Seperti apa yang disarankan oleh teman-temannya, Aurora pun mencoba menurunkan rasa gengsi untuk menemui Pak Dikta yang saat ini berada di ruangannya.
Jika bukan karena Pak Dikta adalah dosen penting yang nilainya bisa berpengaruh untuk kelulusan, Aurora juga tak ingin kembali mendatanginya untuk meminta perbaikan nilai.
Persis di depan pintu ruangan Pak Dikta, terlihat Aurora yang tengah berdiri sambil tangannya terus maju mundur, ragu ingin mengetuk atau tidak.
Sampai akhirnya, pintu itu pun dibuka sendiri oleh sang pemilik ruangan.
"Kamu ngapain ada di depan ruangan saya ?" Tanya Pak Dikta yang tampak terheran.
Aurora terlihat panik sekaligus terkejut melihat Pak Dikta yang saat ini sudah ada tepat di hadapannya.
"Pak Dikta sendiri ngapain ?" Pertanyaan konyol itu terlontar keluar dari mulut Aurora karena saking gugupnya.
"Saya mau menemui Profesor Arya." Jawab Pak Dikta dengan mudah.
Aurora hanya mengangguk lalu kemudian diam. Mulutnya seperti enggan untuk berucap.
"Kok diem ? Pertanyaan saya belum kamu jawab."
"Ngapain kamu disini ? Apa ada perlu dengan saya ?" Aurora membuat Pak Dikta mengulang pertanyaannya.
"G-gini loh, Pak..." Aurora tampak ragu untuk mengatakannya.
"Kenapa ?"
"Saya itu mau minta tolong untuk kemurahan hati bapak." Ucap Aurora dengan suara lembutnya.
"Minta tolong apa ?" Pak Dikta makin bingung dengan maksud dan tujuan dari Aurora.
"Kamu kalau bicara itu yang jelas." Pinta Pak Dikta .
"Kesempatan buat mengulang tugas makalah masih ada gak, Pak ?" Akhirnya Aurora mau berkata to the point.
"Kamu mau pinta pengulangan buat tugas makalah ?"
"Bukankah beberapa jam yang lalu sudah kamu tolak ?" Pak Dikta masih ingat atas penolakan dari Aurora. Saat itu, Aurora menolak mentah-mentah kesempatan yang diberikan tanpa berpikir panjang dan dengan penuh kepercayaan diri.
"Saya awalnya memang merasa gak butuh tapi, setelah dipikir-pikir ternyata butuh melakukan pengulangan untuk tugas itu." Aurora mengatakan itu dengan santai bahkan sambil tersenyum lebar.
Pak Dikta hanya diam mematung sembari menatap datar ke arah Aurora.
"Jadi ? Apa kesempatan itu masih ada ?" Tanya Aurora yang butuh kepastian.
Dengan mudahnya Pak Dikta membalas dengan gelengan kepala sambil tersenyum.
"Kamu sudah menolak kesempatan itu jadi, ya sudah."
Apakah sekarang Aurora harus memohon untuk kesempatan yang sudah disia-siakannya itu ?
"Ayolah Pak..." Pinta Aurora.
"Saya benar-benar membutuhkan pengulangan itu." Ketika memohon seperti ini entah kemana perginya rasa gengsi dan ego yang ada pada diri Aurora.
"Saya tidak sebaik itu untuk memberikan kesempatan lagi." Ucapan Pak Dikta terdengar cukup tegas.
"Kamu sudah menolak kesempatan kedua itu jadi, jangan berharap apapun." Tambahnya.
Tatapan Aurora sudah terlihat berbeda. Ada sebuah rasa kesal yang mulai muncul.
Dengan senyuman hambar, Aurora masih bertanya. "Jadi, gak ada kesempatan ketiga buat saya ?"
"Tidak." Tukas Pak Dikta lalu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Aurora.
Setelah kepergian Pak Dikta, Aurora mulai meluapkan segala kekesalannya. Penolakan itu benar-benar membuat emosinya memuncak.
"Memang apa susahnya sih memberikan kesempatan lagi ?" Aurora mulai berbicara seorang diri.
"Emang tuh dosen aja yang pelit dan gak punya hati nurani."
Ingin berhenti marah tapi, Pak Dikta memang sangat menjengkelkan.
"Babi,"
"Anjing,"
"Kucing,"
"Harimau,"
"Macan,"
"Singa,"
"Kelinci,"
"Landak,"
"Sapi,"
"Kerbau,"
"Onta..."
Aurora mencoba untuk mengabsen nama-nama hewan lalu menghembuskan napas yang terkesan berat.
Kalau sedang emosi seperti ini, entah kenapa hawa udara yang ada di sekitar jadi ikutan panas.
"Tenang, Rara." Katanya sambil mencoba mengontrol emosinya. Pak Dikta memang hebat ya ! Salut, karena selalu berhasil membuat tekanan darah Aurora selalu naik.
...🥀🥀🥀...
Aurora memang sangat membutuhkan Pak Dikta untuk perbaikan nilai tugas makalah maka dari itu, dia merelakan waktunya dengan menunggu Pak Dikta.
Saat ini Aurora berada di kursi yang tak jauh dari ruangan Pak Dikta. Sudah lebih dari satu jam, Aurora duduk di kursi ini menunggu Pak Dikta yang tak kunjung kembali.
"Ini dosen kemana sih ?" Aurora sudah menggerutu. Ia hanya merasa sedikit bosan menunggu tanpa melakukan apapun.
Sedari tadi, berulang kali Aurora terus melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya hanya untuk mengetahui waktu.
Waktu telah menunjukan pukul empat sore. Seharusnya sudah sejak tiga puluh menit yang lalu, ia bisa pulang. Terpaksa Aurora harus pulang terlambat karena masih menunggu si dosen yang paling tak disukainya.
"Bisa-bisa gue nginep di kampus." Katanya lagi.
Jarum jam terus bergerak dengan cepat dan akhirnya penantian panjang Aurora terbayarkan juga. Persis pukul lima sore, Pak Dikta kembali ke ruangannya.
Naira yang melihat dosen itu pun langsung memanggil namanya dengan cukup lantang. Panggilan dari Aurora juga yang berhasil membuat Pak Dikta tak jadi membuka pintu ruangannya.
"Pak Dikta..."
"Tunggu... Tunggu..." Aurora berlari mendekat ke arah dosen itu.
Dengan rasa kesal dicampur rasa lelahnya karena dibuat menunggu berjam-jam, Aurora sekarang sudah berdiri tepat dihadapan Pak Dikta.
"Pak Dikta kenapa lama banget sih ? Gak tahu apa kalau saya nungguin ?" Protes Aurora dengan berani.
"Kamu nungguin saya ? Buat apa ? Saya gak pernah menyuruh kamu untuk menunggu." Pak Dikta yang berhasil dibuat terheran oleh Aurora.
"Itu murni dari inisiatif saya sendiri." Aurora tersenyum.
"Saya merelakan waktu untuk menunggu bapak hanya karena masih ingin membicarakan soal pengulangan tugas makalah itu." Kata Aurora pantang menyerah walaupun sudah ditolak.
"Bukankah perkataan saya tadi sudah jelas ?"
"Tidak ada pengulangan untuk tugas makalah." Pak Dikta mengatakannya dengan sangat jelas dan tegas.
"Memangnya bapak tega ngelihat nilai saya dapet C begitu ?" Aurora masih terus berusaha untuk membujuk.
"Lalu ? Saya kasih nilai C karena makalah yang kamu kerjakan itu isinya salah semua."
"Salah karena terlalu sama persis buku ensiklopedia bukan, Pak ?" Tanya Aurora mengakui kesalahannya sendiri.
"Iya. Apa kamu mengerjakan tugas dari saya memang selalu asal-asalan ?" Pak Dikta bertanya lagi sembari menatap Aurora dengan penasaran.
"Enak saja. Saya mengerjakan makalah itu sampai harus begadang." Balas Aurora dengan memberitahukan faktanya.
"Kamu bicara seperti itu bukan untuk menarik simpati saya kan ?" Pak Dikta curiga.
"Pak Dikta yang baik hati," Aurora kembali membujuk.
"Tolong beri saya kesempatan lagi, maka akan saya buktikan..." Ucapan Aurora sedikit terhenti. Gadis itu tengah berpikir mau membuktikan apa.
"Mau membuktikan apa ?"
"Kalau akan ada kemajuan pada makalah saya. Iya, makalah saya akan lebih baik dari ini."
Pak Dikta terdiam sejenak. Haruskah ia memberikan kesempatan itu lagi pada Aurora ?
"Pak ? Kok diem ?"
"Baik. Saya akan berikan kamu kesempatan untuk mengulang tugas itu, tapi–" perkataan itu terjeda sebentar.
"Tapi ?"
"–ada syaratnya. Saya gak bisa memberikan kesempatan itu dengan cuma-cuma."
Persyaratan apalagi ini miskah ? Kenapa Aurora merasakan feeling yang tak enak ?
"Apa syaratnya ?" Aurora penasaran.
"Tugas itu hanya boleh dikumpulkan sampai besok siang, sebelum pukul dua." Kata Pak Dikta memberitahu persyaratannya.
"Tidak ada kelonggaran, Pak ?" Aurora masih saja menawar.
Dengan cepat Pak Dikta menggeleng sambil tersenyum tipis.
"Kalau lebih dari pukul dua tugas makalah kamu belum ada di meja saya,"
"Saya akan anggap kamu kembali menyiakan kesempatan ketiga." Tutup Pak Dikta lalu berlalu masuk ke dalam ruangannya meninggalkan Aurora yang masih terlihat berdiri diam mematung.
Sekarang yang ada dipikirannya hanya bagaimana cara menyelesaikan perbaikan tugas makalahnya tepat waktu.
Akun media sosial Author :
Instagram : just.human___
Nb. kepoin aja akunnya, soalnya disana author bakal spill tipis-tipis cerita ini.
...🥀🥀🥀...
Cuma mau kasih tahu aja, kalau misalkan suka ceritanya jangan lupa buat kasih like, komen dan vote juga.
Ayo kawan ramaikan cerita ini, ajak kawan lainnya untuk bersenang-senang dan halu bersama :)
.
.
.
Gimana perasaan kalian kalau punya dosen seperti Pak Dikta ? Bakal seneng, kesel, atau benci seperti yang dilakukan Aurora ?
.
.
.
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments