Di Kantin saat jam istirahat telah tiba–
Rei dengan wajah datarnya memandang mie kuah rasa ayam bawang. Dia duduk di bangku yang terdapat di kantin. Lelaki itu hanya memandang mie tanpa memakannya. Tentu saja ditemani oleh Dian dan Dennis.
"Jangan diaduk-aduk doang, Kak. Nanti mi-nya pusing," ucap Dennis. Rei tersentak dan baru sadar, makanan itu telah mengembang.
"Mikirin apa, nih?" goda Dian yang sedang memakan keripik kentang.
"Ck, kamu gak sadar Derrel belum keliatan?" Dian mengedarkan pandangan dan baru menyadari hal itu.
"Dia, kan, anak rajin. Mungkin masih di kelas, baca buku atau belajar." Balas Dian.
"Tapi gak biasanya dia kayak gini. Aku cek dia ke kelas ya." Dennis beranjak dari kursi untuk menemui adiknya itu.
Sedangkan Rei dan Dian masih di tempatnya. Namun tak lama setelah Dennis pergi, seorang gadis muncul dari arah berlawan. Tampangnya malu-malu dan terlihat imut di mata Dian.
"Kak Rei. Aku mau bilang sesuatu, tapi boleh tidak di tempat sepi saja?"
Rei tak berkata apa-apa. Namun, dia bangkit dari kursinya. Mereka berdua pun pergi dan meninggalkan Dian di meja makan kantin.
Sambil memperhatikan Rei berdua dengan perempuan membuat Dian sedikit iri. "Kapan aku seperti itu, ya?"
...*******♥********...
Mereka sampai di taman belakang sekolah yang tempatnya agak sepi. Mereka berdiri saling menghadap. Hanya saja sedikit menjauh.
Gadis itu terlihat gugup, dia menggaruk pipinya yang tidak gatal. Tapi tak lama, ia mulai mengeluarkan kata-katanya.
"A–anu, senior. Aku sudah lama menyukai kakak. Ja–jadi ... a–apa kakak mau ... MENJADI PACARKU?"
Mata Rei membulat. Dia terkejut karena pekikan gadis itu. Tak lama, Rei menghela napas panjang. "Sudah lama menyukaiku, sejak kapan?" tanyanya dengan tatapan datar.
"Se–semenjak masuk sekolah." Jawabnya.
"Oh. maaf, tapi—" Rei belum melanjutkan ucapannya, karena ia melihat si pengganggu datang dari belakang gadis di hadapannya. Ya siapa lagi kalau bukan Azura?
"Cie, terima aja, Badak!" seru Azura seraya mengarahkan kamera ponselnya ke arah Rei dan gadis itu.
Rei mengepalkan tangannya dengan erat. Rasanya setelah urusan ini selesai dia akan memukul Azura dengan keras.
"Ayo, Badak! Durasi, nih!" omel anak itu sambil tersenyum jahat kepada layar ponselnya sendiri.
Rei menghela napas. Lalu ia kembali melirik ke gadis itu. "Baiklah. Maaf, tapi kamu bukan tipeku."
"Yah, Badak! Ah, sok ganteng lo!" hina Azura seraya menaikan dagunya.
"Awas kau Azura, akan aku cincang dirimu!" Rei melangkah cepat mendekati Azura.
"Lari! Badak ngamuk!" Azura ikut berlari, menjauhi Rei. Tak lama, ia melihat ke belakang untuk memeriksa. Ternyata pemuda yang ngamuk itu masih mengejarnya.
"Gw harus cari perlindungan atau gw akan diseruduk badak." Dengan cepat Azura berbelok ke gudang dan bersembunyi di antara keranjang tempat bola disimpan.
Dua detik kemudian setelah Azura bersembunyi–
BRAK!
"Dimana kau Azura~?" Nada menyeramkan itu keluar dari mulut pemuda yang mengejar anak nakal tersebut. Setelah memasuki gudang, Rei mengacak-acak beberapa benda hanya untuk mencari anak itu.
"Aku tau kamu di sini, Ra!" Rei celingak-celinguk dan berjalan ke arah berlawanan.
Azura menunduk sebentar dan menengadah kembali. Tiba-tiba Rei sudah ada di depan wajahnya dengan wajah yang menyeramkan.
"Ketemu~" Rei menyeringai begitu menemukan Azura.
"AAAH!!"
...*******♥*******...
Di pihak lain–
Leon menatap kosong buku pelajaran. Dia sedang membacanya, tetapi di mata orang lain, mungkin berbeda. Lelaki itu selalu menyendiri di tempatnya, tak pernah berpindah tempat kecuali kalau ingin ke toilet dan kelas lain.
"A–anu ... permisi, senior ...."
Leon menoleh seraya menopang kepalanya. Ia melihat seorang gadis imut yang mendatanginya.
Ternyata gadis yang sama. Seorang gadis yang sebelumnya baru mengungkapkan perasaanya pada Rei. Tapi karena Rei malah pergi meninggalkannya, ditambah ia sudah mendengar jawabannya kalau ia ditolak, maka ia tak akan menyerah dan beralih ke target keduanya.
Yaitu Leon.
"A–anu, bisa kita bicara di tempat lain?" tanya gadis itu gugup.
Leon tidak menjawab, lalu pandangannya kembali ke buku.
"Eh, baiklah, baiklah. Di sini aja."
Leon kembali menatap gadis itu. Gadis tersebut menarik napas panjang dan mulai bicara, "A–anu, aku pernah lihat kakak di sosial media. Kakak cukup terkenal juga di internet. Ternyata kakak sekolah di sini juga—"
"Pergi sana." Leon benar-benar menolak mentah-mentah gadis itu. Ia sudah menduganya walau gadis itu belum mengatakan tujuannya. Lalu ia kembali membaca bukunya dan cuek pada orang di dekatnya.
Seketika setelah Leon menyelanya, gadis itu langsung tersentak dan membatu. Tapi ia masih belum pergi juga seperti yang Leon minta.
Dia masih terpaku di tempat dengan wajah tertunduk sambil memainkan kuku jarinya. Akhirnya Leon bangkit dari kursinya dan menggengam tangan gadis tersebut.
Gadis itu kegirangan karena tangannya digenggam bahkan ditarik oleh lelaki pujaannya. Ia pikir, Leon ingin mengajaknya jalan-jalan romantis di sekitar sekolah atau mungkin saja ingin mengajaknya ke tempat sepi.
Namun nyatanya, Leon hanya membawa gadis itu sampai ke depan kelas saja, lalu melepaskan tangannya. Ia mendorong gadis itu sedikit sampai keluar pintu.
"Keluar doang lama." Ucap Leon dingin. Ia mengibas tangannya seperti mengusir kucing. "Hus hus..."
Ternyata gadis itu diusirnya dari kelas. Leon kembali masuk ke dalam dan menutup pintu kelasnya rapat-rapat. Sementara di luar sana, gadis tersebut kembali membatu tak bergerak setelah apa yang Leon lakukan padanya tadi.
Lalu tak lama kemudian, Dian datang dari arah kanan. Ia melihat gadis imut yang sebelumnya pernah ia lihat di kantin. Dian akan menghampirinya karena gadis itu terlihat murung.
Namun sebelum itu, ia berkaca dulu di kaca jendela kelas Leon. Ia merapihkan rambut dan bajunya. Serta bergaya-gaya sejenak di cermin itu.
Dari dalam kelas, Leon sempat melihat Dian dari tempatnya duduk. Ia hanya melirik sejenak tingkah Dian itu, lalu membaca buku lagi. Kembali menopang dagu lalu bergumam dalam hati, "Anak setres."
Setelah semuanya terlihat rapih, Dian mengedipkan mata kanannya sedetik, lalu bergumam, "Yes. Sepertinya sudah lebih baik sekarang. Ayo serang dia, Dian."
