Ujung Rinduku

Sang lelaki hanya diam dan berhenti di salah satu tempat makan yang ada di sana,

“Loh kok berhenti disini kak? Katanya mau diantarin pulang?” tanya Kirana yang tak sadar kalau mereka sudah berada di depan salah satu cafe.

“Aku lapar, belum makan. Kamu juga belum makan siang kan?” tukas sang lelaki.

“Errr...hehe, ampun kak tadi di kantin nggak ada yang enak,” ucap Kirana dengan senyuman manisnya.

“Yaudah turun!!!” ucap Rian.

Kirana pun melepaskan helmnya dan turun dari motor tinggi itu, “Iya Rian Al-Fattah,” ucap Kirana mencubit pipi cubby kekasihnya itu dan berlari kecil memasuki cafe.

Tampak lengkungan bulan sabit di pipi Rian, ia juga rindu dengan kekasihnya itu. Sudah lama mereka tidak bertemu. Gadisnya memang tidak pernah berubah selalu manis, baik, dan penyanyang. Walaupun dirinya sudah berulang kali menyakitinya.

Ada rasa sedikit penyesalan dalam dirinya, tetapi dikarenakan jarak yang memisahkan ia tak sanggup menahan godaan dari wanita-wanita calon dokter di kampusnya.

“Kak Rian, ayoo!!!” ucap Kirana yang membuyarkan lamunan Rian.

“Iya,” Rian pun melepaskan helmnya.

Pasangan ini pun memesan makanannya, dan duduk di arah jendela yang menampilkan pemandangan luar hiruk piruknya Kota Surabaya, dengan candaan yang Kirana lontarkan, dan keketusan sifat dingin dari Rian semua mata menatap mereka.

Banyak cerita yang mereka bahas, yah dua orang ini memang selalu merasa dunia itu milik berdua yang lain mah ngontrak.

“Nana, kamu tunggu disini sebentar ya. Kakak mau pergi bentar ada yang harus dibeli.

“Yah, kok ditinggal sendiri?’ ucap Kirana dengan wajah memelas.

“Bentar aja kok, jangan manja!!!” Ucap Rian dan berlalu meninggalkan Kirana.

***

Lama menunggu, tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya dengan membawakan boneka teddy bear berukuran besar. Boneka itu menutupi hampir seluruh tubuh orang tersebut.

”Permisi nona, bolehkah saya duduk disini?” tanya orang tersebut dengan suara seperti badut.

“Maaf ya mas, saya lagi nungguin teman saya.” Ujar Kirana terus menyeruput green tea nya.

“Semua pengunjung berhak untuk mendapatkan tempat duduk loh mbak,” ucap lelaki itu.

“Ceh, itu di sana masih ada yang kosong mas,” ucap Kirana dengan menekankan kata-katanya dan menatap orang itu sinis.

“Puhfftt..Jutek amat sih mbak jadi perempuan,” ujar lelaki itu dengan menahan tawanya.

“Ya terserah saya dong, lagian saya nggak kenal sama mas kok,” ucap Kirana sembari membereskan barang-barangnya ke dalam tas, tanpa melihat wajah orang tersebut.

Kirana pun berdiri dari tempat duduknya, “Silahkan duduk mas yang terhormat, besok-besok jangan menganggu ketentraman orang lain!!!” ucap Kirana dengan tegas.

Saat ia ingin berjalan, tangan orang tersebut menggenggam tangan Kirana, “Sabar dong sayang, nggak baik marah-marah terus,” ucap lelaki itu dan mengacak rambut Kirana.

“Kamu, bener-bener deh kak, nyebelin tau nggak!” ucap Kirana dan duduk kembali dengan kasar.

“Ya maaf,” ucap Rian yang masih tersenyum melihat kegalakan wanitanya ini.

“Ini buat siapa?” tanya Kirana, karena selama 6 tahun mereka dekat Rian bukanlah sosok yang romantis.

“Oh, ini buat teman aku, besok dia wisuda,” jawab Rian sambil mengelus kepala boneka yang ia dudukkan disampingnya itu.

Citt

Hati Kirana terasa ngilu mendengarkan hal itu, apakah dirinya memang tidak pantas untuk mendapatkan hal-hal romantis dari pasangannya ini. Akan tetapi, Kirana tidak ingin menunjukkan wajah sedihnya itu. “Ooh,” jawabnya singkat.

Kemudian Kirana mengalihkan perhatiannya agar hatinya yang sedang tidak dalam kondisi baik ini mengeluarkan air mata berharganya. Mereka hanyut dalam diam dan handphone masing-masing. Bosan dengan kondisi ini, Kirana pun mengeluarkan suaranya. “Pulang yuk kak, aku udah capek,” ucap Kirana dengan nada datar.

“Bentar lagi aja, kita kan baru ketemu setelah sekian lama, apa kamu nggak mau cerita sama aku?” tanyanya pada Kirana.

“Nggak ada kak, aku capek. Nanti juga harus ngerjain tugas,” ucap Kirana. “Aku cuman mau pulang,” ucap Kirana dengan suara yang sudah sedikit memberat.

“Kamu kenapa?” tanyanya seakan tau perubahan Kirana.

“Nggak kenapa-napa kok,” jawab Kirana dan menatap jalanan di luar cafe.

“Kamu kenapa sih Na?” tanyanya ulang dengan sedikit meninggi.

“Aku kan udah jawab, nggak kenapa-napa. Aku cuman mau pulang!” ucapnya dan menatap langit-langit cafe menahan air matanya agar tak keluar.

“Yaudah, ayok pulang. Aku udah nggak paham sama jalan pikiranmu,” ucapnya dan menyambar kunci motor yang ia letakkan di meja, dan meninggalkan Kirana menuju kasir.

“Berapa totalnya mbak?” tanyanya pada petugas kasir.

“Digabung atau dipisah mas?” tanya perempuan itu.

“Dipisah,” jawab Kirana yang sudah berada di belakang Rian.

Rian pun menautkan alisnya menatap Kirana, “Digabung mbak,” ucapnya.

“Dipisah ya mbak, ini punya saya. Kalau mas ini biarin bayar sendiri,” ucap Kirana dan menyerahkan uang birunya itu pada kasir tersebut.

“Nggak mbak, pakai ini aja,” ujar Rian mengeluarkan selembar uang merahnya dan mengembalikan uang biru Kirana tadi.

Kasir pun tersenyum melihat pasangan ini, “Pasangan sekarang memang lucu. Apalagi mbak dan mas ini memiliki wajah yang mirip. Kata orang kalau pasangan kita mirip wajahnya dengan kita, maka itu artinya jodoh.” Ucap mbak kasir itu sembari memberikan kembalian pada Rian.

“Makasih loh mbak,” ucap Rian senang dan menerbitkan senyumnya.

Sementara Kirana terus menatap keluar cafe tanpa mempedulikan dua orang yang sedang berbicara itu. Rian pun menyenggol lengan Kirana, “Aamiinin dong sayang, kata-kata mbaknya,” ucap Rian pada Kirana.

Kirana pun tidak menghiraukan ucapan Rian, ia berlalu keluar cafe dan meninggalkan Rian di sana. Rian pun segera keluar untuk mengejar Kirana.

Ia menarik tangan Kirana sehingga gadisnya ini terhenyak, dan langsung menghadap ke arahnya. “Kamu kenapa sih? Tadi pas pergi aman-aman aja. Sekarang kenapa? Berhentilah untuk bersikap childish Nana! Kalau ada yang salah itu bukan diam, tapi katakan!!!” ucapnya dengan suara penuh penekanan.

Air yang sudah sulit Kirana bendung pun akhirnya merembes keluar. “Iya, kakak benar. Aku memang masih kekanak-kanakan. Sana cari yang lain, udah berapa kali aku bilang. Aku nggak butuh belas kasihan atau rasa tanggung jawab darimu,” marah Kirana sembari menghapus kasar air matanya.

Mendengar suara amarah itui, Rian pun terhenyak. “Maksud kamu apa bilang gitu? Aku udah bilang, sebelum kamu menemukan lelaki lain. Aku nggak mau ngelepasin kamu,” ucapnya tegas.

Ucapan Rian membuat gemuruh yang sangat kuat di hati Kirana. “Apa maksudmu kak?” tanya Kirana dengan suara yang masih parau.

“Aku sudah lelah dengan sifatmu Na, kamu terlalu kekanakan bagiku,” ucapnya dengan suara pelan, tetapi masih didengar oleh Kirana.

“Hahaha, sungguh??? Sebegitu kekanakan kah sifatku, sampai kamu menunggu orang lain untuk melepasku?” tanya Kirana dengan tawa kehancurannya.

“Bu Bukan begitu maksudku,” jawab Rian dengan nada pelan. Bodohnya dirimu Rian, ucapnya dalam hati.

“Terus maksud ucapan kakak tadi apa?” tanya Kirana menatap dalam mata lelaki ini, untuk mencari kebohongan disana.

“Ayo sekarang kita pulang,” ucap Rian mengalihkan tatapannya menghindari Kirana, dan memberikan helm pada Kirana.

Kirana tidak menerima uluran helm tersebut, ia mengambil nafas dalam “Cehh, kamu kira aku ini masih wanita polos pada tahun-tahun sebelumnya?” ucap Kirana menahan tangisnya dan berlari menyebrangi jalan.

“Nana!!! Kirana...Kirana, kamu mau kemana?” teriak Rian, memanggil nama kekasihnya itu. Rian pun mengikuti Kirana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!