Dering ponsel Safira berbunyi untuk yang kesekian kalinya, membuatnya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya berdecak. Safira mengangkat panggilan dengan setengah hati.
"Ada apa lagi Alice? Sudah kubilang jangan menggangguku, aku sedang sibuk." cetusnya.
Terdengar celotehan Alice di sebrang sana, membuat kembali berdecak.
"Pertemukan aku dengan bajingan itu, agar aku tidak marah lagi padamu. Tidak apa-apa jika kau tidak mau, tapi jangan harap aku akan datang ke pernikahanmu." setelah mengatakan hal itu, Safira memutus panggilan.
Wanita itu menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir akan kebodohan sahabatnya tersebut. Entah apa isi otak cerdas yang selalu memenangkan olimpiade sains saat mereka sekolah dulu. Sudah jelas-jelas calon suaminya hanya memanfaatkan dirinya, tapi Alice masih bersikeras melanjutkan pernikahan.
Bukan Safira ingin ikut campur, namun dia dan Alice bukanlah sahabat biasa. Mereka begitu dekat layaknya saudara. Tentu, jika Alice sedih, dia juga akan ikut sedih.
Lain halnya dengan Safira kesal, Alice kini tengah menikmati waktunya bersama seorang laki-laki yang merupakan calon suaminya.
"Ada apa?" tanya pria itu saat melihat wajah Alice berbeda setelah bicara dengan sahabatnya. "Sahabatmu terdengar marah?"
Alice menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Safira memang seperti itu, sangat cerewet." ucap Alice.
Pria itu mengangguk, lalu mengusap sudut bibir Alice dari sisa saos yang menempel di sana.
"Sepertinya kalian sangat menyayangi satu sama lain."
Alice mengangguk antusias, "Tentu saja. Kami bersahabat sejak masih kecil, dan kami sudah seperti keluarga."
Wajah Alice tiba-tiba murung saat teringat nasib Safira saat ini.
"Tapi saat ini, aku sangat kasihan pada Safira." lirihnya, membuat pria itu mengangkat alisnya, cukup ingin tahu.
"Beberapa waktu lalu dia mengalami musibah. Dia diperkosa oleh laki-laki asing yang menculiknya bersama Kakak perempuannya. Safira sangat terpuruk, untuk yang pertama kalinya dia datang menangis, meraung padaku."
Alice menatap wajah calon suaminya tersebut dengan intens, "Dan asal kau tau Dave, sekarang Safira sedang mengandung."
Tidak tahu mengapa, wajah pria yang dipanggil Dave itu tiba-tiba saja pucat. Cerita Alice mengingatkannya akan sesuatu yang pernah dilakukannya pada seseorang.
"Kenapa Dave?" tanya Alice karena menyadari keanehan dari ekspresinya.
Pria itu secepatnya menggeleng, "Tidak. Aku hanya turut prihatin pada Safira."
Alice mengangguk, "Kau benar. Tapi meski sudah mengalami musibah seperti ini, Safira sama sekali tidak mau dikasihani. Dia sangat kuat, dan pintar menyembunyikan perasaannya."
Entah mengapa, Dave menjadi sangat penasaran akan siapa Safira sebenarnya. "Bagaimana keluarganya, apakah mereka..."
Sebelum Dave menyelesaikan pertanyaannya, Alice lebih dulu menyela. "Safira pergi dari rumahnya setelah mengetahui kehamilannya. Dia tidak ingin ada yang tau kehamilannya yang di luar pernikahan agar keluarganya tidak menanggung malu. Makanya dia jauh-jauh dari Jerman ke Spanyol agar kakak laki-lakinya tidak menemukannya."
"Spanyol?" Dave hampir tidak bisa mengendalikan dirinya. Manik birunya menatap Alice sangat intens, bukan karena kecantikan gadis itu, melainkan cerita yang baru saja terucap dari bibir wanita itu.
Alice mengangguk, tidak menyadari sesuatu yang berbeda dari calon suaminya tersebut.
"Iya, Safira dan keluarganya tinggal di Jerman. Keluarganya adalah keluarga terpandang di sana." Alice menatapnya lagi, "Aku dengar dari Daddy, kau pergi ke Jerman beberapa waktu lalu. Kurasa kau pernah bertemu dengan Kakak atau Ayahnya Safira?"
Dave bungkam, sementara jantungnya berdetak tidak karuan.
"Alice..." panggil Dave dengan ragu. Dia ingin memastikan sesuatu, tapi dirinya takut akan kebenaran yang akan terkuak. "Siapa nama keluarganya?"
"Pramana, Derri Pramana. Jika kau tinggal di Jerman bagian selatan, kau pasti mengenalnya, karena keluarga itu sangat terkenal di sana." tutur Alice.
Dan Dave semakin bungkam, hampir tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
"Bagaimana, kau pernah bertemu dengan Kakaknya atau ayahnya?"
"Tidak!" tanpa sengaja, suara Dave meninggi, membuat Alice terkejut.
Dave menyadari kesalahannya, "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud. Aku... aku belum pernah ke kota itu selama di Jerman dan aku tidak pernah bertemu mereka." tutur Dave dengan lembut.
Alice tersenyum kecil membuat Dave menguap kepalanya. "Aku tidak bermaksud membentakmu. Maaf."
"Never mind, I'm ok."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
ana Imaa
tuuuh kaann,, awas loh dave😠😠😠
2022-07-06
0
Lilis_nasiha
jangan2 si dave tuh yg buntingin safira
2022-05-20
2