Dian berjalan pelan mendekati gadis yang masih berdiri di depan pintu kelas Leon. Saat dekat dengan gadis itu, Dian pun mengangkat tangan dan menyapa gadis tersebut dengan nada sok cool.
"Halo! Kamu kenapa diam saja di sini?"
Gadis itu hanya menoleh ke arah Dian. Melihat penampilannya sekilas lalu memasang wajah cemberut dengan pipi yang sengaja dikembangkan.
"A–Aku males banget hari ini." Jawabnya. "Kalau boleh curhat, masa aku udah ditolak dua kali sama cowok yang aku sukai, sih?"
Dian mendengarkan. Seketika ia langsung merasa iba setelah mendengar curhatan kecilnya itu. Lalu untuk menghibur si gadis, Dian menyipitkan mata dan langsung membuat mode wajah tampannya.
"Kau jangan takut berjomblo, sayang." Lagi-lagi dia bicara seperti itu dengan nada cool. "Banyak sekali kaum jomblo di luar sana. Termasuk aku. Hohoho... Aku juga sampai sekarang masih jomblo! Ternyata kita ini sama dan Tuhan ternyata telah mentakdirkan kita untuk pertemuan ini!
"Oh, sayangku yang imut, daripada kau ditolak melulu, bagaimana kalau kau bersamaku saja?"
Dian kembali membuka mata setelah ia mengeluarkan banyak gaya di hadapan gadis itu. Tapi nyatanya gadis tersebut tidak mendengarkannya dari tadi.
Karena setelah Dian melihat ke hadapannya, seketika gadis itu lenyap entah ke mana. Ia menoleh ke belakang karena mendengar suara si gadis imut tadi.
Awalnya Dian ingin menyapa gadis itu lagi. Tapi setelah mendengar gumaman si gadis yang mengatakan, "Najis amat tuh cowok! Sok cool banget. Banyak gaya. Tukang rusuh. Yang ada malah nyusahin aku nanti!"
Seketika rasanya sakit sekali di hati Dian. Ia pun tersenyum pasrah, masih berdiri di tempatnya.
"Ya ampun. Tertolak lagi. Gak apa-apa, deh! Yang penting perjuanganku ini bisa menjadi pelajaran untukku! Ahahahahaha...."
"Sepertinya dia semakin gila karena kekurangan obat." Batin Leon dari dalam kelas yang masih menatap Dian yang sedang tertawa sendiri lewat jendela kelas.
...*******♥********...
Saat di kelas, Dian sedang termenung di tempatnya. Lalu tak lama kemudian, Dennis datang untuk menghiburnya.
"Kak Dian? Ada apa?" tanyanya.
"Denniiiss..." Lelaki itu menoleh ke Dennis dengan mata berkaca-kaca. "Gw ditolak cewek lagi untuk yang ke 24 kalinya. Ditambah yang sekarang jadi 25. Huhuhu...."
Dennis sedikit terkejut mendengarnya. Tapi dalam hati, ia berusaha untuk menahan tawa karena ekspresi Dian tersebut.
"Kak Dian, ditolak cewek itu bukan akhir dari dunia, kok!"
"Iya. Seharusnya lu kompak dong sama kami. Sama-sama jomblo." Tiba-tiba saja Azura muncul dari belakang mereka. Sontak kedua lelaki itu pun terkejut dengan kehadirannya. "Rei aja tadi yang baru ditembak aja nolak tuh cewek. Mungkin dia mau samaan kayak kita. Makanya lu lu pada jomblo aja terus!"
"Eh? Azura? Ada apa dengan wajahmu?" tanya Dennis heran. Tapi Dian malah ngakak duluan melihatnya.
Ya. Wajah Azura yang sekarang telah dihinggapi luka memar di bagian seluruh wajah. Ia menunjuk ke arah luka-luka tersebut, lalu menjawabnya.
"Oh? Ini? Ah... ini biasa, cuy. Gw kena seruduk badak lagi."
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
[Anonim]
lanjut kak
2022-01-20
1
Agis Mcan3
lanjut..
2022-01-20
1