, ini Nona Retania," ucap pria tua sopan sambil menunjuk diriku yang berdiri di belakangnya, mulai sedikit gemetar.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Tuan Leonel, ia masih sibuk mengunyah makanan, dan pria tua itu mengangguk padaku, entah apa maksudnya, ia pergi meninggalkan kami setelah itu.
Rasanya aku ingin menahan pria tua itu, agar ia tidak pergi dan tetap menemaniku, tapi apa dayaku? Dia sudah sangat membantuku sejauh ini untuk bisa bertemu dengan Tuan Leonel.
Aku takut, auranya sangat kuat, Tuan Leonel orang berkuasa yang bisa melakukan apa saja. Cukup hanya dengan menggerakkan satu jarinya bahkan sebuah perusahan bisa langsung jatuh atau terangkat pamornya.
Dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring mengagetkanku, Tuan Leonel meneguk minumannya, kemudian mengelap mulutnya anggun dengan sapu tangan putih. Para pelayan pergi meninggalkannya, menyisakan kami berdua.
Ia mendongak menatapku, datar, dingin, angkuh. Jantungku berdegup lebih kencang sekarang.
"Apa yang membawamu datang kemari menemuiku?" tanya Tuan Leonel dengan suara datar, menyedekapkan tangan sedada, menyilangkan kaki kiri di atas kaki kanan, lalu menyandarkan punggung dengan sangat tenang.
"S-sa saya, saya," lidahku keluh, tenggorokanku tercekat. Kakiku gemetar dan suaraku terdengar bergetar.
"Katakan dengan cepat karena aku tak memiliki banyak waktu, Nona."
Aku meneguk ludah kasar, air mataku yang semula berhenti menetes kembali menggenang berdesakan untuk ditumpahkan.
"S-saya, saya kemari untuk memohon kepada anda, agar anda bersedia untuk mencabut laporan atas kesalahan yang Kak Harry lakukan_"
"Kesalahan?" potongnya.
"Mungkin yang kau maksud adalah, kejahatan," koreksinya kemudian, mengeluarkan sebatang rokok kemudian mengapitnya di antara dua bibirnya yang sensual, memantik korek api, menyesap gas nikotin kemudian mengepulkan asapnya ke udara.
Aku mengangguk pasrah, itu memang sebuah kejahatan, bukan hanya sebuah kesalahan.
"I-i iya. Tuan, tolong dengarkan saya, saya tahu Kak Harry telah merugikan anda, dia juga melanggar hukum, tapi saya mohon, jangan penjarakan dia, saya mohon. Kak Harry terpaksa melakukannya, karena kami membutuhkan biaya_"
"Jika setiap tindak kejahatan dimaafkan begitu saja karena alasan terpaksa melakukannya, bukankah semua penjahat akan lolos berkeliaran? Lantas apa gunanya dibangun tahanan?" potongnya yang lagi-lagi membuatku terdiam.
Tuan Leonel memicingkan mata dengan sudut bibir yang tersenyum sinis ke arahku, lagi-lagi dia benar, dan aku tak dapat menyangkal.
Tapi aku tidak bisa membiarkan Kak Harry mendekam dalam tahanan, bagaimana dengan Kak Rachel? Hidupnya mungkin tidak akan lama lagi dan dia akan sedih di akhir hidupnya jika Kak Harry sampai dipenjara. Selain itu, aku juga tak ingin Kak Harry menderita dalam sel. Dia orang yang sangat baik, sangat baik.
"Tuan, kumohon kasihani Kak Harry, saya, saya bersedia melakukan apa saja agar Tuan mencabut laporannya. Saya mohon!" isakku sambil bersimpuh, memohon di hadapannya yang kemudian tertawa sumbang.
"Apa yang bisa dilakukan gadis kecil sepertimu? Ah, aku memang sedang membutuhkan mainan di ranjang, tapi aku tidak yakin jika kau bisa memuaskanku dengan tubuh kecilmu ini, terlebih kau harus bersertifikat perawan. Untuk lolos tahap seleksi."
DEG
Aku mendongak tajam, dari sekian banyak kemungkinan, tak terpikirkan jika dia mengarah pada pembahasan ranjang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎
aku suka banget klo Nemu author cara nulisnya begini enak aja dibaca..
semangat berkarya nulis yaa Thor jangan lama2 up nya 🤭
2023-02-01
0
Nini Andriani
Habislah sudah
2022-09-29
0
Sutri Ani
Y
2022-09-07
0