Menemui Tuan

"Ja.lang!"

Masih bisa kudengar gertak Nyonya Lorena di belakangku yang mengumpat saat aku melangkah cepat memasuki halaman, tapi aku tidak peduli, toh itu memang kenyataan, aku datang ke mari pertama kali ke mansion ini untuk menyerahkan tubuhku pada Tuan Leonel.

***

Aku berjalan cepat memasuki mansion, cukup membingungkan, meski aku sudah pernah memasuki tempat ini, namun dengan banyaknya lorong dan ruangan, membuatku bingung ke mana arah ruang tengah yang sangat mewah, yang terdapat tangga berkarpet merah untuk menuju kamar besar Tuan Leonel, hingga aku bertemu dengan pria tua yang ramah waktu itu.

"Tuan?" seruku memanggil.

"Nona? Anda? Apa Tuan Leonel mengundang anda untuk datang?"

"Iya," aku tidak sepenuhnya berbohong, karena Tuan Leonel memang pernah memintaku datang, meski untuk tujuan yang berbeda.

"Tuan, aku kesulitan menemukan tangga menuju kamar Tuan Leonel. Tempat ini sangat besar dan membingungkan, bisakah kau mengantarku?"

Pria tua itu mengulas senyum lebar.

"Tentu," jawabnya.

"Mari ikut aku,"

Aku melangkah mensejajari pria tua yang biasa dipanggil Butler oleh para pelayan itu, yang belum kutahu siapa nama aslinya.

"T-tu tuan?"

"Iya, Nona?"

"Apakah? Apakah anda mengenal pria bernama Erdhan Dankar?" tanyaku mengenai pria yanga namanya disebut Crishtie di rumah sakit tadi, ayah dari janin yang ia kandung.

"Tuan Erdhan? Dia adik Tuan Leonel. Tapi dia tidak tinggal di mansion ini, dia tinggal di apartemennya,"

Kudapatkan jawaban yang aku inginkan, ternyata pria bernama Erdhan Dankar itu adalah adik Tuan Leonel.

"Kau mengenal Tuan Erdhan, Nona?" tanya pria tua.

"Ah? Tidak, aku hanya?" butuh waktu untuk memikirkan jawaban.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu menjelaskannya," ucap pria tua, melihatku yang terdiam memikirkan jawaban.

"Naiklah," pintanya saat kami telah sampai di ruang tengah yang super mewah, di depan sana tangga mewah berkarpet merah menuju kamar Tuan Leonel sudah terlihat.

"Terimakasih, Tuan."

"Kau bisa memanggilku Paman Butler, berhenti memanggilku Tuan,"

"Iya, baiklah, Paman Butler."

Ia pergi ke salah satu pintu menuju tempat lain, aku melanjutkan langkahku berlari kecil menaiki anak tangga berkarpet merah menuju kamar Tuan Leonel. Untuk membuat permohonan pertolongan.

***

Kuberanikan diri mengetuk pintu kamarnya setelah cukup lama aku hanya berdiri menenangkan hati yang berdebar tak karuan.

"T-tu tuan? Ini aku, R-re Retania, aku datang untuk bertemu anda,"

Suara beep dari pintu mengagetkanku, sinar merah kecil menyala dan pintu terbuka.

'Klek!'

Kudorong pelan kedua daun pintu itu, memasuki kamar mewah Tuan Leonel yang pernah membuatku menggila bersamanya, tidak, lupakan tentang bayangan itu, Re, kau datang membawa misi perang, bukan untuk menyerahkan tubuhmu seperti waktu itu.

"Kau datang? Tengah malam?" Tuan Leonel sedang berbaring di atas ranjangnya, suara pintu yang menutup otomatis di belakangku mengagetkanku hingga aku berjingkat kaget dan menoleh ke belakang.

Seutas senyum remeh tersinggung di bibir Tuan Leonel.

