Langit bertahta bintang, menjadi pemandangan yang indah malam ini. Gelapnya malam tidak menghentikan aktifitas seorang gadis yang sedang sibuk di meja belajarnya. Angin malam yang berhembus dari jendela yang sengaja dia buka menerbangkan rambut panjang dan hitamnya. Berkali-kali dia menyibakkan poni yang menutup dahinya.
Aneesha sedang asyik dengan sekotak crayon dan buku gambarnya. Sejak kecil Aneesha suka mewarnai gambar dengan crayon, meskipun dia sudah biasa melukis diatas kanvas dengan cat air. Tapi buku gambar dan crayon selalu tak bisa lepas dari kegiatan sehari-harinya. Kali ini dia sedang mewarnai gambar rumah sakit, tadi sore Ia hanya menggambar sketsanya saja.
Malam semakin larut tapi gadis itu belum juga ingin menghentikan aktifitasnya. Dia masih asyik memadukan warna dan membuat gradasi agar gambarnya semakin menarik.
Aneesha mengangkat hasil gambar yang sudah diwarnai. Puas dengan hasilnya, Aneesha meletakkan gambar tersebut diatas meja, kemudian membereskan crayonnya.
“Alhamdulillah...,” Aneesha menggeliat, meregangkan otot - otot tangannya, menautkan jemari lalu mengangkat kedua tangannya keatas.
Lalu Ia berdiri dan menutup jendela kamar. Aneesha membalikkan badan, betapa terkejutnya Ia melihat Ayahnya sedang duduk diatas tempat tidur sambil memegang kameranya. Seperti sedang mengamati isi dalam kamera tersebut.
“Astaghfirulloh, Ayah!”Aneesha merebut kamera dari tangan ayahnya, dia tidak ingin hasil jepretannya dilihat oleh orang yang menurut Aneesha lebih ahli dibidang fotografi dari pada dirinya.
“Sejak kapan ayah disini?” Aneesha meneliti apa yang tadi ayahnya lakukan pada kameranya. Dia ikut duduk di tempat tidur, disamping ayahnya.
“Satu jam yang lalu mungkin.” Fares menjawab santai. Wajah tuanya belum terlalu terlihat, walaupun beberapa uban sudah ada yang tumbuh pada rambut gondrongnya.
“Apa? Satu jam? Koq ayah diem aja, sih?” tanya Aneesha panik. Dia takut hasil jepretannya dibilang jelek oleh Fares. Padahal selama ini, Fares selalu kagum dengan hasil jepretan Aneesha yang tidak pernah dicetak itu.
“Ayah ketuk pintu tadi, manggil kamu juga, tapi kamu terlalu asyik dengan crayonmu itu. Jadi suara ayah nggak hilang dibawa angin. Ya, sudah ayah masuk aja.” Fares menjelaskan dengan santai, beginilah ayah dan anak ini. Fares selalu bisa mengajak anak-anaknya berbincang dengan santai. Dia bisa menempatkan diri kapan menjadi ayah, kapan menjadi sahabat untuk anak-anaknya.
Aneesha hanya diam menanggapi perkataan Fares. Tangannya masih mengutak-atik kamera, mengeluarkan benda kecil yang merupakan tempat menyimpan hasil tangkapan kameranya tadi.
“Ayah bisa membelikanmu kamera baru kalau Kau mau. Kamera itu sudah kuno, sayang.” Fares menunjuk kamera ditangan Aneesha. Kamera miliknya dulu, kamera bersejarah yang sudah menemaninya berpetualang menaklukkan puncak-puncak gunung di seluruh indonesia.
Fares memberikan kamera itu kepada Aneesha ketika anak sulungnya itu mengatakan ingin belajar foto. Sampai sekarang Aneesha masih menggunakan kamera jadul itu. Walaupun Aneesha bisa membeli kamera yang lebih bagus, tapi dia tetap sayang pada kamera itu.
Aneesha menggeleng pelan, sama sekali dia tidak menginginkan kamera baru. Walaupun hasil jepretannya tidak sebagus kamera dengan seri terbaru, tapi Aneesha menikmatinya. Toh dia juga tidak pernah mencetak hasil fotonya kan? Begitu pikirnya.
“Kau tahu, Papamu bisa mengejekku karena memberimu kamera bekas. Lalu dia akan membelikanmu kamera seharga mobil, ha ha ha.” Canda Fares yang diakhiri dengan tawa.
“Dia mana tahu hal semacam itu, yah.” jawab Aneesha lirih, tanpa menatap ayahnya. Mendengar itu, Fares menghentikan tawa.
“Ehem ...,” Fares berdehem untuk menetralkan suaranya.
“Ayah boleh bicara sebentar, Nak?” kali ini nada bicara Fares berubah serius. Aneesha menghentikan gerakan tangan, menimbang apa yang akan dikatakan ayahnya.
“Tentang apa, yah?” jawab Aneesha menatap Fares. Yang dia pelajari sejak kecil dari orang tuanya adalah selalu menatap orang yang sedang mengajaknya bicara.
Hening....
Fares sedang memilih kosa kata untuk mulai berbicara dengan anak sulungnya itu.
“Kau masih marah padanya, Sha? Pada Papamu?” Fares bertanya setelah berpikir sejenak. Sedangkan Aneesha mulai bisa menebak arah pembicaraan ayahnya malam ini. Waktu dia pulang tadi Fares sudah sedikit menyinggung tentang pembicaraan ini.
“Aku tidak pernah marah padanya, Yah. Aku hanya belum bisa menerima alasan kalian menempatkanku pada posisi ini. Harusnya Ayah tidak memperbolehkan Dia menemuiku. Harusnya Ayah tidak membuat kami dekat.” Aneesha mengubah pandangannya menjadi lurus ke depan. Tangannya masih memainkan tali kamera yang Dia pegang sejak tadi. Airmata sudah mulai menggenang di kelopak bawah matanya, menunggu waktu untuk meluncur membasahi pipi.
Aneesha belum ingin membicarakan orang yang disebut Papa itu, hatinya masih perih. Sejak kecil Aneesha sudah tahu kalau dia bukan anak kandung Fares, Dia tidak pernah ingin tahu siapa ayah kandungnya. Bagi Aneesha memiliki Fares dan Riani sebagai orangtuanya sudah cukup, dia tidak menginginkan orang tua yang lain.
Suatu kejadian memaksa Fares dan Riani mengatakan siapa ayah kandung Aneesha. Sejak saat itulah hati Aneesha merasa kecewa, orang yang selama ini baik dan akrab dengannya adalah orang yang membuatnya dicap sebagai anak haram seumur hidup.
“Neesha ... maafkan Papamu, Sayang! Lihatlah usaha Papamu untuk memperbaiki diri!” Fares merangkul bahu Aneesha, dia tahu anaknya yang selalu terlihat ceria ini sebenarnya sedang sangat rapuh.
.
.
.
Bersambung....
Hai readers, terima kasih sudah membaca...
*Jangan lupa like, tinggalkan komentar yang membuatku bahagia. kalau ada yang kelebihan poin boleh vote ya... *
Terima kasih... hehe....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Irdhi Aminuddin
berarti neesha tau kebenaran saat sdh besar
sakit hatinya, krn kesalahan masa lalu berdampak ke masa depan
2022-12-31
0
Sabar ya Sha, semua pasti butuh wakt,.pelan² semoga kamu bisa menerima papamu terlepas itu kesalahan di masa lalu ...
2022-04-24
0
Siti Fajar Herlina
Mungkin rasa sakit nya blm bisa pergi ya Aneesha... krn yg merasakan akibatnya anak, yg mnjd anak di luar nikah itu berat JD cemoohan org "anak haram" pdhl seluruh anak suci krn dosa orang tua anak yg menanggung..
2021-12-12
0