003

003

Tindakan Tak Terduga

Apa yang kamu lakukan untukku sungguh membuatku terkejut.

.....

Aleta berjalan dengan wajah galaknya. Kakinya melangkah lebar menyusuri koridor kelas 10. Dirinya benar-benar emosi karena tingkah Elvan tadi yang mempermalukan dirinya. Padahal ia kira Elvan benar-benar membersihkan semuanya sendiri sampai ia merasa seperti orang bodoh menatap lantai berkilat itu. Ternyata, ia meminta bantuan teman-temannya. Dan apa tadi? Aleta mendengar suara tawa Elvan yang tertahan saat dirinya sedang mengecek kebersihan keramik di koridor kelas 10.

"ELVAN, LO KURANG AJAR!" teriaknya melengking di sepanjang koridor.

Elvan yang berada di perbatasan koridor kelas 10 dan 11 itu langsung ngibrit lari menuju teman-temannya yang sedang sibuk membersihkan lantai.

"Kenapa sih, bos?" tanya Gavin heran melihat bosnya berlari sambil tertawa ngakak, sedangkan yang lain hanya geleng-geleng kepala.

"Nenek sihir bakalan lewat, gue hitung satu sampai sepuluh,

satu,

dua,

tiga,

empat,

lima,

enam,

tujuh,

delapan,

sembilan,

sepuluh!"

"Elvan, sini lo!" teriakan Aleta langsung menggelegar bersamaan dengan suara gesekan sepatunya dengan keramik.

Cewek itu berlari sekuat tenaga, sedangkan Elvan dan teman-temannya asik mengamatinya.

Elvan, cowok itu berdiri dengan tampang sok gantengnya, bahkan kini kedua tangannya telah sempurna masuk ke saku celananya.

"Lo cowok hama! Cowok playboy! Elvan sialan!!!" makinya sambil berlari.

"Aw-"

Bugh.

Ucapan Elvan terpotong karena Aleta telah lebih dulu terjatuh sebelum ia selesai mengingatkan.

"-was,"  lanjut Elvan dengan ringisan kecil membayangkan betapa sakitnya bokong Aleta yang menghantam keramik licin itu.

Aleta meringis dengan muka memerah. Bukan, bukan karena sakitnya terpeleset, tapi malunya itu lho. Malu. Dirinya benar-benar malu. Di sini hanya ada sepuluh 0cowok dan dirinya. Kini Aleta berhasil menjadi pusat perhatian semuanya dan berhasil membuat suasana menjadi hening.

"Whahahahaha," tawa berat milik Elvan memecah keheningan di antara mereka bersebelas yang diikuti suara tawa teman Elvan.

"Hahahaha."

Kini suara berat sepuluh cowok itu menggema. Uh, membuat Aleta semakin memerah karena malu, marah, dan sakit bercampur menjadi satu.

Cewek itu berusaha bangkit, namun sayang, kakinya terkilir dan bokong manisnya itu terasa begitu nyeri. Aleta gagal untuk berdiri, malah dirinya kembali jatuh.

Tawa mereka masih menggema bahkan ada yang tabok-tabokan karena ingin menahan tawa, tapi tidak bisa. Aleta hanya mampu meringis kecil, matanya mulai memerah berkaca-kaca. Tawa semuanya masih menggema di telinganya bahkan tawa Elvan terdengar paling keras.

Elvan sendiri sibuk tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa sambil memerhatikan Aleta yang berusaha berdiri dengan mata yang berair. Dengan berangsur suara tawanya memelan dan dirinya melangkah pelan mendekati cewek itu.

Melihat bos mereka berhenti tertawa, terpaksa mereka juga menghentikan tawanya dan memerhatikan Elvan yang berjalan mendekati sang ketua OSIS SMA Angkasa Raya.

Elvan berjongkok tepat di depan Aleta yang masih sibuk berusaha berdiri menahan nyeri. Cowok itu dengan pelan, tapi pasti menahan kaki Aleta agar tidak bergerak.

"Jangan dipaksa, gue tahu kaki lo pasti sakit," ucapnya lembut sambil melepas sepatu milik Aleta.

Aleta dan juga teman-teman Elvan langsung terdiam memerhatikan tingkah Elvan yang tiba-tiba lembut kepada ketos kebanggaan guru itu.

"Terkilir. Tahan, ya?"

Aleta masih diam mematung memerhatikan wajah Elvan yang fokus kepada kakinya itu.

Kreg

"Aww!"

Kreg

"Ahh, sakit!"

"Udah selesai. Kaki lo coba gerakin."

Aleta seperti terhipnotis mengikuti ucapan Elvan. Dan benar kakinya tidak begitu sakit seperti tadi.

"Gak usah nangis, cengeng banget," kata Elvan sambil mengusap kedua kelopak mata Aleta dengan lembut.

Ah dan sialnya jantung Aleta berdetak lebih kencang. Bahkan pipinya mulai memerah akibat ulah Elvan yang begitu lembut padanya.

"Mau dibantu berdiri?" tawar Elvan yang kini telah berdiri dengan tangan terulur.

Dengan ragu, Aleta menerima uluran tangan Elvan. Sedikit ringisan kecil mengiringi Aleta yang hendak berdiri. Setelah berhasil, Elvan mendekatkan wajahnya ke telinga Aleta.

"Gue tahu bokong lo juga sakit. Mau sekalian diobati gak?"

Sial, sial, sial! Ia kira Elvan sudah berubah ternyata sama saja.

Wajah Aleta berhasil memanas, dengan refleks ia mendorong Elvan sekuat tenaga.

"Gak sopan! Playboy gila!" kata Aleta kesal lalu pergi meninggalkan koridor itu dengan kaki sedikit pincang.

Elvan sibuk tersenyum menatap punggung kecil milik Aleta yang terbalut jaket hitam miliknya yang nampak kebesaran.

"Ehem ..."

Dehaman dari Gavin berhasil menyadarkan Elvan. Membuat cowok itu langsung kaget dan menatap Gavin tajam.

"Ngagetin!"

"Lah siapa, bos? Gue cuma dehem aja," kata Gavin cuek.

"Lanjut guys!" perintah Elvan.

Semuanya melanjutkan kegiatan kecuali Gavin, ia berjalan mendekati Elvan dan berisik sesuatu.

"Gue tahu lo tertarik sama dia. Inget perjanjian lo sama dia, bos," ucapnya lalu menepuk bahu kiri Elvan.

.....

Di dalam kamar bercat lavender itu, Aleta sibuk memaki dengan setiap kalimat disertai aksi merobek kertasnya menjadi potongan lebih kecil menggunakan tangannya. Ah, tentu saja ia sibuk memaki, karena Aleta benar-benar kesal dengan kejadian tadi siang akibat ulah Elvan, kesayangan siswi SMA Angkasa Raya.

"Elvan jelek!"

Reg

"Elvan playboy!"

Reg

"Elvan sialan!"

Reg

"Elvan hama!"

Reg

"Elvan--"

Tek tek tek

Makian itu terpaksa terhenti karena ia mendengar kaca jendelanya seperti diketuk.

Dengan kesal Aleta melangkah pelan ke arah jendela. Ia sudah tahu siapa yang akan muncul di sana.

Dibukanya gorden berwarna putih itu, memberi isyarat kepada seseorang di luar agar sedikit mundur. Aleta mulai membuka kunci jendelanya dengan pelan, setelah itu mendorong kaca jendelanya dengan sedikit tenaga.

Seseorang itu masuk, lalu mendudukan diri di kursi belajar milik Aleta.

"Kenapa pincang gitu?" tanyanya dengan suara serak khas cowok saat melihat Aleta berjalan pincang menuju tempat tidur.

"Kepleset di sekolah jadi gini deh," katanya sambil mendudukan diri di tepi ranjang.

"Mau dipijit? Bagian mana yang sakit?" tawar cowok itu dengan sangat lembut.

Aleta yang mendengar langsung menegang mengingat bagian mana yang sakit. Ya gak mungkin 'kan pantatnya dipijit, cowok pula yang mau mijit. Jelas tidak!

"Eng ... gak perlu. U-dah enakan kok, Sa," tolaknya halus kepada Aksa.

"Oh, ya udah," kata Aksa dengan senyum.

Cowok itu beranjak dari posisinya lalu berdiri di depan jendela milik Aleta.

"Sebenarnya gue ke sini pengen ngajak lo keluar ngelihat bintang. Katanya, malam ini langit cerah jadi bisa lihat rasi bintang."

Aleta yang merasa tertarik, menyusul Aksa. Dirinya berdiri tepat di samping Aksa, matanya mendongak fokus kepada bintang di atas sana.

"Kamu benar, kita lihat dari depan balkon situ gimana?" tanya Aleta kepada Aksa yang dibalas anggukan singkat.

Aleta bergegas membuka pintu balkon kamarnya dan keluar terlebih dahulu. Sedangkan Aksa, dirinya terbengong melihat ada pintu di sana. Tak berapa lama Aksa pun mengikuti Aleta yang sudah berdiri di ujung balkon.

Mereka memutuskan untuk duduk dengan kaki tergantung di ujung balkon, keduanya asik memerhatikan langit penuh bintang di depan mereka karena kebetulan kamar Aleta terletak di lantai tiga. Entahlah Aksa bisa naik ke balkon kamarnya lewat mana, Aleta tidak peduli. Yang penting cowok itu selamat tanpa lecet sedikit pun.

