Dia Suamiku & Dudamu
Disebuah lorong lantai 11 perusahaan Nugraha group, seorang wanita sedang mengempel lantai sambil bernyanyi.
Iwak peyek, iwak peyek nasi jagung,
sampe tuek, sampe nenek,
trio macan tetap disanjung.
Iwak peyek, iwak peyek nasi gule,
sampe tuek, sampe nenek,
trio macan tetep ok...
Sementara itu dua orang laki-laki sedang berjalan dengan terburu-buru.
"Jam berapa miting akan dimulai?" tanya Seno pada asistennya. Ya.., dia Seno Nugraha(29), CEO perusahaan Nugraha Group.
"15 menit lagi Tuan," jawab Tansel, asisten Seno.
"Ok. Masih ada waktu buat ngop... Awwk!!!"
Bruaak...
"Tuan! Anda baik-baik saja?" tanya Tansel, saat Seno terjatuh di lantai yang baru saja selesai di pel.
Tansel membantu Seno berdiri.
"Aw...aw...aww!! Kurasa tulang b*kongku remuk," aduh Seno, lalu berdiri sambil meremat b*kongnya yang sakit.
Sintia Tanesja(20), gadis yang sedang mengepel itu pun kaget, saat melihat bos besar di sebelahnya sedang di lantai dengan terduduk.
"Kau!" bentak Seno pada Sintia.
"Tuan, miting akan segera di mulai," Selah cepat Tansel.
"Kau! Membelanya?" Seno mengerutkan dahinya.
"Ma-maaf Tuan, saya hanya mengingatkan."
"Buat jadwal baru untuk miting, aku ngak mau pergi dengan keadaan begini." Seno mengalihkan pandanganya.
"Dan kau, akan mendapat hukumanmu!" ujar Seno pada sintia dengan tatapan tajamnya.
Mereka kembali berjalan kearah ruangan Seno, dengan Seno yang berjalan sedikit membukuk sambil memegang b*kongnya
"Haha...ha...ha..." Sintia tertawa saat melihat gaya berjalan Seno.
"Dasar cewek si-Alan!" Umpat Seno yang mendengar tawanya.
"Alan siapa Tuan?" Tanya Tansel tak mengerti.
"Bod*h..!" Kesal Seno karna si asistennya tak mengerti.
Seno dan Tansel masuk dan duduk di sofa.
"Tuan, apa sebaiknya aku panggilkan dokter saja?" tanya Tansel sedikit khawatir dengan keadaan Seno.
"Tidak perlu! Sekarang kau ke HRD ambil berkas wanita tadi!" titah Seno.
"Tuan, apa kau akan memecatnya?"
"Tidak ada urusannya denganmu!" bentak Seno.
"Maaf Tuan. Akan segera saya ambilkan." Tansel berjalan ke arah pintu keluar.
*
Di pantri Sintia sedang duduk dengan temannya sesama OG. "Eh Tia, trus gimana sih kejadiannya sampe lo kena marah sama 'ntuh bos tuan?" tanya Tina, teman Sintia.
"Yah... gimana? Orang bukan gue yang salah, tuh orangnya yang emang dasar g*blok. Udah tau lantai lagi di pel, eh... Jalan seenak jidatnya. Jatohkan!" jawab Sintia dengan gaya bicaranya.
"Yah... Elu kagak takut gitu kalau sampe di omelin? Loe tau ngak, itu tuh bos besar di perusahaan ini, dia itu CEO kita, mana tampan lagi, kan kasian jatoh pasti sakitnya 'ntuh disini." ucap Tina sambil menunjuk dadanya lebay.
"Eh, o'on! Yang jatuh tuh, yang nyium lantai itu b*kongnya bukan hatinya yang muntah!" Kesal Sintia sambil menimpuknya dengan handuk kecil di bahunya.
"Eh... kirain. 'Kan malu tuh, kalo dilihat orang."
"Hahaha.....ha....ha...." tiba-tiba Sintia tergelak tawa sampai terbahak-bahak.
"He.., napa lue? Sambet ya...." Tina bergidik ngeri karna Sintia tiba-tiba tertawa.
"Enak aja.., iman gue kuat kali! Setan jauh-jauh mah gue! Ngak berani deketnya. Kalo tuh setan berani berani deket-deket, gue timpuk pake ayat kursi. Suara guekan merdu." bangga Sintia
"Lah.. Trus lue kenapa ketawa sendiri? Kaya orang kesurupan aja."
"Gue tuh ingat kejadian tadi, haha...ha..." jawab Sintia sambil tertawa.
"Nah tuh kan, ketawa lagi. Trus kenapa lue ketawa kayak orang kerasukan gitu?" tanya Tina penasaran.
"Hahaha... okok. Gue ngomong, Lue tau kagak?" Sintia mulai bercerita.
"Kagak," potong Tina.
"Makannya degerin, jangan main potong aja," kesal Sintia. "Lue tau, gue ketawa itu gara-gara ingat gaya berjalannya tuh orang. Pas tadi gue lihat dia berjalan, gue langsung terbahak. Lue tau gaya berjalannya gini-gini, haha....haha..." lanjut Sintia Sambil mempraktekkan gaya berjalan Seno tadi.
"Haha....ha...ha...." Tina ikut tertawa gara-gara melihat gaya Sintia yang begitu lucu saat memperagakan gaya berjalannya.
Disela tawa mereka seorang pria sedang memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Tanpa mereka sadari dia memperhatikan tingkah mereka sambil senyum-senyum sendiri karna menganggap mereka konyol, tapi tak bisa di pungkiri saat dia mengingat kejadian itu memang sangat lucu juga untuknya. Ya... dia Tansel yang sedari tadi memperhatikan mereka mengobrol.
"Ehem-ehem...." Tansel berdehem untuk mengalikan perhatian mereka.
Sintia dan Tina kaget saat melihat Tansel bersandar di pintu dan sedang memperhatikan mereka, dengan gaya sintia yg masih memegang bokong saat memperagakan gaya Seno tadi, dan Tina langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.
'Wuah, apa malaikat turun ke bumi.' batin Tina, Sambil mengedip-ngedipkan matanya terpana dengan ketampanan Tansel yang bak Oppa-oppa korea menurutnya.
Sedangkan Sintia langsung memposisikan dirinya dengan baik
'Mampus gue.' batin Sintia.
"Maaf Tuan. Apa Anda perlu sesuatu?" tanya Sintia dengan perasaan was-was, takut kalau Tansel mendengar pembicaraan mereka.
"Kau Sintiakan?"
"I-iya Tuan." jawab Sintia kalud.
"Kau keruangan Bos, sekarang." jawab Tansel tanpa basa-basi.
"B-baik Tuan." jawabnya dengan terbata.
"Tamatlah riwayat gue... huhuhu...' batin Sintia menangis, takut kalau sampai di pecat.
"Dan kau.." Tansel bicara menghadap ke arah Tina
"Ya... Tuan" Tina mengangkat kepala melihat Tansel tanpa berkedip 'ya alloh... ngak kuat. boleh ngak sih gue karungin trus dibawah pulang' batin Tina.
"Buatkan kopi, antar keruangan saya."
Tina masih bergeming menatap Tansel dengan bangga. "Awwwk!" aduh tina saat keningnya di sentil oleh Tansel.
"Woy! Denger nggak sih?" kesal Tansel pada Tina.
"Baiklah." Jawab Tina langsung mengambil gelas untuk menyeduh kopi. Saat Tansel berbalik ingin keruangannya. "Eh tuan, jangan galak-galak ntar tumbuh keriput loh!" kata Tina pada Tansel tanpa rasa takut.
"Apa kamu bilang?" Tanya Tansel yang sebenarnya mendengar ucapan Tina.
"Eh, enggak Tuan. Saya bilang nanti saya antarkan kopinya." Alasan Tina.
Tanpa peduli Tansel kembali berjalan menuju keruangannya. Di perjalanan ia terus memikirkan kata-kata Tina. "Emang keriput bisa tumbuh? Setahuku yang tumbuh itu jerawat bukan keriput.' Batin Tansel bertanya pada diri sendiri. "Dasar memang cewek-cewek si-Alan! Semuanya nggak beres!" umpat Tansel.
"Kok gue jadi ikut-ikutan si Tuan Bos, ah dasar lama-lama gue bisa gila. Akh!" Tansel kesal sambil mengacak-acak rambut sendiri.
Sementara Sintia berjalan menuju ruangan Seno sang tuan besar. Jarak antara pantri dan ruangan Seno sekitar 60 meter, tapi Sintia sangat lama untuk mencapai ruangan itu, sambil memikirkan apa yang akan terjadi padanya.
'kira-kira gue di pecat ngak ya...?
atau gue disuruh bayar biaya pengobatannya!!
Huhu...hu... abis dong gaji gue, mana belum bayar kontrakan lagi, bisa tinggal kolong jembatan gue... huwaw..... abis deh gue,' aduh batin Sintia. Tak terasa dia sudah sampai di depan pintu.
Tok...tok...tok...tok...
.
.
.
Selamat membaca🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nafilah Khairunnisa
... l
2022-06-12
1