Sesuai dengan apa yang mereka rencanakan kemarin sore, sekarang mereka berempat sedang berada di kantin. Di meja biasa mereka tempati, Mocha sudah sedia camilan yang dia beli di kantin untuk di nikmati sambil mendengarkan informasi-informasi yang sudah di dapat Dewi dan Jennie. Kondisi kantin yang begitu sepi membuat mereka tidak perlu berhati-hati.
“Pertama kita dengar informasi dari Jennie! Ceritain!” Mocha menunjuk Jennie untuk segera menceritakan informasi yang di dapatnya.
“Gue habis nongkrong sama teman gosip baru gue, gak banyak yang gue dapat. Karena, mereka bilang kalau target kita tidak pernah kena masalah dan catatan di BP tidak ada, selain Vernon yang notabe nya suka bacot. Dia yang sering beradu pendapat dengan guru mata pelajaran yang mengajarnya, hanya itu aja yang gue dapat,” jelas Jennie membuat Mocha mengangguk mengerti.
“Kita bisa menyelidikinya lebih lanjut tentang catatan mereka di BP! Sekarang, giliran Dewi dengan redaksinya tadi malam, apa yang lo dapat?” tanya Mocha sambil mencomot makanannya, Niken juga membantu menghabiskan camilan milik Mocha tanpa sepengetahuan yang punya.
“Lo makan camilan gue?” Mocha memelototkan matanya saat melihat Niken memasukkan camilan miliknya ke dalam mulutnya.
“Niken laper,” jawab Niken dengan cengirannya, Mocha hanya mendengus dan memberikan Niken satu bungkus camilan miliknya.
“Gimana?” fokus Mocha kembali pada Dewi yang sempat dia lupakan tadi.
“Gue sebenarnya heran sih, dari jam tujuh malam sampai jam sebelas malam. Mereka hanya nongkrong di Kafe dekat rumah lo! Dan mereka hanya makan dan ngobrol seputar olahraga,” jelas Dewi.
“Gue mikirnya mereka itu seperti Badboy atau semacamnya, gak mungkin mereka Goodboy? Secara mereka itu tipe-tipe wajah kayak gitu!” pendapat Mocha yang di setujui semuanya.
“Niken hari ini mulai menjalankan misi!” perintah Mocha kepada Niken yang sedang mengunyah.
“Siap!” seru Niken dengan mulut penuhnya membuat beberapa camilan di mulutnya terjun bebas keluar.
“Jorok banget sih lo!” Dewi menatap jengah ke arah Niken.
“Jadi, rencana lo apa?” tanya Jennie pada Mocha yang sedang fokus pada ponselnya.
“Gue mau Niken buat ulah sama mereka! Lebih tepatnya kita harus tahu, apa mereka benar-benar bermurah hati
dengan orang yang mengganggu ke tenangan mereka? Gue gak percaya mereka bisa melepaskannya begitu mudah dan tidak ada balasan.” Jelas Mocha membuat mereka mengangguk paham.
“Kita mulai dari?” tanya Dewi.
“Sekarang!” perintah Mocha dan mereka keluar dari kantin menuju lapangan dan mereka berhenti di depan kelas
IPA.
“Bagus, mereka sedang bermain basket. Sekarang, Niken! Lo ganggu mereka dengan melintas di dalam arena
meraka, lo kayak orang yang sedang mencari sesuatu gitu! Saat mereka tanya lo cari apa? Lo bilang anting lo jatuh di situ kemarin, kita akan pantau lo dari depan kelas agar mereka gak curiga,” jelas Mocha.
“Siap!” Niken mulai melangkah ke arah lapangan, dia mulai memasuki wilayah permainan target. Dengan aktingnya
yang patut di apresiasi, Niken mulai melakukan semua yang di jelaskan Mocha. Dia bahkan mengabaikan terikan Vernon yang menyuruhnya minggir, Niken berdiri di tengah-tengah mereka dan fokusnya kepada lantai lapangan. Dia berlagak seperti orang yang mencari sesuatu.
“Woi! Lo lagi ngapain sih?” Vernon bertanya kepada Niken dan Niken hanya melihatnya sekilas sebelum kembali melihat ke bawah.
“Gue tanya sama lo! Bukan sama angin!” geram Vernon kepada Niken yang tak menanggapinya.
“Niken lagi cari anting Niken yang hilang,” jawab Niken yang fokusnya masih pada bawah.
“Kenapa carinya di sini? Kita sedang bermain basket, apa lo gak takut kena bola?” tanya Noah yang sudah berdiri di samping Vernon.
“Tapi, itu anting ke sayangan Niken,” jawab Niken.
“Memangnya anting lo kayak gimana? Biar kita bantu cariin!” Daniel menawarkan bantuan kepada Niken.