"Lo lihat deh, Ta. Itu rasi bintang Taurus," tujuk Aksa pada langit sebelah kanan Aleta.

"Lo tahu gak, di antara bintang yang menyusun Taurus, ada bintang yang paling terang," katanya sambil menunjuk letak bintang paling terang itu.

"Itu dia, Aldebaran. Besarnya 44,2 kali lebih besar dari diameter matahari," jelasnya lagi.

"Keren, gede banget dong, ya?" sahut Aleta antusias, "oiya Aldebaran 'kan nama terakhir lo, Sa?" tanya Aleta sambil menatap wajah Aksa di sebelahnya.

"Yups, Putra Aksa Aldebaran. Bangga gue punya nama itu," kata Aksa dengan bangganya.

"Emang artinya apa sih?" tanya Aleta semakin penasaran dengan arti nama milik Aksa.

"Aksa itu singkatan nama ortu gue. Akirana dan Sayif. Jadi nama gue putra dari Akirana dan Sayif yang paling terang dan berharga. Gak tahu juga sih bener apa enggak, tapi kata mama gitu."

"Oh, kalo kata ibu nama aku itu-"

"Apa?" tanya Aksa penasaran.

"Gak jadi aku ngantuk. Tidur dulu, yah?"

Aleta sudah berniat akan beranjak dari posisi duduknya, namun Aksa segera mencekal lengan kiri Aleta agar tetap di sa

"Leta,"

"Kenapa sih, Sa?"

Aleta kembali duduk di sebelah Aksa.

"Sebenernya, malam ini gue ... gue mau bilang, gue udah lama sayang sama lo," kata Aksa sedikit gugup.

Aleta yang terkejut langsung menatap wajah Aksa dengan menyelidik. Matanya sibuk memerhatikan ekspresi cowok di depannya ini.

Aksa, Putra Aksa Aldebaran. Cowok jakung berkulit sawo matang dengan rambut hitam legam senada dengan iris matanya yang berwarna hitam pekat. Wajah khas Indonesia yang cukup tampan dan memperoleh predikat the most wanted boy setelah Elvan karena keahliannya bermain voli, sama seperti Elvan. Dirinya dan Aksa sudah bersahabat lebih dari 7 tahun. Berawal dari kepindahan Aleta 7 tahun lalu karena ayahnya yang dipindah tugaskan ke kota Jogja.

"Lo ... gak bercanda 'kan, Sa?" tanya Aleta penuh selidik.

Aksa masih bergeming, cowok itu sibuk memerhatikan wajah Aleta yang begitu manis dan cantik di matanya. Cewek di depannya ini berhasil membuat jantungnya berdebar kencang untuk pertama kalinya akibat tawa lepas dari bibirnya tujuh tahun lalu.

"Sa?" panggil Aleta pelan sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Aksa.

"Aksa?" panggilnya sekali lagi. Karena kesal Aleta mendorong wajah Aksa hingga cowok itu terlonjak kaget.

"Kenapa sih?" kesal Aksa sambil mengatur degup jantungnya yang makin menggila.

"Lo serius?" tanya Aleta lagi.

"Iya. Serius. Sangat serius," katanya mantap sambil menatap manik mata Aleta.

Aleta gelagapan akibat ulah Aksa. Mata hitam itu memancarkan keyakinan dan kelembutan serta harapan. Degup jantung cewek itu bertambah cepat dan keras. Ada apa dengan dirinya?

"Tapi, Sa ... kita sahabat, gue gak mau persahabatan kita rusak."

"Hey," Aksa menangkup kedua sisi wajah Aleta dengan tangannya. Ditatapnya mata Aleta dengan lembut penuh cinta, "gue cuma mau lo tahu apa yang gue rasa, Ta. Sedikit pun gue gak bermaksud ngerusak persahabatan kita. Gue gak nuntut lo buat bales perasaan gue. Cukup lo tahu gue sayang sama elo lebih dari sahabat."

Aleta hanya mengangguk paham tanpa berniat membalas ucapan Aksa.

"Gue pamit pulang dulu, ya? Good night Leta!" pamit Aksa sambil mencubit pipi Aleta gemas, ia langsung berdiri berjalan menuju sisi kiri balkon kamar Aleta.

Aleta sendiri masih bergeming. Dirinya tidak menyangka Aksa menyatakan cintanya. Aksa, sahabat yang tak pernah ia pikirkan akan menjadi salah satu laki-laki yang akan menyatakan cinta padanya.

.....

Terpopuler

Comments

Sept September

Sept September

like ♥

2020-10-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!