Ia mengenakan piyama abu berbahan satin, mungkin. Dengan sebuah buku novel dalam genggaman, yang sempat ia turunkan, kemudian kembali ia angkat dan ia baca.

"T-tu tuan, aku datang ke mari, tengah malam, karena ada masalah besar yang harus aku selesaikan."

"Masalah? Ah,,,, iya, kau hanya datang padaku saat kau memiliki masalah, apa sebutan untuk orang seperti itu? Yang hanya datang ketika butuh?"

Aku meneguk ludah kasar, selalu seperti itu, Tuan Leonel berhasil membuatku kicep dengan kata-katanya yang sulit bisa kubantah karena benar.

"Berapa yang kau butuhkan sekarang? Akan segera kuberikan," Tuan Leonel bangun, turun dari ranjang, menutup buku novel dan menaruhnya di atas nakas, ia kemudian melangkah ke arahku membuatku gugup. Refleks aku pun mundur beberapa langkah.

"Berapa? Kau akan mendapatkan berapapun yang kau minta, asal kau bisa memuaskanku, sekarang buka bajumu, aku merindukan tubuhmu, dan aku ingin melihatnya, kurasa itu tumbuh lebih besar dari saat pertama kali aku menyentuhnya," lirih Tuan Leonel nakal dengan tatapan matanya yang tertuju pada dadaku.

"B-bu bukan, bukan uang, aku tidak meinginkan uang," ucapku gugup. Punggungku menabrak pintu dan Tuan Leonel berhasil mengunci pergerakanku.

Bodoh, apa yang sudah kulakukan? Kenapa aku tidak berpikir panjang menyusun sebuah rencana matang terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menemui bandit besar ini?

"Bukan uang? Lantas apa? Kepuasan? Aku bisa memberikan keduanya," bisiknya samar di telingaku, ia bertindak begitu cepat, hingga kini hidungnya sudah menyentuh halus permukaan leherku, membuat seluruh tubuhku meremang, darahku berdesir dan jantungku berdegup kencang.

"T-tu tuan?" aku berusaha mendorong dadanya, Tuan Leonel mulai menghirup afoma leher dan tubuhku.

"Kau menjadi canduku, Nona. Tapi?" Tuan Leonel menarik diri, menatapku dengan kedua mata uang menyipit.

"Kenapa kau malas sekali mandi,"

Sial, ia membuatku malu. Aku menunduk dalam, meremas ujung kaos yang kukenakan.

Tawa Tuan Leonel terdengar menggema. Membuatku semakin malu.

"Kau terlihat lucu dengan pipi merah seperti itu,"

Kicep, benar-benar kicep.

"Kau baru pulang dari rumah sakit? Aroma obat menguar dari tubuhmu, mandilah, aku tidak bisa bermain dengan keadaan tubuhmu yang kotor."

Tuan Leonel memberikan komentar yang menyebalkan, hei, tapi kenapa aku kesal? Seharusnya aku bersyukur karena ia tak jadi menyentuhku.

Tuan Leonel duduk di tepian ranjang, meraih kembali novelnya yang tanpa sengaja kulihat sampul itu dan membaca judulnya, novel dewasa yang banyak membahas adegan gaya ber.cinta.

Bagaimana dia Tidka menjadi pria yang me. Sum? Jika buku bacaannya saja hanya tentang urusan kepuasan.

"T-tuan, kau salah faham, aku ke mari bukan untuk itu, ada hal lain yang ingin aku bicarakan,"

Tuan Leonel mendongak, menatapku dengan sorot mata yang menyipit.

"Tuan, aku ingin anda membantu saya untuk bertemu dengan Erdhan Dankar!"

Seketika sorot matanya berubah saat mendengar nama itu kusebut, kedua bola matanya membulat, wajah ramah yang semula terpancar berubah menjadi dingin dan menegangkan.

"Ada apa kau mencarinya?"

Aku meneguk ludah kasar, tenggorokanku terasa kering tiba-tiba, aku melangkah, mendekat ke arahnya.

"D-di dia,,,, dia,,,,"

Kupejamkan kedua mataku, menghembuskan napas kasar, mengumpulkan keberanian, mengatakan permasalahan dengan cepat dalam sekali tarikan nafas.

"Dia menghamili sahabat saya, Christie."

Hening!

***

Sesuai perintah Tuan Leonel, aku diantar pulang oleh pria yang selalu menemaninya, pria yang selalu mengemudikan mobil Tuan Leonel, yang akhirnya kutahu namanya adalah Emilio. Dia adalah assisten pribadi Tuan Leonel, kaki tangannya, orang kepercayaannya. Atau apalah.

Emilio sangat pendiam, ia tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk mengajakku bicara, hingga mobil yang melaju kencang hampir sampai di depan rumahku. Kami masih terjebak dalam keheningan.

Tapi itu tak masalah bagiku, aku juga sibuk berbalas pesan sepanjang jalan, pada Nory, yang mengabarkan jika kedua orang tua Crishtie telah datang, pada Kak Rachel yang menanyakan keberadaanku, pada Erick, dan juga komentar balasan IG, dalam postingan Pricsilla.

Kulihat orang-orang yang Pricsilla follow, ada akun Erick di sana, namun, saat kulihat daftar orang yang memfollow dirinya, tak kutemukan akun Erick memfollow dirinya.

Haruskah aku bernafas lega? Tidak, karena Erick juga tidak memfollow akunku, aku pun tak memfollow akunnya.

***

Mobil berhenti. Tepat di depan rumah.

"Terimakasih," ucapku tulus pada Emilio yang sudah mengantar, tapi pria itu sama sekali tak memberikan tanggapan. Diam seperti patung.

Aku keluar dari mobil, menutup pintu, masuk ke dalam rumah, ada kunci duplikat di tanganku hingga aku tak perlu membangunkan Kak Rachel untuk membukakan pintu.

Mobil meluncur pergi setelah aku masuk, seperti perintah Tuan Leonel yang tadi ia berikan, Emilio tidak boleh meninggalkanku sebelum aku masuk ke dalam rumah.

Hari ini sangat melelahkan, sangat sangat sangat. Aku lekas mandi, membersihkan diri, berganti baju bersih, kemudian membaringkan tubuh di atas ranjang, bersiap untuk tidur, namun denting ponsel menarik perhatian, satu pesan masuk. Nomor tak dikenal.

"Jangan lupakan janji yang sudah kau buat," sebuah gambar menyertai isi pesan itu, fotoku yang masuk ke dalam rumah barusan.

"Iya," balasku singkat, aku tahu, ini adalah nomor Tuan Leonel, entah dari mana dia mendapatkannya, untuk orang seperti dirinya tentu bukanlah hal yang sulit untuk bisa mendapatkan nomor ponsel orang biasa sepertiku.

"Tidur!"

Dahiku mengernyit membaca pesan balasan darinya, bibirku mencebik kesal, entah makhluk seperti apa sebenarnya yang tepat untuk menggambarkan orang seperti Tuan Leonel, sebentar dia bersikap baik, sebentar lagi seperti setan. Labilkah? Di usianya yang sudah kepala tiga?

"Iya," pesanku mengakhiri obrolan.

Kuletakkan ponsel di atas nakas dan kucharger, mengisi daya seperti aku yang akan segera tidur untuk mereset energi tubuh, esok hari mungkin akan lebih melelahkan dari hari ini.

Selamat malam, ucapku dalam hati, untuk diri sendiri.

***

Terpopuler

Comments

Ismuto'ati Ismuto'ati

Ismuto'ati Ismuto'ati

malam Re,.

2022-08-07

0

Sweet Girl

Sweet Girl

kesepakatan apa ya....?🤔🤔🤔

2022-07-27

0

Sweet Girl

Sweet Girl

Astaghfirulloh.... Leonel....

2022-07-27

0

lihat semua
Episodes
1 Mendatangi mansion
2 Ke kamar tuan Leonel
3 Menyerahkan diri
4 Bertemu Di Seminar
5 Datang ke cafe
6 Diantar pulang
7 Tumpangan ke rumah sakit
8 Pergi menemui Tuan Dankar
9 Menemui Tuan
10 Datang ke apartemen Erdhan
11 Bertemu Darren
12 Monster
13 Bersama Erick
14 Mainan ranjang
15 Dibantu Bass
16 Diminta ke kamar
17 Ketiduran
18 Meta?
19 Mommy,,,
20 Hasil tes
21 Mengenang
22 Ke cafe bersama Darren
23 Darren patah hati
24 Cerita Sisil
25 Moment bersama
26 Pergi ke Club.
27 Pemandangan yang tak enak
28 Kau cemburu?
29 Pesan yang terabaikan
30 Tugas selesai
31 Perasaan yang menyiksa
32 Block
33 Ucapan selamat tinggal
34 Dua kisah yang berbeda
35 POV Leonel 1
36 POV Leonel part 2
37 POV Leonel part 3
38 POV Leonel part 4
39 POV Leonel part 5
40 POV Leonel part 6
41 3 tahun kemudian
42 Mr, CEO baru
43 Sedikit bermain
44 Ke mall bersama
45 Bayaran kecil
46 Ia melakukannya
47 Keputusan Leonel
48 Pov Author
49 Laura
50 Re datang
51 Perdebatan
52 Makan siang bersama Erdhan
53 Mereka Bertemu
54 Dia datang
55 Kembalilah padaku
56 Flash back on
57 Satu kecupan halus
58 Bangun pagi
59 Nyonya Annora datang
60 Vila?
61 Kebakaran
62 Matahari yang tenggelam
63 Bab #63
64 Bab #64
65 Bab #65
66 Tersangka sebenarnya
67 Bab #67
68 Bab #68
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Mendatangi mansion
2
Ke kamar tuan Leonel
3
Menyerahkan diri
4
Bertemu Di Seminar
5
Datang ke cafe
6
Diantar pulang
7
Tumpangan ke rumah sakit
8
Pergi menemui Tuan Dankar
9
Menemui Tuan
10
Datang ke apartemen Erdhan
11
Bertemu Darren
12
Monster
13
Bersama Erick
14
Mainan ranjang
15
Dibantu Bass
16
Diminta ke kamar
17
Ketiduran
18
Meta?
19
Mommy,,,
20
Hasil tes
21
Mengenang
22
Ke cafe bersama Darren
23
Darren patah hati
24
Cerita Sisil
25
Moment bersama
26
Pergi ke Club.
27
Pemandangan yang tak enak
28
Kau cemburu?
29
Pesan yang terabaikan
30
Tugas selesai
31
Perasaan yang menyiksa
32
Block
33
Ucapan selamat tinggal
34
Dua kisah yang berbeda
35
POV Leonel 1
36
POV Leonel part 2
37
POV Leonel part 3
38
POV Leonel part 4
39
POV Leonel part 5
40
POV Leonel part 6
41
3 tahun kemudian
42
Mr, CEO baru
43
Sedikit bermain
44
Ke mall bersama
45
Bayaran kecil
46
Ia melakukannya
47
Keputusan Leonel
48
Pov Author
49
Laura
50
Re datang
51
Perdebatan
52
Makan siang bersama Erdhan
53
Mereka Bertemu
54
Dia datang
55
Kembalilah padaku
56
Flash back on
57
Satu kecupan halus
58
Bangun pagi
59
Nyonya Annora datang
60
Vila?
61
Kebakaran
62
Matahari yang tenggelam
63
Bab #63
64
Bab #64
65
Bab #65
66
Tersangka sebenarnya
67
Bab #67
68
Bab #68

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!