"Apa..." Pekik Mama Selena
"Iya Ma. Seno ingin kami bercerai dan aku sedang hamil sekarang!" kata Hanny, sesegukan di pelukan Selena. "Aku mohon Ma, bilang sama Seno jangan ceraikan aku. Bagaimana dengan anak ini?" pinta Hanny pada Selena.
Selena sangat menyayangi Hanny, karna dia anak dari teman kuliahnya. Tidak dengan papa Seno dia biasa saja, tapi bukan berarti dia membencinya. Selagi Hanny tidak berbuat ulah, dia akan menerima Hanny dan akan selalu percaya dengan keputusan Seno.
"Tenanglah, mama akan bicara dengan Seno. mama tidak akan biarkan Seno menceraikan kamu. Apalagi kamu sedang mengandung anaknya. Tidak! Tidak akan mama biarkan itu terjadi." belah Selena.
"Hanny, katakan apa yang terjadi?" Tiba-tiba Ferdino bertanya pada Hanny.
Ada kecemasan di Hati Hanny, karna dia tau jika Ferdino tak pernah menentang kepusan Seno.
"A-aku tidak tau, Pa! Tiga minggu yang lalu, saat aku kecelakaan, saat itu juga aku dinyatakan hamil dan Seno mulai berubah, Pa!" jelas Hanny.
.
.
.
.
Disebuah butik, Sintia sedang mencoba sebuah dres hitam panjang polos dan haighils warna senada, dengan tinggi lima centimeter. Sementara Seno sedang menunggu di sofa dalam butik dengan memainkan handphonenya.
"Tuan..." panggil Sintia yang baru keluar dari ruang ganti.
Seno bergeming saat melihatnya, terpesona dengan penampilan Sintia, yang nampak elegan.
"Tuan!!" oanggil Sintia, setengah berteriak.
"Ha, iya!"
"Tuan bagaimana? Saya sudah capek. Ini sudah baju kelima yang saya coba." aduh Sintia.
"Ya!!!" Seno sampai kehabisan kata-kata untuk membalas Sintia. "Ok, sudah selesai. Ayo kita pergi." Seno berjalan menuju kasir.
"Hei, mau kemana kamu." Tanya Seno saat melihat Sintia berbalik kearah ruang ganti.
"Ya.. mau ganti baju Tuan." jawab Sintia.
"Buat apa kamu ganti ganti baju, sudah pake yang itu saja."
"Tapi Tuan, inikan belum dibayar."
"Sudah tidak usah di pikirkan, ini juga mau bayar!!"
Sintia hanya ber O saja sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Mba, saya mau bayar baju yang dipakai ini, dan beberapa baju yang di coba tadi." ucap Seno pada wanita yang berdiri di depan meja kasir sambil menyerahkan blackcard miliknya.
"Baik Tuan." Menyambut kartu sakti milik Seno. "Jumlah nya seratus delapan juta tuan." terang si kasir.
"Haa!!" Sintia melotot dan menutup mulut dengan kedua telapak tangannya, kaget dengan jumlah pembayaran yang sangat besar menurutnya, tetapi kecil untuk Seno. 'mahal sekali pakaian disini.' batin Sintia. Pikirannya melayang kemana-mana memikirkan total pembayaran pakaian yang dipakainya, hingga sampai di depan mobil.
"Tuan, apakah sekarang saya boleh pulang?" tanya Sintia.
"Apa, pulang? No..no..no..no... Kamu harus ikut dengan saya." jelas Seno.
"Emangnya, kita mau kemana lagi?"
"Ok, kita ke salon dulu sekarang."
"Untuk apa Tuan?" Seno tak mengubris pertanyaan Sintia.
"Masuk." titah Seno. "Dan berhentilah bertanya."
Sintia segera masuk ke dalam mobil, Seno pun menyusul.
"Kita ke mana tuan?" tanya Tansel.
"Kita ke salon dulu!!" jawab Seno cepat.
"Haa, buat apa Tuan? Apa anda mau cukur rambut?" tanya Tansel, karna tidak biasa tuannya ini pergi ke salon.
"Bukan aku. Tapi mau permak si wanita ini." Sambil menjeling ke arah Sintia.
"Tuan, apa maksud anda?" tanya Sintia kaget, karna harus di permak.
"Iya. Kau ini harus di permak dulu!" jawab Seno.
"Eh, Tuan. Jangan asal ya! Memang Anda pikir saya barang, sampai harus di permak segala!" pekik Sintia dengan kesal kearah Seno.
"Hei, diam. Kamu itu bisa, ngak sih, tidak pakai teriak-teriak!" kesal Seno sambil menggosok-gosok telinganya sendiri.
"Lalu apa maksud, Anda? Mau permak saya," ketus Sintia.
"Karna memang kenyataannya begitu."
"Apa? Jadi, Anda berpikir saya ini barang, yang harus di permak!" kata Sintia yang sudah emosi. "Berhenti, saya turun di sini saja. Cepat hentikan mobilnya." kata Sintia lagi, emosi.
"Tidak, lanjutkan perjalanannya!" titah Seno, pada asistennya.
"Tidak saya mau turun, sekarang!" ketus Sintia.
"No.. Jalan!!!" pinta Seno pada asistennya.
"Dan kamu, diam!" pinta Seno pada Sintia.
Tansel hanya melirik kearah Seno dan Sintia. Dia kesal dengan pertengkaran dua orang tersebut, pasalnya mobil yang dia kendarai menjadi seperti mobil rongsokan yang jalan sedikit berhenti, jalan sedikit berhenti lagi. Padahal mobil yang dikendarainya adalah mobil keluaran terbaru dengan harga yang fantastis, hanya orang dari kalangan seperti tuannya yang mampu membeli mobil seperti itu.
"Kenapa? Kenapa saya harus diam? Dengar ya Tuan saya tau, Anda adalah bos saya, tapi saya tidak mau Anda semena-mena terhadap saya." ketus Sintia.
"Apa? Kamu bilang saya semena-mena!" tanya Seno dengan suara meninggi.
"Iya. Anda semena-mena!" ketus Sintia tanpa rasa takut. "Berhenti sekarang juga!" pinta Sintia kepada asisten Tansel.
"Jalan!!"
"Berhenti/jalan!!" pekik Sintia dan Seno bersamaan.
Tit.......tit.................tit..
"Stop!!!" Teriak Tansel dengan dada naik turun karna emosi. (Sabar... sabar ya babang cel. othor cantik ngak maksud buat babang cel esmosi. Tapi emang tuh dua orang di belakang bikin esmosi sih😅😅)
"Haaa!" Seno dan Sintia kaget dengan suara Tansel yang menggema di dalam mobil. Mereka terperanga dengan kelakuan Tansel. Bisa-bisanya dia berteriak pada tuannya.
Tansel mengacak rambutnya kesal.
"Se...l, kamu baik-baik saja?" yanya Seno sedikit gugup. Dia pikir ada apa dengan asistennya yang tiba-tiba teriak, 'kesurupankah?' Seno sampai bergidik ngeri dengan batinya. (ah, dasar babang Seno ngak peka. Orang lagi esmosi dikira kesurupan😂)
Tansel berbalik menghadap Seno dan Sintia (gayanya pikir sendiri-sendiri ya... othor juga juga bingung😅) "Bisa ngak sih. Kalian tidak berargumen di dalam mobil? Kasihanilah saya yang menjadi sopir. Kalian tahu? Saya itu sedang mengendarai mobil keluaran terbaru! TER-BA-RU dengan harga yang sangat woow.... Trus kalian seenaknya suruh jalan, berhenti, jalan lagi, berhenti lagi, kayak mobil rongsokan saja. Apa kata orang kalau melihat kejadian ini? Bisa di lempar korek api saya, disuruh bakar ini mobil dikira mobil KW-KW'an. Malu-maluin aja!" ucap Tansel pada Seno dan Sintia dengan emosi dan raut wajah yang tak bisa digambarkan lagi. (owalah babang cel, ta' kira kenapa. Ternyata takut di kasih korek api toh🤣🤣🤣)
Setelah meluapkan segala emosinya pada Sintia dan Seno, dia langsung berbalik mengatur duduknya dan melonggarkan sedikit dasinya. Sementara Sintia dan Seno hanya diam bengong saja, menatap Tansel yang sedari tadi bicara dengan meluap-luap,
. Seperti seorang ayah yang sedang dimarahi anak-anaknya. ( haha... othor senyum-swnyum sendiri, dikira gila🤣🤣)
Tansel menyalakan mesin mobilnya. "Sekarang tujuannya kemana?" Tanya Tansel
Seno dan Sintia saling pandang. "Ke Salon/Pulang." jawab mereka bersama-sama.
"He..eg!!" Tansel kesal.
"Ke Salon," imbuh Seno kembali. Sintia diam mengikuti saja apa kata Seno.
Tansel menjalankan mobil kearah Salon yang dituju. Tiba-tiba saja ponsel yang berada di sakunya, bergetar.
dreeet...dreeet...dreeet....
Seno melihat handphonnya tertera 'my mother', Seno menggeser tombol hijau dilayar kaca handphon tersebut.
"Halo Ma..."
.
.
.
.
By... By...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Tha Ardiansyah
Lo aja begi Tansel, ngapain dengerin kata orang, yang bosnya kan Seno, mau Lo di pecat
2022-06-12
0