Tepat hari ini keberangkatan Dena akhirnya tiba. Sepanjang perjalanan menuju bandara gadis itu tampak murung. Ia tidak rela berpisah dengan Papanya.
"Sayangnya Papa, jangan sedih gitu. Kan cuma sebentar abis itu pulang lagi ke sini." ucap Wira.
"Papa gak takut Dena tinggal?" tanya Dena yang kini sudah pasrah ia mau dikirimkan ke kampung halaman Kakeknya.
"Kenapa harus takut? Di sini banyak yang jagain Papa. Tuh! Ada pak supir dan beberapa bodyguard dan pengawal Papa." jawab Wira menyombongkan diri.
"Tuh! Papa sendiri sombong. Gak boleh gitu, Papa."
"Iya, Sayang, iya. Papa becanda doang kok." balas Wira.
"Papa ulang ya? Kenapa Papa harus takut kalau Dena ninggalin Papa?" tanya Wira ulang.
"Papa gak takut nanti ditempelin lintah bulu?"
"Haa? Lintah bulu? Apa itu, Sayang?" tanya Wira terkaget.
"Iya, itu si cewek-cewek yang deketin Papa. Mereka kan lintah bulu."
"Kenapa harus lintah bulu? Papa kira ulat bulu yang gatal-gatal itu."
"Iya, Pa. Ini tuh udah aku kombinasikan. Lintah kan suka nempel, kalau udah nempel tuh susah lepas. Nah kalau ulat bulu yang gatal itu kan bulu-bulunya. Jadi lintah bulu. Yang suka nempel sama kegatelan. Bener kan, Papa?"
Wira hanya tersenyuk kikuk sambil menggaruk kepalanya tidak gatal. "Gitu ya? Papa kok baru tau sih ada hewan semacam itu."
"Papa sih kerjaannya kerja terus. Jadinya kan kurang update." ejek Dena.
"Papa kerja kan buat kamu. Tuh! Liat. Jajan kamu aja udah kayak beli sepatu."
"Eh! Enggak ya, Pa. Nggak gitu konsepnya. Uang Papa tuh uang aku juga. Ngerti gak, Pa?"
Wira tersenyum kikuk. Yang ia tahu hanya kata-kata "uang suami uang istri juga"
Sang supir yang mengemudi hanya menahan tawa karena mendengar obrolan majikannya itu.
Setelah moment drama tadi, sini mereka dilanda moment mengharukan. Dena memeluk erat tubuh sang Papa. Rasanya tidak rela berpisah dengan Papanya. Beda dengan Wira. Pria yang masih berusia 38 itu juga berat melepaskan kepergian anak satu-satunya. Meski hanya sementara tapi rasanya begitu kentara.
"Jaga diri kamu baik-baik di sana ya? Nanti kalau ada apa-apa cepat kabari Papa." ujar Wira mendaratkan ciuman bertubi-tubi di kening dan pipinya.
"Papa juga jaga diri. Jangan lupa nanti telfon aku ya, Pa."
"Iya, pasti Papa telfon kamu kok."
"Gih! Pesawatnya udah mau lepas landas." ujar Wira.
"Bye, Papaku sayang."
"Dahhh, Sayangnya Papa." keduanya saling berdadah tangan.
Pesawat yang Dena tumpangi kini sudah lepas landas. Jarak antara kota Jakarta menuju pulau Kalimantan hanya memerlukan waktu sekitar 1 jam 40 menit. Lalu dari bandara menuju rumah Kakeknya harus menaiki taksi memakan waktu kurang lebih sekitar 5 jam.
Kini Dena telah sampai, ia berdiri tepat di depan rumah sederhana yang sangat ia kenali. Belum juga mengetuk pintu rumah, tiba-tiba pintu itu langsung terbuka. Dena tersenyum melihat pria paruh baya yaitu Kakeknya membukakan pintu untuknya.
"Cucu Kakek..." Dena melepaskan pegangannya dari kopernya lalu mendekati sang Kakek, memeluknya erat.
"Kakek apa kabar, Kek?" tanya Dena yang kini masih berada di dalam dekapan Kakeknya.
"Kabar Kakek baik, Cu. Kamu gimana? Sudah gede ya, cantik pula." puji Kakek membuat Dena tersenyum.
"Kakek juga tidak kalah tampan."
"Masa sih, Cu? Perasaan Kakek makin tua aja. Nih liat! Gigi Kakek aja terisa berapa biji."
"Hahahaa... mana ada gigi berbiji, Kek. Kakek nih ada-ada aja." celetuk Dena sambil tertawa.
"Eh! Eh. Masuk dulu. Sini! Kakek bawakan kopernya." ujar Kakek menyambar koper Dena.
"Gak usah, Kek. Biar Dena aja. Kakek udah tua takut nanti pinggangnya encok." canda Dena langsung mendapat timpukan di bokongnya.
"Aduhh! Kakek, cucu baru datang masa udah ditimpuk sih." rengek Dena.
"Kamu itu ya! Tidak berubah sama sekali. Dan Kakek menyukai itu... hahahaa..."
"Ayo, sini! Kakek antar kamu ke kamar kosong. Kemarin sudah Kakek bersihkan mengingat kamu mau datang."
"Kakek sering olahraga ya? Perasaan tubuh Kakek makin bugar deh. Kalah nih akunya yang masih muda."
"Makanya sering olahraga, Cu. Mentang-mentang orang kota tapi malas olahraga." ledek Kakek.
"Lahh... aslinya juga orang kampung, Kek." balas Dena tertawa. Benar juga. Papanya berasal dari kampung sedangkan Mamanya dulu juga berasal dari kampung sebelah cuman beda kecamatan saja. Lalu Papa dan Mamanya menikah, merantau ke luar kota dan berakhir dengan sukses.
"Istirahat dulu ya, Cu. Kamu pasti capek naik pesawat."
"Naik pesawat mah nggak capek, Kek. Yang capek itu naik taksi. Pinggangku pegel nih." adu Dena.
"Masih muda tapi pinggangnya udah encok. Nanti deh Kakek panggilin tukang pijit biar badan kamu enakan. Istirahat dulu ya? Kakek mau ke warung sebentar."
"Iya, Kek."
Dena tertidur. Gadis itu bangun tepat pada pukul lima sore. Lalu mengemaskan barang-barangnya, meletakkannya ke dalam lemari kayu.
"Cucu Kakek. Udah bangun belum nih?" tanya Kakek dari luar sana.
"Udah, Kek. Nih aku mau mandi." jawab Dena kemudian mengambil handuk di dalam kopernya lalu membawa baju ganti sekalian, keluar kamar menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur.
Tidak lama kemudian Dena keluar, gadis itu sudah memakai pakaian lengkapnya. Kepala masih terbungkus dengan handuk karena tadi ia keramas.
"Kamu lapar nggak? Kan habis pejalanan jauh. Mau Kakek masakin apa?" tanya Kakek yang saat itu baru masuk dari pintu belakang sambil membawa keranjang rotan berukuran kecil.
"Kakek abis dari mana? Bawa apa tuh?" tanya Dena kepo lalu mendekati sang Kakek.
"Kakek abis dari kebun. Nih, bawa sayur." Kakek menunjukkan isi keranjangnya.
"Wuih! Ini apa, Kek. Wortel ya? Tapi, kok warnanya putih. Perasaan Dena wortel itu warnanya jingga deh." celetuk Dena yang begitu penasaran langsung mengambil sayur itu. Membolak-balikkannya saking penasarannya.
"Ini namanya lobak. Eh! Eh, jangan dimakan, Cu!" Kakek langsung merebut lobak di tangan Dena karena gadis itu hampir memakannya.
"Ish! Kenapa, Kek? Dena tuh penasaran gimana rasanya."
"Jangan dimakan, Cu. Ini gak enak kalau dimakan mentah, beda lagi dengan wortel yang dimakan mentah tuh enak." jelas Kakek.
"Yahh... Dena kira, Kek." balas Dena murung.
"Mending kamu bantuin Kakek masak yuk! Sekalian belajar nanti jadi istri yang baik buat suaminya."
"Kakek! Jangan bahas istri-istrian, Dena gak suka." ujar Dena merengut.
Kakek hanya terkikik pelan. Hobi tersendiri baginya kalau sudah membuat cucu satu-satunya itu kesal.
"Nih! Bantu Kakek motongin bawangnya." Kakek meletakkan bawang merah dan bawang putih di atas talenan yang terbuat dari kayu, meletakkan pisau juga di sampingnya.
"Bawang, Kek?" Dena meringis. Gadis itu memang kurang ahli dalam urusan masak-memasak.
"Iya, bawang. Jangan bilang kalau cucu Kakek ini gak tau cara motong bawang?"
Dena hanya tersenyum menyengir. Menatap sang Kakek dengan raut wajah polosnya.
"Ampun, Cu, Cu. Umur kamu udah 16 tahun gitu masa gak tau sih. Kalah nih sama Kakek yang udah tua." ledek Kakek.
"Ya, mau gimana lagi, Kek. Namanya juga gak tau ya mau digimanain lagi?"
"Nih ya! Kakek ajarin kamu. Besok-besok udah harus pandai ya." Kakek dengan telaten mengajari Dena caranya memotong bawang dengan benar. Rupanya Dena begitu cepat tanggap. Walau hasil potongannya tidak teratur tapi tidak apa lah.
"Nah! Gitu caranya. Sekarang bantu Kakek motongin lobaknya trus ini kentangnya juga sekalian."
"Kulitnya dikupas dulu. Tipis-tipis aja ngupasnya."
"Gini ya, Kek?" ujar Dena memperagakan.
Kakek hanya mengangguk sambil memperhatikan sang cucu yang berkutat di dapur.
Malam pun menyapa, Dena dan sang Kakek sudah selesai makan hasil dari memasaknya tadi. Sekarang Dena dan Kakek sedang duduk di teras luar.
Angin malam yang menyapa membuat Dena mengeratkan selimut di tubuhnya. Memang menggelikan melihat Dena yang memakai selimut di teras luar.
"Besok Kakek ajak keliling desa mau?" tawar Kakek.
"Terserah Kakek aja. Dena ngikut." jawab Dena.
"Yaudah, masuk gih! Udah malam waktunya istirahat. Besok bangun pagi-pagi jangan lupa." titah Kakek.
"Dena masuk dulu ya, Kek? Kakek juga masuk, tidur. Jangan kelamaan di luar, dingin, Kek." ujar Dena lalu bangkit dari duduknya, masuk ke dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
azril arviansyah
penasaran nih
2022-07-17
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
dena belajar masak bareng kakek? mmm ternyata kakek pinter masak..
2022-06-18
1
𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe
Bener sih wortel langsung di makan gitu lebih enak dan menyusul menyehatkan
2022-06-18
1