Ending Yang Berbeda
"Wow, keren!” seru Zulfiah Yasmin saat masuk kelas sekembalinya dari kantin. “Ternyata lumayan beda. Sepertinya ending pun mulai susah ditebak nih,” lanjut gadis penggemar cilok dan seblak itu seraya mengipasi mulutnya dengan keda tangannya. Tampaknya dia sangat kepedasan setelah melahap seblak berkaret delapan di kantin.
"Jojo, gitu loh!" Jovan mendorong dagunya dengan mulut sedikit monyong dan mencibir.
"No! Ini baru opening. Terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Kalau gue tetep dengan keyakinan semula. Endingnya bak novel-novel zaman now. Berawal dari benci setengah mati, berujung cinta sampai mati. Atau bisa jadi malah nyerempet pada alur ala-ala cerita Cinderella yang kawin paksa atau apalah, kek zaman baheula, hahahaha," sambar Erny Nurtetik yang tak pernah bisa menerima perbedaan yang terlalu ekstrim.
"Lu liat aja nanti,” dengus Jovan pasrah. Kedua tangannya mengeluarkan buku dari tas gendong dalam laci mejanya.
"Gua setuju dengan Erny! emang kenyataannya lagi booming cerita yang endingnya model begitu, Bro! Nyaris 99,99% seragam dan digilai para emak-emak yang mungkin punya pengalaman manis dan pahit saat masa remajanya dulu. Hahahaha." Bagas Nusantara Raya, teman sebangku Jovan, menyokong Erny.
Erny, siswi bermata belo dalam bingkau kerudung putihnya, mengerling bahagia. Siapa coba yang gak bangga mendapat dukung Bagas? cowok terkaya di SMA Garuda dan berada dalam urutan ketiga gantengnya. Setelah Jovan dan Aldo.
"Makanya kalau baca novel, liat lima bab awal." Seorang siswa bertulang lunak, yang sukses menghabiskan waktunya depan ponsel demi mengikuti cerita bersambung novel online yang episodenya sudah di atas 750 itu, angkat bicara.
"Prolognya maksud lu?" Bagas menatap Agung, meragukan argumennya.
"No!. Lu baca aja sampai bab lima, Kalau dibuka dengan kring...kring...kring suara beker membangunkan tokoh utama. Terus sang tokoh kelabakan kesiangan dan terbirit-birit mandi lalu berangkat ke sekolah. Pas sampai di sekolah, tiba-tiba ada tabrakan dengan cowok ganteng pindahan entah dari sekolah mana maka udah keliatan endingnya bakalan kek gimana. Bahkan dari bab-awal, hahahaha." Agung Putra Pratama, lelaki paling bawel se-SMA Garuda, menjelaskan panjang lebar.
"Tapi kan alurnya beda-beda, Gung!" sangkal Zamilatun Nissa, gadis berkerudung putih dengan bros OSIS yang duduk persis di depan Agung.
“Halah! mau sampai seribu episode dan alurnya muter-muter kek anak kucing dapat sinar laser, endingnya sudah bisa ketebak. Dari sekian ratus novel sejenis yang pernah gue baca, ya ujungnya seragam. Cuma beda nama tokoh doang. Konflik sama, ya pastilah penyelesaian dan endingnya pun gak jauh beda. Iya gak?” Agung kukuh dengan argumen logisnya. Kedua tangannya melebar, mata jelalatan, meminta dukungan dari semua orang yang sedang termenung mantap aksi centilnya.
"Gini gengs.” Jovan mencoba melerai. “Cerita hidup gua bukan novel atau sinetron. Jadi, endingnya gak bisa kalian tebak-tebak seperti itu. Gua hidup gak ngikutin imajinasi author. Tapi, menjalani suratan takdir yang telah digariskan Allah Yang Maha Kuasa, heheheh." Jovan berceramah mengambil jalan tengah. Laksana seorang pejabat yang sedang memberikan klarifikasinya dalam konferensi pers-nya.
"Hah! Sumpah lo, ending cerita ini bakalan beda dan gak bisa ditebak, Jo?" sambar Yolanda Anastasia, siswa berkaca mata minus tipis dan bulat, antusias.
"Patinya!" jawab Jovan yakin.
"Nah... yang begini gua demen. Pokoknya endingnya wajib anti-mainstream!" Lukman siswa zaman now yang tak pernah main tik-tok apalagi membaca novel yang mainstream, membalikkan badan menghadap Jovan sambil mengacungkan jempolnya.
"Kalau ceritanya anti-mainstream, gua mau dukung, Sob!" Lucky yang sejak tadi duduk menyendiri di pojokan, menimpali santai.
Sejurus kemudian, Afrizal, Dhena, Rafly, Yoga, Ilham, Irene, Rudy, Shella, Yuna, Dilan, Milea, Daniah, Saga, Hanhan, Nathan, Arsya, dan teman sekelas lainya mendukung serta memberikan standing applause pada sang mega bintang dadakan.
"Pokoknya, kalau alur dan ending cerita gua ini sama persis dengan cerita-cerita yang pernah ada, gua sumpahin lu semua jadi menteri kabinet, itu minimalnya, ya." Jovan memberikan jaminan, dengan kepala mendongak.
"Hah! serius lu, Jo? gua bisa jadi menteri gitu? Tapi gua sih jadi stafsus milenialnya pun gak masalah kok." Yudis yang selalu setia mengikuti berita politik dalam dan luar negeri, langsung terperanjat.
"Yes! very serious! Tapi, dengan satu syarat..." Jovan menyilangkan kedua tangan di dadanya, sekadar untuk meningkatkan kharisma dan kewibawaannya selaku mantan ketua OSIS yang tak bisa mencalonkan lagi untuk menjabat pada periode berikutnya.
"Apaan tuh syaratnya, Bang Aja...?" Ecin Quraesin yang sangat menggilai segala aktifitas bidang kewanitaan, tiba-tiba tertarik dan kepo. Jauh di lubuk hatinya, dia berharap jadi Menteri Peranan Wanita, agar bisa mengganti peran ibunya, yang tidak peduli dengan perannya sebagai wanita. Alih alih sibuk mengurus rumah tangganya dengan baik dia malah sibuk dengan medsos, nonton drakor dan bergosip dengan para tetangganya.
"Syaratnya cukup satu. Kalian semua wajib ngedukung gua dalam pencalonan presiden nanti. Agar gua terpilih jadi Presiden RI ke 13. Tahun mana? I don’t know. hahahaha" Jovan bicara penuh percaya diri dengan mengerahkan segala kewibawaannya.
"Wow! kampanyeeeee!" Koor kebangsaan SMA Garuda kembali membahana disusul gelak tawa.
“Jadi ketua OSIS aja cuma mampu satu perode! Gimana mungkin mau jadi Presiden yang masa jabatannya lima sampai sepuluh tahun. Mimpi aje, lu!” Edwar berteriak lantang di depan kelas yang disambut meriah oleh seluruh jajaran pendukungnya.
“Susahnya apa coba, bilang Amin doang? Dasar kalian semua teman durhaka!” Jovan mendengus kesal seraya duduk lemas pada bangkunya.
Tak berselang lama, suasana kelas kembali tenang dan nyaman. Pak Ibrahim Situmorang, Guru Matematika yang paling dicintai dan disayangi oleh seluruh siswa SMA Garuda, masuk dengan aura horor dan bau-bau kuburannya.
“Oh iya, kalian mau kan cerita gua ini makin seru and lancar penayangannya?” Jovan berdiri di depan kelas, sesaat setelah bel pelajaran berakhir meraung raung.
Tampkanya dia masih belum puas dengan statementnya tadi karena terhalang pelajaran Matematika yang membuat semua otak teman-teman sekelasnya mumet dan kelenger.
“Bangeeeet, Bang Jojo...” Navira Nur Hasannah yang biasanya tak pernah merespon, tiba-tiba berteriak mewakili semua orang yang kepo dan melongo.
“Oke. supaya cerita ini makin cepat updatenya, jangan lupa kasih Like, Komentar and Vote dalam setiap bab-nya. Kalau mau kasih Rating Bintang Lima dan Tips, itu lebih keyeeeeen. Gua bakalan cinta bangget sama kalian semua, hahahaha.” Jovan melenggang ke luar kelas dengan santainya.
“Woooow, Iklaaaaaaan...!” Koor kebangsaan menutup kegiatan belajar mengajar di SMA Garuda, hari ini.
Semua siswa berhamburan membuntuti sang famous yang keluar kelas. Selanjutnya mereka berpencar pulang ke rumah masing-masing.
“Jadi serius Jo, ini akan sangat beda dengan kisah-kisah remaja yang banyak dimuat dalam novel-novel online?” Aldo berbisik saat mereka berjalan menuju parkiran.
Jovan berhenti sejenak. Setelah memastikan teman-temannya agak jauh, dia pun menjawab
“Do, misi hidup gua, bukan hanya sekedar menjalani romantika percintaan remaja. Gua memiliki tugas yang sangat penting. Mengungkap berbagai misteri besar dalam keluarga gua.”
“Emang apa sih misteri besar dalam keluarga lu?”
“Banyak sekali. Salah satunya keberadaan bokap gua yang gak jelas. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Otak gua bahkan udah lelah memikirkannya, gak tahu gimana entar ngejalanninya.”
“Emang lu bakal sanggup, Jo?”
“Itulah risiko anak lelaki sekaligus anak sulung. Gua harus bisa mengungkap dan menyelesaiakan semuanya. Walau mungkin nyawa yang jadi taruhannya.”
“Waduh! Kok urusannya sampai bawa-bawa nyawa segala?”
“Gua sangat yakin, misteri dalam keluarga gua, bukan hanya melibatkan orang-orang kecil, tapi ada orang besar yang terlibat. Bisa aja mereka menyuruh pembunuh bayaran untuk membungkam gua.”
“Wuanjiiir horoooor!”
“Kenapa?”
“Jo, gua lihat keluarga lu baik-baik aja. Masa sih segitunya?”
“Kalau lu jadi gua, gak bakal bilang baik-baik aja.”
“Gila! berarti berat dong tugas lu, Jo! Lu serius mau bongkar semua?”
“Gua lelaki dan anak sulung. Harus mampu menyelesaikan semuanya untuk menunjukan pada dunia tentang kelelakian gua. Lu mau ikut terlibat gak?” Jovan balik tanya.
Aldo menatap Jovan, bingung. “Kira-kira gua sanggup gak?” Aldo bertanya pada Jovan juga dirinya sendiri.
“Kalau begitu, mendingan lu jadi pembaca setia aja. Jangan lupa berikan dukungan berupa komentar, vote atau apapun semampu lu. Supaya gua makin bersemangat mengungkap semua misteri dan kejanggalannya."
"Ingat Sob, jangan pelit. Sempatkan waktu beberapa detik untuk menggerakkan jari lu memberikan semangat sama gua, oke!” Jovan bicara sambil melanjutkan langkah menuju motornya yang terparkir.
Aldo tertegun dan melongo beberapa saat. Tidak mengangguk tapi juga tidak menggeleng. “Ngasih komentar, vote dan bintang lima. Siapa takut? Asal bener aja alur ceritanya beda. Gua kasih hadiah sekalian bintang tujuh!” gumam Aldo sambil berjalan mendatangi Jovan yang sudah duduk gagah di atas matic tuanya.
Selang beberapa detik kemudian, Aldo pun nemplok di belakang sang aktor utama. Sahabat, sekaligus tetangganya yang paling dekat.
“Kapan lagi coba gua dibonceng aktor utama? Mungpung dia belum ngetop, pemirsah! hehehe.” Aldo mengedipkan sebelah matanya ke arah kamera...
“LANJUUUUT....” Jovan dan Aldo kompak berteriak saat motor tua itu berlari kencang di jalan raya, yang kebetulan sedang lengang.
Bersambung - “Cintai Aku Jebret!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
D'illah @NS
Jovan temenan jg sm Dhena???
seangkatan gitu???
2020-12-03
1
Vera Setianingsih
aku baru mampir di sini,,cerita nya hampir sama kaya ridho yg d wp ya thor
like komen bintang promo sama🤭
temen jovan nyatut dari berapa cerita tuh ampe ada saga dan daniah,,dilan ma milea😂😂
2020-12-02
0
Dipta Ita
kok nama teman kelasnya .. semua nama" tokoh novel sebelah thoor 😁😁 tapi gk papa aku suka kok
2020-06-02
0