005
Debaran Aneh
Debaran ini bukan tanda cinta 'kan?
....
Bel tanda masuk sudah berbunyi semenjak 15 menit yang lalu. Namun Aleta belum juga memasuki kelas. Padahal biasanya anak itu tidak pernah terlambat, bahkan ia orang pertama yang duduk di kelas jika Raina berangkat sekolah.
Raina duduk dengan gelisah sambil sesekali melirik bangku sebelahnya. Aleta teman sebangku selama satu tahun lebih selama ia sekolah di sini tidak pernah menyentuh kata terlambat, tapi hari ini kenapa anak itu berbeda? Padahal Pak Markus sudah datang sejak 10 menit yang lalu dan kini beliau asik menjelaskan tentang proses peredaran darah.
Tok tok tok
Bunyi ketukan pintu berhasil membuat Pak Markus menghentikan kegiatan mengajarnya. Ditatapnya dengan garang orang yang berani mengganggu aktivitas belajar mengajarnya itu.
"Kenapa telat?"
Ets ... Pak Markus bertanya bukan dengan nada galak ya. Justru beliau bertanya dengan nada datar dengan tatapan tajam yang membuat semua siswa mau tak mau bergidik ngeri.
"Aa ... Ma-maaf, pak. Saya tadi ada urusan OSIS sebentar," jawab Aleta dengan sedikit gugup karena cewek itu murid teladan yang dituntut berani dan tegas saat berbicara dengan siapapun itu dengan catatan, bahasanya sopan.
"Ya sudah cepat duduk," kata Pak Markus kemudian melanjutkan pembahasan.
Aleta berjalan pelan dengan memegang tali tasnya diiringi tatapan heran beberapa teman kelasnya. Sementara Aleta hanya mampu mengumpat pelan karena ulah Elvan dirinya harus terlambat.
"Tumben. Lo kenapa?" tanya Raina dengan tatapan menyelidik.
Aleta tetap diam, kemudian mendudukan pantatnya ke kursi kebanggaannya.
"Anu ... Gue 'kan tadi udah bilang, ada urusan bentar," jawab Aleta dengan sedikit ragu dan juga pipi yang kembali memerah mengingat kejadian tadi.
"Urusan OSIS apa pagi-pagi begini?"
"Bukan apa-apa," kata Aleta pelan sambil mengeluarkan buku pelajarannya.
Raina hanya mendengus pelan karena Aleta hari ini begitu berbeda. Aleta yang biasanya bercerita tanpa ditanya dan akan berhenti mengoceh jika guru memasuki kelas.
....
Elvan berjalan dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana. Cowok itu berjalan sambil tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi.
"Napa lo?" tanya Elvan setelah menghentikan motornya di depan halte bus.
Cewek itu hanya menaikkan alis bingung. Sepertinya ia malas berurusan dengan Elvan.
"Lo ngapain di situ?" tanya Elvan sekali lagi kemudian melepas helm full face-nya.
"Gak bisa lihat apa gue baru duduk?" tanya Aleta dengan nada galaknya. Uh ... kayaknya cewek ini benar-benar tidak mau berurusan dengan Elvan.
Elvan merasa tak terima dengan jawaban Aleta yang terkesan cuek. Cowok itu kemudian sedikit berpikir untuk memberi sedikit pelajaran untuk ketos kebanggaan SMA Angkasa Raya.
"Bareng gue kuy, nunggu bus lama," ajak Elvan sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Aleta langsung menggelengkan kepala. Ia menolak mentah-mentah ajakan Elvan.
Ets ... Elvan belum menyerah, cowok itu langsung mengucapkan kalimat yang mungkin berhasil membuat Aleta setuju ikut dengannya.
"Lo 'kan ketos, gak lucu dong kalau lo telat? Ini udah setengah tujuh loh, lo gak mau 'kan telat terus masuk ke BK?"
Ah ... nampaknya Aleta mulai terpengaruh, cewek itu langsung melihat jam pada ponselnya. Benar, jam menunjukan pukul 06.33 WIB. Kalau ia tidak cepat-cepat berangkat bisa-bisa ia telat.
"Huft ... Oke gue nebeng. Jangan ngebut-ngebut, jangan suka rem mendadak, dan ... jangan modus!" kata Aleta cerewet sambil berjalan mendekati motor milik Elvan.
"Bawel amat. Udah buru deh!" Elvan menyodorkan helm untuk Aleta yang langsung dipakai dengan cepat kilat.
....
Aleta duduk di boncengan motor milik Elvan. Kedua tangannya berpegangan pada besi belakang jok motor. Cewek itu tak sudi jika harus memeluk atau memegang sedikit saja bagian tubuh milik playboy kelas kakap SMA Angkasa Raya.
"Pegangan yang bener," kata Elvan sedikit berteriak.
"Males. Gue gak mau pegangan cowok kayak elo!" sahut Aleta tak kalah kencang.
Elvan hanya menyunggingkan senyum sinis walaupun tak terihat. Cowok itu sengaja menaikan kecepatan motornya membuat Aleta kaget dan refleks memeluk tubuh Elvan.
Cowok itu terkekeh pelan senang bukan main mendapat pelukan dari sang ketos yang katanya belum pernah pacaran.
Aleta melotot tajam menyadari dirinya memeluk Elvan karena cowok itu sengaja memercepat laju motornya. Sesegera mungkin cewek itu melepas pelukannya, namun belum jadi terlepas kedua tangannya telah dicekal dengan erat oleh Elvan.
"Gak usah dilepas. Gini aja gue mau ngebut takut telat."
"Elvan modus ih. Lepas!"
Aleta sedikit meronta membuat motor yang ditungganginya sedikit oleng. Mau tak mau Elvan melepas cekalannya untuk menstabilkan motornya kembali.
"Sukur! Makanya jangan modus. Mau jatuh 'kan!" Aleta menabok keras helm Elvan membuat cowok itu merintih pelan.
"Lo beg* banget, sih! Nih ... kalau tadi jadi jatuh lo juga luka," kata Elvan lalu menghentikan motornya padahal jarak sekolahnya masih cukup jauh.
"Lah kenapa berhenti?" tanya Aleta bingung.
Elvan turun dari motornya lalu melepas helmnya pelan. "Lo bikin gue hampir jatuh dan lo udah nabok helm gue, bikin kepala gue sakit!"
"Lah siapa suruh modus-modus," ucap Aleta tak terima dengan melipat tangan di depan dada, ia masih di atas motor Elvan.
"Turun!" ucap Elvan tajam.
"Gak! Cepet berangkat, telat nanti," tolak Aleta sambil melotot tajam.
"Fix, cepetan turun!"
"Gak mau Elvan. Ayolah ..." pinta Aleta dengan mata berbinar membuat Elvan kaku untuk sementara waktu.
Mata Aleta terlihat berbeda. Cewek itu cantik, imut, dan juga galak dalam satu waktu. Jantung Elvan berdebar cepat saat manik mata mereka saling bertemu.
"O-oke kita lanjut," kata Elvan sedikit gugup akibat jantungnya yang dengan lancang berdebar seperti sekarang.
"Ya udah cepet!" kata Aleta masih belum menyadari bahwa cowok yang bersamanya saat ini sedang berdebat dengan jantungnya.
.....
Elvan menghentikan motornya di depan gerbang yang sudah tertutup rapat. Cowok itu mendengus sebal saat mendengar ocehan dari cewek bawel di belakangnya ini. Sepertinya ia menyesal memberi pelajaran kepada ketos ini. Bukannya Aleta yang apes, justru malah dirinya.
"Elvan kita telat. Astaga, jangan bilang entar gue harus ke BK lagi!"
Elvan masih tetap diam berpikir agar cewek di belakangnya ini diam.
"ELVAN! Lo tadi nawarin gue berangkat bareng biar gak telat. Ini sekarang kita telat!" marahnya, Aleta kini telah berdiri di sebelah motor Elvan masih dengan menggunakan helm.
"Lo sih tadi bikin ribut di jalan. Bikin gue telat lagi!" ucap Elvan tak terima jika ia disalahkan.
"Tap-" Elvan telah lebih dulu membungkam mulut Aleta dengan tangan besarnya agar cewek itu diam dan tidak mengoceh.
"Kita lewat gerbang belakang. Gak usah ribut!"
Aleta menggangguk kecil mengiyakan ucapan Elvan. Lalu naik kembali ke boncengan Elvan. Mereka menuju gerbang belakang sekolah.
.....
"Lo dulu. Gue jagain di bawah," ucap Elvan yang langsung disetujui oleh Aleta.
Cewek itu langsung memanjat pagar sementara tasnya ia titipan kepada Elvan agar di lempar saat ia sampai di bawa nanti.
Elvan hanya cengar-cengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Sepertinya keputusannya salah. Seharusnya ia dulu yang memanjat pagarnya.
"Gue udah sampe, lempar!" pinta Aleta dari sela pagar.
Elvan segera melempar tasnya dan juga tas Aleta. Kemudian cowok itu naik dengan mudahnya dan melompat begitu saja.
Aleta menyodorkan tas milik Elvan yang diterima cowok itu dengan wajah terkekeh geli. Aleta mengernyit bingung.
"Lo kenapa?" tanya Aleta menaikan satu alisnya.
"Gak. Gue ke kelas dulu," ucap Elvan lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Aleta.
"Sorry, untuk yang ketiga kalinya gue liat daleman elo."
Blush.
Pipi Aleta langsung memerah menahan emosi dan juga malu. Belum sempat ia mengomel, Elvan lebih dulu lari dengan tawa gelinya.
"Elvan! Itu 'kan celana bukan daleman!" ucapnya sedikit keras, namun tidak di gubris oleh cowok itu.
"WOY!"
Teriakan Gavin berhasil membuyarkan lamunan Elvan.
"Ganggu!" sahut Elvan sambil memukul kepala Gavin pelan.
"Ya abis lo senyum-senyum sendiri kaya orang gila," kata Gavin sambil mengikuti Elvan berjalan menuju kelas.
Gavin tadi niatnya hanya ke toilet untuk buang air karena guru yang mengajarpun belum memasuki kelas. Saat ia akan kembali ke kelas, ia melihat Elvan dari arah taman belakang yang berjalan dengan senyuman konyol.
Elvan diam tak menggubris Gavin yang mengejeknya gila. Malas. Ia masih asik membayangkan kejadian tadi.
"Lo kenapa sih, bos?" tanya Gavin menepuk punggung Elvan.
Mendengar pertanyaan Gavin, Elvan menjadi salah tingkah. Telinga dan pipi cowok itu merona merah menahan malu. Ya kali ia bilang apa yang membuat dia senyum, yang ada Gavin akan marah-marah.
"Gue gak papa," jawab Elvan masih dengan pipi yang memerah membuat Gavin mengernyit bingung.
"Udah ah, gue ke kelas!" kata Elvan sebelum ia semakin salah tingkah lagi meninggalkan Gavin yang masih berdiri bingung.
Tiba-tiba Gavin tertawa keras, suaranya sampai menggema di sekitar koridor.
"Whahahaha, ternyata cowok playboy kaya Elvan bisa blushing gitu," ucapnya masih dengan tertawa ngakak.
Pluk
Kepala Gavin terkena lemparan penghapus papan tulis. Cowok itu langsung memutar badan hendak memaki siapa yang berani-beraninya melempar penghapus itu ke kepalanya.
"Bang-"
"Sat?" ucap Pak Tito yang berdiri diambang pintu kelas XI IPA 2.
"Eh, ampun pak!" cengir Gavin sambil menangkupkan kedua telapak tangannya lalu lari begitu saja sebelum Pak Tito benar-benar menghukumnya.
.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments