1. Permintaan

Setelah acara resepsi pernikahan yang memang tidak banyak kegiatan karena itu merupakan permintaan sang pengantin sendiri.

Safa menarik kopernya ke dalam rumah besar nan mewah pemberian dari kakek pengantin laki-laki. Meski kesusahan akibat gaun pengantin yang belum dilepaskan, Safa tak berniat meminta bantuan orang yang diikuti di depannya ini.

Vyan membuka pintu dan masuk lebih dulu, menunggu gadis itu dengan berdiri di samping ranjang. "Ini kamarmu dan di sebelahnya kamarku. Kita tidur terpisah," ucapnya seiring langkah Safa menyeret koper ke lemari.

"Iya." Safa membiarkan kopernya di sana dan mendekati ranjang king size miliknya. Matanya menatap sekeliling kamar bernuansa biru langit yang merupakan warna favoritnya.

"Suka," celetuknya.

Vyan tak menanggapi perkataan itu melainkan berkata, "Aku menikahimu demi kakek. Jadi, jangan berharap lebih pada pernikahan ini."

Safa mengangguk-angguk asal. Tangannya menutup mulut yang sempat menguap akibat kantuk yang mendera.

"Aku punya kekasih yang sangat kucintai dan tetap akan menjalin hubungan meski aku terikat pernikahan denganmu."

“Oke.” Tanpa melepas gaun pengantin, Safa merebahkan diri di kasur dengan posisi menyamping memeluk guling.

Vyan menganga melihat kelakuan Safa yang sangat enteng menanggapi perkataannya, terlalu! Terlebih...

“Oh iya, lupa baca doa.” Dalam keadaan tak berubah, Safa mengangkat kedua tangan. "بسم الله الرحمن الرحيم. بسم ك اللهم اهي و اموت. امين.” Meraup wajah sebelum kesadarannya hilang.

Baiklah, ia tak bisa berkata-kata. Vyan memilih keluar dan menuju kamarnya.

Keesokan Harinya.

Safa terbangun mendengar suara azan. Sedikit melakukan perenggangan sebelum turun dari kasur dan berjalan sempoyongan ke kopernya, membuka dan mengobrak-abrik untuk mencari handuk. Barulah setelahnya masuk ke kamar mandi dan menyangkut handuk di tempatnya.

Menyalakan shower lalu memutar raganya sedikit. Safa mengeryit merasa ada yang janggal dengan dirinya tak bisa basah, seketika matanya membulat menyadari sesuatu. "Gaun pengantinnya!"

Skip.

"Vyan! Vyan!" teriak Safa mengetuk pintu beruntun nan cepat.

Pintu akhirnya buka. "Apa sih?" Vyan mengucek matanya.

Lantas Safa membeku. Rambut acak-acakan dan piyama tidur yang kancingnya sedikit terbuka dan wajah kantuknya tampak hangat. "Kamu tampan!" paparnya.

Vyan terkejut, rohnya langsung berkumpul. "Eum, Makasih. Ada apa?"

"Sholat."

"Oke." Ingin menutup pintu tapi ditahan.

"Imamin," pinta Safa.

"Hah?"

"Iya, imamin. Kita sholat bareng, kamu yang jadi imam dan aku jadi makmumnya," ulang Safa memperjelas permintaannya.

"Kalau mau sholat berjamaah pergi ke mesjid aja, dekat kok dari sini," saran Vyan berusaha menutup pintu yang masih di dorong Safa. Memang ia bisa menggunakan tenaganya untuk membanting pintu tapi takutnya gadis itu terluka.

"Kata pak Ustadz, perempuan lebih baik sholat di rumah. Makanya kamu jadi imamnya? Supaya aku bisa dapat pahala sholat berjamaah," tuturnya dengan wajah berbinar yang tidak dapat ditolak Vyan.

Vyan menghela napas. "Ya udah, kamu ambil wudhu dulu sana. Aku siap-siap terus nanti ke kamar kamu."

"Janji ya?"

"Iya."

"اسلام عليكم ورحمت الله." Mengucapkan masing-masing satu ketika berpaling dari kanan ke kiri. Mereka mengangkat kedua tangan dan Vyan mulai membaca doa.

Vyan memenuhi janjinya datang ke kamar Safa dan menjadi imam sholat untuknya. Hal tersebut membuat Safa sangat senang.

"Aamiiin." Keduanya sama-sama meraup wajah.

"Makasih ya udah mau penuhin permintaan aku." Safa berucap.

Vyan membalikkan badannya menghadap Safa. "Eum, aku ingin ini yang terakhir kali melakukannya."

"Aku cuma pengen dapat pahala sholat berjamaah," sergah Safa menghendikkan bahu.

"Apa kamu nggak dengar yang aku omongin semalam atau udah lupa?" hardik Vyan memandang tajam.

"Dengar dan nggak lupa." Sambil memejam mata Safa berucap, "Aku menikahimu demi kakek. Jadi, jangan berharap lebih pada pernikahan ini. Aku punya kekasih yang sangat kucintai dan tetap akan menjalin hubungan meski aku terikat pernikahan denganmu. Gimana?" Membuka matanya kembali.

"Sempurna." Vyan bertepuk tangan. Aku kira otaknya buntut karena ngantuk, tapi dia mengcopy ucapanku dengan sempurna.

"Lalu, apa kamu tidak paham maksud dari perkataanku?"

"Aku paham, bagaimanapun kita menikah terpaksa. Tapi tetap saja pernikahan ini sah secara agama dan hukum yang artinya aku tetap berkewajiban menjalankan tugasku sebagai istri. Aku tidak mengusik kamu untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang suami, hanya saja aku ingin mencari pahala seorang istri selama pernikahan ini."

"Baiklah."

...🌻🌻🌻...

Sekurang-kurang salam; اسلام عليكم.

Sebaik baik; اسلام عليكم ورحدت الله.

Lebih baik; اسلام عليكم ورحمت الله وبركا ته.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!