“Heh! Ini cewek sudah ganggu waktu kita! Malah mau di bantu lagi,” Vernon tidak terima dengan keputusan Daniel membantu Niken.
“Kayak gimana anting lo?” tanya Noah kepada Niken yang mulai kebingungan mau jawab apa.
Niken hanya diam dan mencoba mencari pandang kepada Mocha dan yang lainnya yang sedang memantaunya. Dia melihat Mocha sedang mengucapkan sesuatu, dengan memicingkan mata Niken mencoba melihat dengan jelas apa yang di ucapkan Mocha.
“Anting Niken berwarna merah,” jawab Niken setelah mendapat bantuan dari Mocha.
“Ini bukan?” tanya Noah yang memperlihatkan sebuah anting berwarna merah kepada Niken.
‘Ini kan anting Mocha,’ batin Niken.
“Iya, ini punya Niken. Bagaimana Noah menemukannya?” tanya Niken menatap Noah yang jauh lebih tinggi darinya.
“Tadi ada di dekat tiang basket,” jelas Noah.
“Nih!” Noah menyerahkan anting itu kepada Niken.
“Terimakasih,” Niken mengambil anting itu dan keluar dari lapangan menuju ke arah Mocha berada.
“Hm, begitu ya,” gumam Mocha dan mengambil antingnya di tangan Niken.
“Gimana lagi rencana lo?” tanya Dewi.
“Gue mau pdkt sama guru BP nanti pas jam istirahat. Jadi, kalian yang awasi mereka bertiga selama gue di ruang BP,” jelas Mocha yang di angguki mereka.
Jam istirah pertama sudah di mulai dari lima menit yang lalu. Mocha sudah berdiri di depan ruang BP, terlihat bu Septa yang berada di ruang BP dengan fokus kepada layar laptopnya. Mocha melangkah dan mengucap salam kepada bu Septa.
“Ada apa?” tanya bu Septa setelah Mocha duduk di hadapannya.
“Bu, saya boleh curhat tidak bu?” tanya Mocha membuat bu Septa mengernyit bingung, tapi tetap menganggukkan
kepalanya.
“Silahkan!” bu Septa menyuruh Mocha untuk mulai bercerita.
“Jadi begini bu, saya sedang di dekati oleh seorang cowok dari kelas IPA. Terus, cowok itu populer di kalangan semua murid dan guru-guru di sini. Saya, jadi bimbang dan galau. Karena saya tidak tahu kelakuan si cowok selama di sini, ibu kan tahu kalau saya itu orangnya tidak terlalu memperhatikan sekitar. Jadi, saya ingin bertanya kepada ibu yang tahu semua apa yang di lakukan murid-murid di sekolah ini. Saya tidak mau sembarang cowok untuk mendekati saya, apalagi saya tidak mengetahui sepak terjangnya di sekolah. Apakah saya bisa menanyakannya kepada ibu?” Mocha mencoba menyusun kata yang sungguh dia tidak mengiranya.
“Memangnya siapa cowok itu?” tanya bu Septa yang membuka buku catatannya, Mocha sudah bersorak gembira dalam hati.
“Namanya Noah bu,” jawab Mocha membuat bu Septa menghentikan tangannya yang membuka buku dan menatap Mocha tak percaya.
“Kenapa bu?” tanya Mocha yang bingung dengan tatapan guru BP di depannya.
“Apa kamu benar-benar sedang dekat dengan Noah?” tanya bu Septa membuat Mocha menelan ludahnya.
“Memangnya wajah saya sedang bercanda?” tanya Mocha balik dan di balas gelengan oleh bu Septa.
“Tidak, hanya saja saya tidak pernah mendengar Noah mendekati perempuan dan dia paling anti dengan perempuan yang menurutnya ribet. Saya tidak menyangka kalau anak itu sudah mulai berubah, dia tidak ada catatan pelanggaran sampai sekarang,” jelas bu Septa membuat Mocha mengangguk.
“Ah—begitu ya bu, kalau begitu terimakasih untuk waktunya. Saya permisi dulu,” pamit Mocha keluar dari ruang BP pas dengan bel masuk berbunyi.
Mocha melihat ketiga targetnya tidak memasuki kelas melainkan pergi ke belakang kelas, dengan hati-hati Mocha
mengikuti mereka. Mereka masuk ke dalam gudang sekolah, Mocha mencoba menebak-nebak apa yang di lakukan mereka di dalam. Dengan hati-hati dia mencoba mendekati pintu gudang dan melihat pintu yang tidak tertutup sempurna, dia mengintip mereka dari celah pintu gudang.
“Mau ngapain mereka di dalam gudang?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments