Seorang laki-laki terlihat turun dari mobilnya, penampilannya sungguh menakjubkan. Kulitnya putih, bulu matanya panjang, berbentuk seperti mata elang dengan perawakannya yang gantle, laki-laki seperti itu tidak perlu bersusah payah buat menggoda wanita bukan.
Hanya dengan cara melihatnya berjalan saja. Wanita manapun selalu mencari cara, agar bisa berdekatan dengannya.
Dan sekarang, laki-laki itu terlihat melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah. Setelah melewati lorong-lorong dan melewati beberapa ruangan, akhirnya dia sampai di ruang keluarga.
Disana sudah ada seorang wanita cantik sedang membaca majalah, kemudian dia menyapa "Selamat sore mah."
"Sore.." Aliya mengangkat kepalanya "Arian! Kamu sudah pulang." Aliya menutup majalah lalu menaruhnya di meja "Tumben sayang, kamu pulang secepat ini."
Arian duduk bersandar di sofa setelah mencium punggung tangan Aliya. Melihat anaknya yang lelah, Aliya menuangkan segelas air putih, lalu di berikan pada Arian "Ini sayang minumlah, Mama tahu kamu lelah kan." Arian meraihnya dengan senyuman
"Terimakasih" Ujarnya lalu meneguknya
"Sayang bagaimana pekerjaan mu hari ini. Semuanya baik-baik saja kan?" Aliya bertanya lagi sesudah Arian menaruh kembali gelas kosongnya di meja
"Baik Mah" Jawabnya sambil menyeka bibir basahnya dengan tisu kering
"Syukurlah, Mama pikir ada apa-apa di kantor. Hhh " Aliya menghela nafas lega.
"Gak ada masalah apa-apa, mama tenang saja." Arian terdiam kembali sambil bersandar lengan di sofa. Menerawang langit-langit ruangan di sekelilingnya.
"Oya, sayang tadi siang Vera bicara sama Mama soal perpisahan di sekolah dan tentunya Mama sudah melarangnya. Untuk kali ini mama rasa sepertinya Vera marah besar. Arian tolong bantu Mama. Kamu bicarakan baik-baik padanya. Supaya dia gak marah lagi sama Mama yah. Kamu mau kan?"
Melihat reaksi wajah Aliya yang begitu panik, Arian memandangnya lembut lalu menggenggam tangannya.
"Baik Mah, aku yang akan bicara baik-baik padanya, Mama gak usah khawatir masih ada aku yang akan membujuknya."
"Terimakasih sayang." Aliya tersenyum
"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi ke kamarnya sekarang ya mah." Arian bangun dari duduk sambil menggulung lengan kemeja panjangnya.
"Hmm, kalau begitu Mama mau menyiapkan makan malam. Nanti Mama tunggu kamu dan Vera di meja makan"
"Iya Mah."
Arian menjawab lalu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Vera. Setelah berhasil menaiki anak tangga paling atas, dia berjalan kembali melewati lorong-lorong dan akhirnya dia sampai juga di depan kamar Vera.
"Ve Kakak boleh masuk ya?" Katanya saat sudah mengetuk pintunya, tidak terdengar suara apapun dari dalam.
Merapatkan telinganya di pintu, sama saja, tidak ada suara. Setelah ketukan ketiga, dibukanya pintu kamar dan masuk.
Gadis yang di cari masih berbaring terlentang di tempat tidur. Seragam sekolah masih melekat erat di tubuhnya. Rambut lurusnya yang indah juga berhamburan entah kemana.
Dasar kebo! Pikirnya sambil berjalan mendekat lalu duduk di sebelah Vera, dia belai pipinya dengan usapan lembut.
"Ve bangun sayang."
Mungkin Arian lupa, hanya dengan pipinya yang di belai lembut penuh kasih sayang begitu, tentu tidak mempan bagi Vera. Yang ada dia malah semakin tenggelam dalam mimpinya.
Dia belai rambutnya, masih sama, dia goncang bahunya Vera belum bagun juga. Kesal, akhirnya Arian cubit saja hidungnya berulang-ulang baru mempan.
"Hemm" Vera marah sambil memalingkan wajah ke sisi lainnya, belum membuka mata "Mau apa sih Kak? Ganggu orang tidur saja." Lanjutnya dengan gaya bicaranya yang ketus itu
Arian melirik jam tangannya sebelum menarik nafas dalam, mengusir kegeraman yang tercipta demi menghadapi adik angkatnya yang satu ini. Yang terkenal paling kebo di keluarganya sampai lupa waktu begini.
"Vera apa kamu lupa waktu? Lihat ini sudah jam berapa sayang? Masa sudah sore begini kamu masih tidur."
Mendengar adanya waktu yang di sebutkan, akhirnya Vera membuka matanya, melirik jam di bawah lampu tidur. Sebagai tanda dia takut Arian mengadu pada Aliya. Iya sosok Mama yang perhatian namun tegas itu.
"Ku kira ini baru jam 3" Dia menguap, menggesek-gesek matanya, lalu dengan malasnya ia duduk dari tidur, bersandar sambil menekuk lututnya.
Melihat rambutnya yang acak-acakan entah kemana tangan Arian terulur menyelipkan rambut ke belakang telinganya.
"Bagaimana sekolah mu tadi. Apa begitu banyaknya kegiatan di sekolah? Sampai bikin kamu tidur selama ini sayang."
"Gak ada kegiatan apa-apa di sekolah. Memangnya, ada urusan apa Kakak masuk ke kamar ku?" Vera menguap lagi, Arian tahu Vera belum sadar sepenuhnya. Alias masih ngantuk.
"Tadi mama bilang sama Kakak. Katanya kamu gak di izinkan ikut pergi ke acara perpisahan sekolah mu di Bali ya?"
"Kalau sudah tahu. Kenapa masih bertanya Kak? Pasti Kakak di suruh mama bicara baik-baik pada ku ya, supaya aku gak marah lagi sama mama iya kan?"
Baru saja Arian bicara pada intinya, Vera sudah menantangnya tiada henti. Yang membuat Arian hanya bisa mengembuskan nafasnya panjang.
"Kamu gak boleh bilang begitu. Semua yang di lakukan mama karena mau menjaga kamu dengan baik sayang. Karena kamu adalah keindahan yang paling berharga bagi kami semua."
"Tapi, aku juga bisa menjaga diri dengan baik kan Kak? Lagipula kan, Bali itu letaknya gak jauh-jauh amat kok" Vera bersikeras
"Vera, dengar! Di dunia ini gak ada orang tua yang mau menempatkan anaknya dalam bahaya. Apalagi penderitaan. Instingnya kuat, selalu melakukan yang terbaik demi membuat anaknya bahagia."
"Iya iya, tapi bisa gak sih Kakak beritahu aku alasan mama yang sebenarnya. Paling tidak alasan yang bisa buat ku mengerti."
"Maaf sayang, mama dan Kakak gak bisa ceritakan sama kamu sekarang. Kami berdua butuh waktu yang sangat tepat buat menjelaskannya sama kamu." Sesudah menjawab Arian membelai rambut Vera dengan usapan lembut.
"Iya iya!" Vera menyerah "Selalu saja bilang begitu. Gak pernah sekali pun beri aku kesempatan." Dia menggerutu "Oya Kak, ada lagi yang mau aku tanyakan." Arian menatap Vera dengan serius "Setelah aku lulus nanti. Apa Kakak mau memberi ku izin mencari pekerjaan sesuai dengan kemauanku. Aku berencana mau mencari jati diri?"
"Maksud kamu?" Arian mengerutkan keningnya.
"Iya.. Kakak juga tahu kan, selama hidup aku selalu mengurung waktu di rumah ini. Tapi sekarang aku juga mau tahu bagaimana rasanya hidup dalam kebebasan. Selalu bermimpi ingin kuliah sambil bekerja. Dan satu lagi aku ingin menjalin hubungan dengan seorang aku cintai. Bagaimana apa boleh?" Vera memasang wajahnya dengan penuh harap menunggu jawaban Arian
Entah kenapa Arian hanya diam setelah mendengar adik angkatnya bicara seperti itu. Seolah tidak rela jika Vera menjalin hubungan dengan orang lain.
Faktanya, semasa sekolah Vera tidak pernah di izinkannya berteman dekat dengan siapapun apalagi laki-laki.
Pernah suatu hari Vera membawa teman ke rumah, mereka memang di perbolehkan masuk, sebelum akhirnya di usir secara halus. Dengan alasan yang hanya di ketahui oleh keluarganya saja.
Melihat Arian masih terdiam Vera mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa Kakak jadi bengong begini. Gak mungkin Kakak tiba-tiba sakit kan." Ujar Vera sambil menyentuh kening Arian, Ah suhunya masih normal pikirnya "Kakak jangan kebanyakan bengong. Nanti kesurupan loh.. kerasukan pocong hehe.."
Saat tersadar Arian di perlakukan seperti anak kecil, dia menarik nafas panjang sambil menghilangkan perasaan campur aduknya dalam hati.
"Kakak gak mungkin kerasukan sayang. Yang ada malah pocongnya yang takut sama Kakak hehe" Vera tertawa mendengar Arian bicara barusan "Ve, Kakak tahu kamu selalu bilang bahwa kamu ingin merasakan kebebasan dalam diri kamu. Tapi tentang kamu ingin menjalin hubungan dengan seorang yang kamu cintai. Sepertinya mamah dan Kakak tidak mau mengizinkan mu."
"Kenapa aku gak di izinin pacaran." Vera sewot sambil melihat wajah Arian sebal. "Kak! Lihat sekarang aku sudah besar. Umur ku saja sudah 18 tahun. Aku cuma ingin tahu bagaimana rasanya mencintai dan di cintai orang lain. Asal Kakak tahu saja, kalau di sekolah itu, aku selalu di jadikan bahan ejekan teman sekelas. Karena gak pernah tahu bagaimana rasanya mencintai''
Arian mengerutkan keningnya
"Loh kenapa? Menurut Kakak bukannya itu sangat bagus. Di sekolah itu daripada kamu pacaran lebih baik kamu belajar yang serius demi masa depan kamu. Kakak gak mau kamu menjadi korban dari orang yang tidak baik sekaligus orang tidak mau bertanggung jawab sayang."
Demi menjaga perasaan adik angkatnya Arian mengucapkan kalimat nya pelan dengan nada kasih sayang dan penuh perhatian
"Iyah aku tahu, tapi masalahnya apa peraturan itu masih berlaku? Lihat Kak sekarang aku sudah besar. Dan Kakak tenang saja. Aku sudah bisa menjaga diri dengan baik kok. Jadi, mohon izinkan aku ya Kak?"
Demi mencapai tujuan Vera rela mendekatkan wajah manja sambil memohon agar mendapatkan izin dari Arian. Namun sayang, Arian hanya diam, dan tatapannya dingin sekali seperti mengatakan. Jangan bermimpi!
"Kakak jahat!" Vera menyentak "Lihat saja, pasti aku akan mencari pacar ku diam-diam dan kalau sudah dapat aku akan merahasiakannya dari Kakak. Awas saja!"
"Yang itu juga gak boleh. Nanti saja kalau kamu sudah lulus kuliah sayang. Kakak berjanji kakak izinkan kamu."
Dan kamu tidak perlu bersusah payah mencarinya. Karena pacar mu adalah...
"Gak terima!" Vera menolak mentah-mentah lalu memunggungi Arian "Biar bagaimana pun caranya, kalau nanti aku punya pacar. Aku langsung merahasiakannya dari Kakak. Titik!"
Melihat sikap keras kepalanya yang muncul Arian naik pitam.
"Vera sayang kamu benar-benar susah di omongin yah. Jangan mentang-mentang sekarang kamu sudah besar. Kamu jadi berani melawan Kakak. Sekalinya kakak bilang gak ya enggak! Paham?" Kata Arian menggema di akhir kalimat karena geram, tapi sialnya tidak ada rasa takut sedikitpun yang terlukis di wajah Vera, yang ada malah aneh.
"Kakak kenapa sih? Setiap aku omongin soal ini, Kakak marah. Seperti aku yang ketahuan selingkuh saja dari Kakak. Sadar dong Kak, aku bukan pacar mu kan?"
Lagi-lagi Vera bersikap keras kepala meski ujung-ujungnya dia hanya mampu mematuhi apapun yang di perintahkan Arian lalu berceloteh tiada henti. Dan tentunya Arian sudah terbiasa dengan itu.
Vera aku ingin sekali kamu tahu, bahwa aku tidak rela melepaskan mu. Aku mau kamu tetap ada di sisiku selamanya.
Sambil mendengar Vera berceloteh Arian bicara dalam hatinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments