...Kisah Ku...
Bukankah aku laki laki yang dibesarkan oleh dinding ibuku? Lalu, mengapa aku berpaling daripadanya? Mengapa aku kenakan topeng itu, hanya untuk melihat ia tersenyum? Aku sudah menjadi lelaki yang lain. Lelaki yang bukan kanak-kanak yang ia besarkan dulu. Ada banyak topeng yang kini aku kenakan. Salah satunya adalah kesendirian, yang lain adalah amarah.
Aku tahu, aku telah membuatnya bersedih. Dinding itu telah lama menjelma jadi sebatang pohon dengan kulit yang renta, mengelupas di banyak tempat. Rantingnya mulai merapuh dan daun daunnya yang gugur, berserakan di mana mana. Ia bukan lagi pohon yang dulu biasa aku panjat. Bukan, ia tidak sedang menjadi pohon yang lain. Melainkan diriku. Akulah yang kini berubah. Seperti langit biru yang mendadak kelam. Seperti mendung yang menaungi hati yang tak hentinya menangis.
Apakah untuk menjadi seorang lelaki, aku harus mengorbankan perasaan perasaanku sendiri? Apakah untuk menjadi seorang lelaki aku harus meninggalkan masa kecilku hanya untuk mendengarkan suara suara orang lain; hardikan, umpatan, cemoohan dan teguran teguran yang seringkali menyakitkan hati.
ooOoo
Ku buka sedikit demi sedikit mataku yang masih terasa sangat berat untuk ku buka, rasa kantuk yang begitu membuat selimut enggan meninggalkanku. Terdengar sayup-sayup kumandang adzan subuh yang membuatku harus bangun,
"Ecca! Ayo bangurn ... kita subuhan..." suara yang khas terdengar, ya begitulah cara ayah membangunkanku.
"ya"
Dengan nada lirih aku menjawab dan berjalan dengan lesu menahan kantuk. Segera ku ambil air wudzu, ku sentuh air wudzu dengan membaca ayat-ayat niat untuk berwudzu, ku basuh muka yang terasa segar dan menghilangkan rasa kantukku.
Jam 06.30 yang artinya aku harus segera berangkat ke kampus untuk masuk jam pertama yang paling menyebalkan, karena harus berangkat pagi artinya aku harus berdesak-desakkan di bus.
Ya, bus. Walaupun jika dilihat dari segi materi alhamdulillah aku tidak kekurangan. Seringkali orang tua menginginkan untuk mengantar bahkan membelikan kendaraan pribadi untuk keperluanku, tapi sering kali juga aku tolak dengan alasan yang simpel karena takut jika aku punya kendaraan sendiri pasti aku akan jarang ada dirumah karena sibuk menjelajah.
Dan alasan kedua aku paling anti untuk di antar ke kampus because mereka mengantar pake mobil yang paling membuatku tak mau teman-temanku tau, karena aku nggak mau mereka berteman denganku karna aku ini anak siapa, berpangkat apa.
Yang aku mau mereka tulus berteman denganku karena pribadiku dan tulus itu yang paling penting. Yapz dan dugaanku benar ku setop bus dan aku dapat posisi yang paling mengerikan tepat berada di ambang pintu karna sesak dengan penumpang, maklum jam sepagi ini waktunya orang beraktifitas berangkat kerja, sekolah , ngampus sepertiku, dl.
Langit tahu segalanya, tentang rindu yang meraung minta makan. Tentang kepulan dusta dari sela-sela bibir, diantara dentuman musik keras dipojok ruangan, mengenai petikan rasa di gerbong yang berkarat.
Awan gelap tersenyum getir, sebongkah pamit menangis pilu, tatkala menghantam hati tak berdosa, begitu kelam, begitu banyak salah paham, nanti apalagi?.
Ku pandangi langit, serdadu di logika mulai meradang, menuntut agar bahagia di kembalikan. Dalam kericuhan yang amat mendalam, jalan mana yang akan dipilih, bertahan atau melepaskan?.
Kalau saja aku mampu sudah aku kejar langkahmu agar kita berjalan berdampingan. Kalau saja aku mampu, sudah ku hiasi hari-hari mu dengan penuh senyuman. Kalau saja aku mampu, sudah ku pastikan aku pantas untuk kau sandingkan.
Kalau saja aku mampu, sudah aku balikkan waktu agar saat itu tak jadi mengenalmu. Kalau saja aku mampu, sudah ku arungi hariku tanpa harus memikirkan mu. Kalau saja aku mampu, sudah ku tarik jiwaku yang ingin berada di sebelah mu. Kalau saja aku mampu, sudah ku minta hatiku untuk berhenti merasakan mu.
Dengan supir bus yang ugal-ugalan yang saling kejar mengejar bus lain untuk saingan setoran, banyak celotehan yang keluar dari mulut penumpang bus, ati-ati to pak-pak...wong bawa manusia banyak yang punya nyawa" suara îbu-ibu yang sudah lansia.
"ojo oyak-oyaan to pir-pir, alon-alon wong rejeki yo wes ono seng ngator(jangan kejar-kejaran donk supir, pelan-pelan rejeki sudah ada yang mengaturnya)" suara penumpang lain.
Aku hanya terdiam dengan seerat mungkin berpegangan dengan wajah yang tegang dengan terus terucap di dalam hatiku "ya Allah mudahkan dan lindungi aku".
Akhirnya aku sampai dengan selamat di kampus. Kampus masih sepi karna memang masih terlalu pagi, hanya ada beberapa kendaraan yang sudah terparkir dan beberapa orang yang mondar mandir di kampus.
Sambil menikmati suasana pagi dan kampus yang masih sepi belum terkotori dengan polusi, aku berjalan perlahan menuju kelas yang berada di lantai dua kampusku dan itu kelas favoritku karena di sana aku bisa melihat pemandangan hijau desa-desa dan di laut yang indah, ya karna kampusku berada di dataran tinggi dan daerahnya dekat dengan daerah pesisir.
Ku pandangi sekeliling yang begitu indah dengan kesejukan angin pagi yang menembus masuk sampai ketulang-tulang ku. Dalam hati aku bicara subhanallah, maha besar allah yang begitu hebat dan baik hati menciptakan begitu indah alam ciptaannya ini khusus untuk hamba- hambanya".
"Eccaaaaa!"
Suara yang mengejutkanku, ya suara dua teman dekatku Devi dan Deva. Si kembar siam beda bapak beda ibu. Dijuluki kembar cuma karna kesamaan nama mereka yang di awali dengan huruf " D" dan di tengah huruf "V". Punya hoby yang sama suka Gosip dan Kepo dengan urusan orang lain, termasuk tentang aku. Kecuali satu yang membedakan mereka, yaitu postur tubuh mereka. Kalo Devi tinggi dan ramping, samalah kaya aku bobot badannya juga sama. Tapi kalo Deva paling gendut diantara kami, secara hobynya makan nggak bisa diatur.
"pagi-pagi udah ngalamun, mending kantin yuk.... laper ni belum sarapan" kata Devi dengan logat khas jawanya masih kentel.
Dasar si Vi jam segini kantin belum buka kalik, lagian benar lagi paling dosen masuk... ntar aja deh abis jam ini" ucap Deva yang sama dengan fikiranku.
Waktu berjalan, kampus mulai ramai dan kelas-kelas mulai terisi diskusi-diskusi dosen yang cukup membuat beberapa orang merasa tegang bahkan mengantuk. Setelah jam kuliah pertama selesai, aku Devi dan Deva keluar dan menuruti kemauan Devi yang tertunda tadi pagi untuk makan.
"aku duduk di sini... kalian pesen makan dulu, aku udah makan...minum aja ya teh anget"
Perasaanku yang tak karuan..
ooOoo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments