''Apa? Naik becak?'' pekik kami berdua dengan serempak.
Duh gusti hal apakah yang ingin Ibunda lakukan padaku?
Ibunda tak menjawab apa-apa, ia terus mendorongku untuk segera masuk ke dalam becak. Ia juga menarik tangan Dani untuk masuk ke dalam becak yang kumasuki juga. Kurentangkan tanganku untuk menghentikan bundaku yang ingin Dani masuk.
''Bunda kenapa? Kenapa Dani ikutan masuk?'' tanyaku menghentikan dan menghalangi Ibunda.
''Ya kan Dani juga akan duduk di samping kamu, Soraya,” awab Ibunda yang kurang jelas.
''Maksud Bunda gimana?'' tanyaku yang masih belum paham maksud perkataannya.
''Ya naik becak bareng, Soraya. Kamu itu bagaimana sih Nduk.''
''Astaghfirullah Bunda! Kan Belum muhrim, Soraya dan Dani Bunda. Bunda bagaimana sih. Apalagi kita mau bertemu romo nyai nggak baik, Bun!'' pekikku mengingatkannya.
''Humm Iya sih Bunda tahu. Maafin Bunda Soraya tapi gimana dengan urusan becak yang sudah Bunda pesan. Mubazir, Soraya kalau nggak dipakai,”' tutur Ibunda yang menyiratkan ekspresi murungnya.
''Iya juga sih Bunda terus gimana ya. Soraya nggak mau duduk di samping Dani. Soraya juga bingung.''
''Dani ada ide Bunda, Soraya.” Dani membuka suara lagi.
''Ide apa, Dani?'' tanyaku berbarengan dengan Bunda.
''Begini Soraya dan Bunda. Ide Dani adalah Dani yang akan menjadi sopir dari becak.''
''Maksud kamu gimana, Dani? Aku tak paham.''
''Bunda juga tak paham le.''
''Gini Bunda dan Soraya. Perjalanan kali ini biar becaknya Dani setir dan Soraya bisa duduk di depan. Itu adalah ide yang terbaik Dani punya hehe,” katanya dengan terkekeh.
''Apa? Kamu jadi sopir becak Dani? Emang kamu bisa ?'' tawaku sedikit meremehkannya.
Ia bertolak pinggang. ''Danial Eka mah bisa, Soraya. Sok, dibuktikan kalau kamu nggak percaya.''
''Masa sih bisa? Benarkah?'' ejekku menggodanya.
''Oh kamu menantang ksatria Danial eka ini? Okey kuterima tantanganmu dan kita buktikan besok.'' Dani menerima tantangan dariku.
''Ah tak usah, aku takut kamu menjatuhkanku terus aku terluka deh,'' ledekku yang tak berhenti mengerjainya.
''Oh jadi sekarang kamu meledekku ya Soraya? Jadi seperti itukah tingkahmu pada calon tunanganmu?''
''Haha Dani, Dani ....'' Aku tertawa terbahak-bahak melihat ia yang mengerucutkan bibirnya.
Bundaku terkekeh melihat kami berdua yang saling melempar canda dan tawa. Ya, inilah kami yang selalu ada canda dan tawa. Aku dan Dani memang seperti itu namun aku tak lupa juga untuk menjaga bayasanku.
"Hus uwis uwis Nduk. Wis ndang budal sebelum dalu." Ibunda mengingatkanku.
Dalu adalah bahasa jawa krama yang berarti petang atau malam. Kuanggukkan kepala. “Ya udah ayo tukang becakku kita berangkat."
"Siap calon makmumku."
Ibu terkekeh lagi mendengar jawaban Dani. Ya, inilah Dani seorang pemuda yang memiliki canda tawa dan sifat yang periang.
"Lho Bu ini yakin toh nggak apa calon mantu Ibu yang nyetirin?" tanya tukang becak yang ibuku sewa.
"Iya pak sarman tak apa. Bapak pulang dan istirahat saja tak apa. Oh iya masuk dulu pak ada jamuan untuk bapak. Uwis Nduk Soraya kamu ndang berangkat sama nak Dani."
Aku dan Dani saling menganggukan kepala. Setelah itu ia mulai menaiki kemudi becak sedangkan aku masuk ke dalam. Ibuku dan pak Sarman menunggu kepergian kami. Aku dan Dani telah siap. Kami pamit kepada Ibunda. "Bun kita berangkat dulu ya assalamualaikum."
"Walaikumsalam, Nduk. Hati-hati di jalan ya!” pesannya.
"Njeh Bu pasti saya jaga calon makmum saya." Gombal Dani sekali lagi
Ibu terkekeh sekali lagi mendengar gombalan dari Dani. Dani memang tipekel seorang laki-laki yang suka menggombal. Menggombalnya tentu tidak pada sembarang orang. Ia akan menggombal pada seseorang yang ia sukai saja. Hal itulah yang membuatku suka padanya.
"Hus ayo Dani nanti romo yai nunggu kita." Aku kembali mengingatkannya.
"Iya Soraya ... Yuk gas ngeng....”
Becak yang kami naiki adalah becak motor jadi Dani tak perlu terlalu capek untuk mengayuhnya. Mesin motor becak telah Dani nyalakan dan ia segera menyetirnya. Kami lambaikan tangan pada Ibunda.
"Bu calon mantu ibu manis sekali. Cah bagus nan ganteng pula,” ucap pak Sarman.
"Iya dong Alhamdulillah pak sarman Riha bisa segera menuju halal."
"Iya Bu mugi-mugi lancar segala hajatnya."
"Aamiin ayo pak masuk dulu.”
"Iya Bu.”
Hari ini adalah hari yang kubuka dengan bismillah dan kusyukuri dengan Alhamdulillah. Segala nikmat kebahagiaan datang padaku dan keluargaku. Semoga menjadi berkah hingga proses halalku dengan Dani berjalan dengan lancar. Ya, Kuharap seperti itu.
****
Di tengah perjalanan Dani memanggilku. "Soraya."
"Iya kenapa, Dan?" tanyaku.
"Nanti kalau aku dah jadi imammu aku bisa dapat SIM dari kamu kan?" tanyanya.
"Ha? SIM? SIMI apa, Dani?" tanyaku yang tak mengerti dengan maksud perkataan Dani tentang SIM.
"Iya SIM, surat izin mencintaimu."
Aku tertawa cekikikan mendengar singkatan dari Sim yang ia katakan. Bagaimana bisa Dani membuat singkatan itu. Sungguh Dani sangat lucu sekali.
"Gimana Soraya hehe."
"Aduh Dani kamu bisa aja ya kalau buat singkatan haha. Sampai membuatku tak habis ketawa." Tawaku membalasnya.
"Masih banyak SIM lain yang harus kudapatkan darimu Soraya...,” katanya sekali lagi membuatku mengerutkan alis.
"Apa coba SIM lainnya singkatannya?"
"Surat izin memelukmu, menciummu, merindukanmu, dan surat izin menjadi imammu." Jawabannya kembali membuatku terkekeh, ada-ada saja memang.
"Aduh Dani kamu bisa aja ya haha." Aku kembali tertawa cekikikan dan menutup mulutku agar tak terdengar. Ya, inilah adab yang ibu ajarkan padaku jika seorang wanita tak boleh tertawa dengan keras. Dan wanita harus menutup mulutnya saat tertawa. Alasannya adalah sebuah unggah-ungguh seorang wanita harus dijaga. Wanita harus bersikap lemah lembut dan tak urakan. Itulah peraturan di jawa yang selalu ibu terapkan padaku.
"Alhamdulillah kamu tertawa karena aku Soraya hehe. Sungguh aku bahagia Aku membayangkan keluarga kecil kita nanti Soraya. Bagaimana nanti aku menyetir becak dan anak-anak kita duduk bersamamu. Sungguh indah sekali jika membayangkannya hehe."
"Semoga halumu menjadi doa yang terbaik untuk kita ya Dani hehe. Semoga kita bisa menua bersama juga,” jawabku.
"Iya Soraya kita berusaha bersama ya. Aku bersyukur jika cintaku tak bertepuk sebelah tangan lagi hehe dan sekali lagi makasih sudah menerimaku Soraya." Ucapannya kali ini membuatku tersenyum haru, rasanya aku menjadi sosok paling beruntung bisa bertemu dengan laki-laki sepertinya.
"Justru akulah yang harus berterima kasih padamu Dani. Terima kasih telah mau berani melamarku. Berkatmu ini menjadi kebahagiaan untukku dan keluargaku. Semoga kita bisa menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah ya Dani," jawabku ikut terbawa suasana haru karena suasana.
"Sudah jangan terharu mau kunyanyikan lagu?" tawarnya.
"Lagu apa?" tanyanya
"Dengarkan ya nanti kamu tebak judul lagunya?”
"Oke, cepat nyanyikan padaku!”
"Oke aku mulai yaa. Satu, dua, tiga ... darah muda darahnya para remaja hoooo ... begadang jangan begadang hooo." Ia mulai menyanyikan lagu dari sang maestro Rhoma Irama dengan suara falsnya.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar suara nyanyian dari Dani. Aku tak menyangka jika dia menyanyi dengan pede dan kulihat orang yang jalan melihat kami.
"Lho Soraya ayo tebak judulnya apa kok malah ketawa aja?” tanyanya dengan sedikit kesal, mungkin.
"Haha kamu itu toh Dani, Dani Itu dua judul kenapa kamu nyanyikan barengan. Kamu bisa aja haha."
"Coba apa judulnya? dan siapa penyanyinya terus lahir dimana penyanyinya?" tanyanya.
"Hei mana bisa sedetail itu, Dani. Tak boleh seperti itu dong kamu curang.”
"Haha bilang saja kalau kamu tak tahu." Ia tertawa meledek ke arahku.
"Emang kamu tak tahu?" ujarku menanyakan balik.
"Aku juga nggak tahu hahaha," jawabnya tertawa renyah.
"Huu kamu juga tak tahu gitu dasar!” protesku padanya.
"Hahaha maafkan aku Soraya."
Ya, Inilah awal hubunganku dan Dani. Semua berawal dengan niat yang serius menuju jenjang pernikahan. Aku bersyukur kami bisa menyelaraskan suasana. Ini kisah kami hari ini, SIM, becak dengan sang penumpang, serta nyanyian Rhoma Irama. Sungguh hal yang berbeda dengan kisah percintaan orang lain. Aku bersyukur atas semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments