Pagi ini adalah hari di mana awal kehidupan baru manusia dimulai kembali. Semua orang pasti berharap dengan hari baru ini dapat lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Tepat di depan sekolah Dreamtion High School, sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbangnya. Lalu tak lama, seseorang turun dari mobil.
Orang itu bernama Azura. Lelaki tampan berambut coklat gelap dengan memakai seragam khas sekolahannya. Matanya berbeda dari yang lain. Ia memiliki mata yang berwarna merah terang.
Tak hanya ia seorang. Ada satu temannya lagi yang baru saja turun. Ia seorang lelaki tampan yang lebih tinggi dari Azura. Berambut coklat muda yang rapih ditambah dengan seragam dan jas sekolahnya jadi terlihat keren.
Nama lelaki itu adalah Leon yang merupakan teman dekatnya Azura. Mereka selalu berangkat ke sekolah bersama.
BLAM!
Leon yang terakhir keluar. Jadi ia kembali menutup pintu mobil, lalu berbalik badan dan berjalan masuk ke lingkungan sekolah bersama dengan Azura di sampingnya. Setelah mereka pergi, mobil yang mereka tumpangi tadi juga kembali berjalan menjauh dari sekolahan.
Begitu melewati pagar sekolah yang masih terbuka. Terlihat ada beberapa murid lain yang sedang berjalan, atau nongkrong di dekat pagar pun memperhatikan mereka berdua. Lalu ada dua orang perempuan yang berjalan melewati mereka. Jaraknya agak jauh sedikit.
Namun Azura memperhatikan kedua perempuan itu. Karena merasa diperhatikan, perempuan itu pun melirik ke Azura. Lalu dengan seketika, Azura menyipitkan mata dan tersenyum pada mereka. Tentu kedua gadis itu pun langsung tertawa malu, tapi sebenarnya mereka memang suka.
Setelah itu, Azura pun merapihkan poni rambutnya dan bergumam, "Aku keren juga, ya?" Lalu ia menghentikan langkah Leon dengan berdiri di hadapan lelaki yang lebih jangkung darinya. "Bing, nunduk dikit, dong. Kek tiang listrik banget. Mau ngaca bentar di bola mata lu!"
Leon hanya meliriknya sejenak, lalu menghindar dari Azura dan kembali berjalan. Azura pun mengejarnya dari belakang dan balik jalan santai di samping Leon. Sesekali menyapa beberapa murid.
"Eh, Kambing, mobil yang gw naiki tadi AC nya kurang gede. Gak enak, ah!" oceh Azura.
Leon itu lelaki pendiam yang jarang sekali bicara. Jadi saat Azura berkata seperti itu padanya, ia hanya melirik tajam ke temannya itu lalu menggerutu dalam hati, "Udah dikasih tumpangan, masih banyak komen. Dasar gak tau diri."
"Oh, hei!" Azura menghentikan langkah secara mendadak. Tangannya menarik tas Leon yang sudah berjalan di depannya. Otomatis, Leon juga ikut berhenti.
"...!?"
"Eh, Bing! Kau kenal dia, kan?" Azura menunjuk sesuatu. Leon pun melirik ke arah objek yang ditunjuk Azura tersebut.
Ternyata mereka melihat ada 4 orang lelaki tinggi yang merupakan senior mereka sedang berjalan bersama menuju ke belakang gedung sekolah. Tapi ada yang aneh.
Mereka berdua juga melihat seorang lelaki lainnya yang lebih pendek dari mereka-mereka itu. Lelaki pendek itu didorong paksa oleh keempat senior tersebut.
"Itu pasti si Derrel lagi." Azura bergumam, lalu ia berjalan melewati Leon untuk mengikuti keempat seniornya itu. Ternyata Leon juga mengikuti Azura dari belakang.
"Hei?! Kok cuma segini aja, sih?!" bentak salah satu dari senior tersebut kepada lelaki malang yang mereka bawa.
"A–aku sedang tidak punya lebih. Maaf." Lelaki malang itu terlihat ketakutan. Matanya mulai berkaca-kaca hendak ingin menangis. Tapi ia berusaha menahannya, kalau tidak keempat seniornya itu akan menghukumnya.
"Ah! Ini mah apaan!" Senior kedua merebut uang dari senior pertama, lalu melemparnya ke arah lelaki malang tersebut.
Lalu salah satu dari mereka, si senior ketiga memukul tembok di samping wajah lelaki malang itu dengan keras. Sampai lelaki tersebut terkejut dan semakin gemetar ketakutan.
"Hei! Kau kan orang kaya. Jangan pelit-pelit sama kami, dong!" ucap senior ketiga itu dengan nada tinggi dan menyeramkan. "Kemarin... kita kan udah bilang, hari ini kau harus bawa uang lebih dari ini, dong! Minta ke mamahmu gitu!"
"Tau ish! Orang kaya pelit amat."
"Tapi sepertinya kau anak yang paling dikucilkan dari keluarga, ya?"
"Haha... kasihan. Padahal punya dua kakak, tapi tidak ada dari mereka yang ingin bermain denganmu."
"Apa jangan-jangan kekayaan orang tuanya hasil minjem uang orang lain?"
"Ahahaha... Ngakak. Kalau hasil minjem, jangan sok deh sekolah di sini!"
"Haha... kasihan banget bocah ini, parah!"
Lelaki itu tidak suka jika orang lain membicarakan hal buruk tentang keluarganya. Karena yang mereka bicarakan itu tidak benar.
"Ti–tidak! Kalian salah!" Karena sudah tak kuat mendengarnya, lelaki itu pun membentak mereka yang terus menerus mengolok-oloknya. "Orang tuaku bekerja keras untuk kami! Kakak-kakakku sangat baik hati padaku!
"Kalian jangan suka mengejek keluargaku. Itu tidak baik, tau!!"
BUAK!
Kesabaran lelaki itu telah habis. Ia memukul senior ketiga yang ada di hadapannya itu. Hanya dengan sekali pukulannya, seketika senior tersebut langsung terjatuh ke belakang.
Setelah itu, lelaki itu tersentak kaget. Wajahnya kembali menjadi seperti seorang penakut. Sebenarnya ia tidak ada niat untuk memukul seniornya. Tangannya bergerak sendiri tadi.
"Sialan kau!" Senior keempat menarik kerah baju lelaki itu. "Berani main pukul saat kami sedang diam, ya?! Dasar pengecut!!"
"Kau juga sudah berani memukul, ya? Jagoan mana kau?"
Senior keempat itu mengangkat lelaki tersebut sedikit lebih tinggi dan tangan yang satunya ingin memukul perutnya. Dengan cepat lelaki malang itu langsung menutup mata untuk menahan rasa sakit yang akan ia terima.
Namun sebelum itu ....
TUK!
"Aduh, maaf! Ahahaha... aku tidak sengaja. Tiba-tiba saja permen karet itu terlepas dari tanganku!"
Semua orang mendongak ke atas dan terkejut. Senior keempat melepaskan lelaki malang itu sampai jatuh terduduk di tanah. Lelaki itu juga kembali mendongak dan tersenyum senang. Karena bantuan telah datang!
"Hei! Berani-beraninya kau! Awas, ya!" Senior keempat itu menarik permen karet dari atas kepalanya, lalu membantingnya ke tanah. Ia terus mengomel pada seorang anak lainnya yang merupakan kakak dari si lelaki malang tadi.
Lelaki itu berada di lantai dua. Ia melempar permen karet tersebut lewat jendela.
Seorang lelaki yang sama imutnya dengan lelaki malang di bawah sana. Berambut sedikit agak coklat dan berantakan. Dia bernama Dennis. Kalau adiknya yang ada di bawah sana adalah Derrel.
"Awas mau ngapain? Perasaan aku aman-aman saja tuh di sini!" Dennis berteriak dari atas sana. Nada bicaranya sedikit meledek.
"Akan ku buat kau menangis!"
"Oh? Kakak-kakak kok suka banget bikin orang nangis, ya? Memangnya kenapa, sih?" Dengan santainya, Dennis menopang pipi dengan kedua tangannya di pinggiran jendela. Dengan matanya yang menatap sinis kepada keempat seniornya di bawah sana sambil senyum-senyum.
"Nih orang nyolot banget!"
"Nih setan kok jahat banget!" Dennis tetap membalasnya. "Kalian beraninya sama yang lemah doang, sih!"
"Turun kau sekarang juga kalau berani!"
"Heeeh? Mau ngapain turun?"
"Akan kuhajar kau di sini!"
"Oh? Ajar? Ajari aku PR matematika yang hari ini, dong kakak-kakak! Hehe... aku lupa ngerjain." Dennis tertawa kecil lalu menunjukkan buku tulisnya.
Keempat senior itu semakin geram dengan Dennis yang ada di atas sana. Lalu sekali lagi, senior kedua pun kembali membentak Dennis.
"Sekarang turun, kau! Gak ada yang lucu. Gak usah ketawa!"
"Hei! Kau kalau gak salah kakaknya si bocah ini kan? Sekarang turun dan jadi pahlawan buat adikmu ini!"
"Ayo sini! Jangan jadi pengecut hanya bisa diam di atas sana!"
Dennis terdiam, tapi ekspresi wajahnya tidak berubah. Ia masih tersenyum manis lalu mulai membalas perkataan mereka lagi.
"Aku? Aku memang kakaknya dia. Tapi aku tidak bisa turun."
"Kenapa tidak?!"
"Karena ... kakaknya yang pertama itu sudah turun duluan, loh~" Dennis menunjuk ke samping kanannya. Seketika semua orang di bawah sana menoleh ke arah yang ditunjuk Dennis.
Ada seseorang yang datang menghampiri mereka dengan langkah biasa. Tapi setelah melihat orang itu, tiba-tiba saja ekspresi mereka berubah menjadi ketakutan.
"Di–di–dia kan ... dia kan...."
"Ayo! Maju kalian semua. Jangan jadi pengecut seperti yang kalian katakan." Ucap orang itu sambil menunduk. "Justru kalian lah yang pengecut. Berani-beraninya main keroyokan, ya? Sekarang coba satu lawan satu denganku!"
Orang itu sedikit mendongak. Wajahnya dapat terlihat, masih sedikit menunduk. Bayangan poninya menutupi setengah wajahnya. Tapi mata kuningnya yang tajam terlihat menyala dalam bayangan poninya.
"SEKARANG AYO MAJU SATU ORANG SEBAGAI PERWAKILAN UNTUK MELAWANKU!!"
"Ugh!"
Tentu saja keempat senior itu tidak bisa maju. Bahkan mereka tidak berani maju. Karena yang ada di hadapan mereka itu bukan manusia biasa. Tapi menjulukinya sebagai manusia yang menyeramkan.
Orang itu bernama Rhino. Atau biasa dipanggil Rei saja. Lelaki itu memiliki tampang yang biasa. Tapi kalau sudah emosi, bakal terlihat menyeramkan. Bahkan tidak ada yang berani mendekatinya dan macam-macam padanya.
Karena Rei adalah murid terpopuler di sekolah. Bukan hanya karena ketampanannya saja. Tapi dalam ilmu bela diri, dia paling jago dan tidak ada yang berhasil mengalahkannya.
"Sial!" Umpat salah satu senior.
Senior kedua lari duluan ke arah sebaliknya untuk menjauh dari Rei. Setelah itu disusul dengan yang lainnya juga. Tapi saat mereka ingin berbalik badan, mereka kembali dikejutkan dengan sosok Azura yang dekat sekali dengan mereka.
Azura ternyata sudah memegang ponselnya dan siap memotret wajah ketakutan semua senior tersebut.
"Cilup~~~ Ba! Senyum, ya?"
Setelah berhasil mendapatkan fotonya, Azura langsung berlari mendekati Derrel. Begitu juga Leon yang sedari tadi hanya melirik tajam ke arah keempat senior tersebut. Keempatnya berhasil melarikan diri.
"Yes! Gw dapat muka mereka." Azura memeriksa foto hasil jepretannya tadi. "Gak sabar gw mau cuci foto ini dan memajangnya di mading sekolah. Biar semua orang bisa bahagia juga melihat wajah mereka ini!"
"Derrel? Kau baik-baik saja?" teriak Dennis dari lantai dua.
Derrel mendongak dan menatap Dennis lalu mengangguk sambil tersenyum. Ia sangat senang semua teman-temannya datang untuk menyelamatkannya.
"Makasih semuanya!" ucap Derrel sambil membungkuk.
Rei menyentuh kepala adiknya lalu mengelusnya pelan. "Kalau kau diganggu mereka lagi, segera bilang padaku! Jangan takut. Kalau kau diancam tetap bilang padaku. Aku akan melindungimu, adik kecil!"
"Hm!" Derrel mengangguk sambil tersenyum.
Lalu Azura berbisik pada Leon yang ada di sampingnya. "Hehe... sekarang muka di Badak sudah gak serem lagi, tuh!"
"Kubunuh kau, Ra!" Rei mendengarnya dan kembali emosi. Tapi mereka semua hanya mentertawakannya bersama.
"Yare~ yare~ gw ketinggalan kejadian apa hari ini?"
Tak lama, seseorang datang dari jalan di belakang Rei. Orang itu bernama Dian. Dia laki-laki yang suka ngumpul sama banyak cewek. Tapi sekarang, sepertinya dia baru datang ke sekolah.
Seperti biasa, dia selalu terlambat. Tapi untuk hari ini, sepertinya Dian tepat waktu datangnya. Karena setelah ia menyapa teman-temannya, seketika bel masuk pun berbunyi.
"Dian datang, belnya malah bunyi." Gerutu Azura. "Ah! Malah pelajaran di kelas gw ada matematika, pelajaran pertama. Males banget rasanya!"
"Eh iya, mending gw ga usah datang, biar gak ada bel." Dian menggaruk pipinya pelan dengan telunjuk.
Mendengar perkataanya, Rei langsung menepuk punggung Dian dengan keras dan membalas perkataanya. "Lalu? Apa gunanya kita datang ke sekolah ini kalau tidak ada bel dan belajar? Lebih baik tidur di rumah!"
Dian hanya tertawa kecil. Lalu semuanya juga ikut tertawa dan mereka bersama-sama pergi ke kelasnya masing-masing.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
senja
udah tau gini kok dikeroyok, aneh mmg
2022-04-04
0
[Anonim]
Rei soft :'>
2022-02-09
0
[Anonim]
asik, kambing bisu 🗿🗿
2022-01-19
2