02

“Mati gue!” gumam Mocha dengan mata yang hampir ke luar.

“Mobil gue!” suara seseorang membuat Mocha ingin pingsan sekarang juga, alamat dia di coret dari KK kalau minta uang sama mamanya untuk ganti rugi.

“Gue berharap jadi debu yang selalu di abaikan,” gumam Mocha sebelum membuka kedua matanya. Saat Mocha membuka kedua matanya tiga lelaki berdiri di sepan mobil yang di tabraknya dan salah satu dari mereka melangkah ke arah Mocha. Orang yang membuat Niken menangis, Mocha sudah menandainya sebagai orang yang mudah emosi.

“Lo tahu apa yang lo lakuin?” tanyanya menatap Mocha tajam, Mocha hanya bisa menelan ludahnya susah payah dan teman-temannya hanya diam memperhatikan, mereka tidak berniat membantunya.

“Gue minta maaf, gue sudah lama gak naik sepeda motor. Sumpah, gue gak sengaja,” Mocha menatap lelaki itu dengan wajah memelasnya, berharap dia akan luluh dan tidak memintanya untuk membayar ganti rugi.

“Memangnya dengan kata maaf, mobil teman gue gak lecet lagi apa?” tanyanya dengan mata melotot membuat Mocha merinding.

“Ini mobil teman lo! Tapi, kenapa lo yang emosi?” Mocha sudah lupa kalau dia memang salah, tapi kenapa yang memarahinya bukan yang mempunyai mobil. Bahkan, yang punya mobil hanya diam memperhatikan pertengkaran mereka.

“Gue lagi wakilin teman gue untuk minta rugi sama lo!” serunya dengan suara yang di naikkan, Mocha hanya menatap malas lelaki yang menjadi lawan bacot ini.

“Berapa sih yang harus gue bayar?” tanya Mocha dengan nada menantang, membuat lawannya itu tertawa sinis dan menatapnya remeh.

“Seratus juta,” jawabnya membuat Mocha melotot tak percaya, nyali dia untuk membalas lelaki di depannya ini mulai menciut.

“Ekhem, gak bisa di kurang lagi gitu? Nol nya di kurangi dua aja!” Mocha merubah nada bicara dengan anggun dan lembut, tak lupa senyuman manis menghiasi wajahnya yang seperti menahan boker.

“tadi nantangin, sekarang malah kayak tikus kejepit suara,” sindir lelaki itu membuat Mocha menahan emosi yang sudah di ubun-ubun ingin meledak seketika.

“Jadi, bisa di kurangi?” tanya Mocha mencoba untuk bernegosiasi.

“Oke, bisa di kurangi,” jawabnya membuat Mocha bernafas lega.

“Jadi, berapa yang harus gue bayar setelah di kurangi?” tanya Mocha lagi.

“Sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan rupiah,” jawabnya membuat

Mocha menganga tak percaya, cuma di kurangi satu rupiah saja.

“Itu sama aja! Seratus juta,” keluh Mocha yang di abaikan.

“Bayar!” tagih membuat Mocha gondok dan ingin melepar lelaki di depannya ini ke kolam lele milik papanya.

“Gue gak ada uang kalau segitu, harta gue cuma ginjal! Itu harapan gue satu-satunya, kalau ginjal gue di gadain

gue gak akan bisa hidup,” ujar Mocha membuat dua teman lelaki di depannya tertawa dan temannya hanya menganga tak percaya.

“Kan ginjal lo ada dua? Cuma satu aja yang di gadain, satunya bisa lo pakai kok,” ucap lelaki di depannya.

“Gue gak bisa hidup dengan satu ginjal, entar gue bisa kekurangan asupan micin kalau cuma satu ginjal,” ucapan

Mocha sukses membuat ketiga temannya terbahak, apalagi Jennie yang sudah guling-guling di tanah.

“Sudah, lo gak perlu ganti rugi! Gue bisa pakai uang sendiri dan jangan di anggap serius perkatan Vernon,” ujar

lelaki yang memilik mobil itu, Mocha tersenyum senang dan memeletkan lidahnya ke arah Vernon yang sempat beradu bacot dengannya.

“Noah! Lo gak bisa lepasin dia begitu aja! Lo harus minta ganti rugi!” Vernon tidak terima dengan keputusan temannya itu. Dengan mudahnya dia melepaskan orang yang sudah membuat mobil mahalnya lecet lari dari tanggup jawab begitu saja.

“Sudah, kita tidak ada waktu lagi. Sebaiknya kita bergegas,” Noah memasuki mobilnya di susul oleh Vernon yang sedang menggerutu.

“Hai, gue Daniel,” lelaki yang hanya diam saja mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan Mocha.

“Mocha,” jawab Mocha sambil menerima uluran tangan Daniel.

“Daniel! Mau kita tinggal?” tanya Vernon dari jendela mobil dan menatap Mocha tajam.

“Gue duluan, bye,” Daniel melabaikan tangan dari dalam mobil saat meninggalkan Mocha yang masih menatapya

bingung.

“Vernon memang cocok jadi cewek, mulutnya lemes banget,” Jennie berdiri di samping Mocha sambil menatap mobil Noah yang sudah menjauh.

“Iya, Niken aja sampai nangis tadi,” sambung Niken.

“Itu karena lo cengengnya kebangetan,” tidak perlu menanyakan siapa yang berkata.

“Dewi, kok gitu sama Niken,” Niken menatap Dewi dengan tatapan sedihnya.

“Bentar deh,” Mocha menginstruksi mereka untuk berhenti berbicara dan memfokuskan diri kepadanya.

“Kalian gak merasa aneh dengan sikap Noah yang gak mempermasalahkan mobilnya? Iya, sih dia kaya. Tapi,

setidaknya dia pasti marah, ya kan?” Mocha menatap ketiga temannya itu yang juga berpikir.

“Iya, lo benar. Apa perlu kita selidiki?” tanya Dewi yang langsung di setujui oleh Mocha.

“Gue serahin tugas ini ke lo!” tunjuk Mocha ke Dewi.

“Siap.”

“Niken, lo akan jadi kambing percobaan!” tunjuk Mocha yang langsung di balas gelengan dari Niken.

“Niken tidak mau jadi kambing, Niken maunya jadi kelinci!” cemberut Niken membuat Mocha menghembuskan nafas dan menuruti kemauan Niken.

“Terserah lo deh!” pasrah Mocha membuat Niken tersenyum lebar dan menatap Mocha yang menatapnya datar.

“Dan Jennie! Lo harus kasih informasi itu besok pagi! Kita kumpul di kantin seperti biasa!”

“Kenapa harus di kantin?” tanya Jennie kepada Mocha yang memberikan instruksi.

“Gue mau ngemil micin di kantin, gak mungkin kan gue ngemilnya di wc?” kesal Mocha.

“Terus lo ngapain?” tanya Dewi saat tahu Mocha tidak menyebutkan kegiatannya.

“Gue terserang hama malas minggu-minggu ini, sepertinya gue butuh banyak rebahan! Jadi, gue pantau kalian sambil rebahan,” jelas Mocha membuat mereka mendengus.

“Ini kita jadi  ke taman bermain?” tanya Niken membuat mereka tesadar akan tujuan utama mereka.

“Jadi lah! Lo yang nyetir, gue gak mau ganti rugi kendaraan orang lagi. Masih sayang ginjal gue,” Mocha memberikan kunci motor kepada Niken yang menatapnya cemberut. Tapi, tetap saja Niken yang menyetir dan Mocha menikmati pemandangan sore hari yang begitu menyejukkan mata. Dia sudah lama tidak mengendarai sepeda motor.

“Mau sampai kapan lo di atas motor?” tanya Dewi membuat Mocha tersdar kalau mereka sudah sampai di tama

bermain.

“Gue mau main jungkat-jungkit!” seru Mocha berali ke dalam taman bermain meninggalkan mereka bertiga yang menatap kelakuan kaptennya yang memang ajaib.

“Gue heran dia itu pintar, tapi kadang bego juga,” ujar Jennie tiba-tiba.

“Orang pintar itu juga bodoh,” sahut Dewi.

“Maksudnya? Niken kok gak ngerti?” tanya Niken.

“Gue juga gak tahu apa yang gue omongin,” Dewi mengangkat bahu acuh dan memilih untuk masuk ke dalam taman bermain.

“Jennie ngerti apa yang di maksud Dewi?” tanya Niken pada Dewi.

“Enggak,” jawab Jennie sambil menggelengkan kepalanya.

Terpopuler

Comments

Ruliani Ruliani

Ruliani Ruliani

wah ,jadi gak selera makan mochih nya 🤮🤮🤮🤮

2023-04-16

0

Ree.Pand

Ree.Pand

somplak.. hh

2020-08-06

0

queenice

queenice

asli ngakak

2019-11-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!