Yuna menatap pria bule berambut pirang dan bermata biru itu dengan tatapan tajam.
"So, Mr. Blair. Apa maksud anda tadi masuk ke kamar saya seperti tadi?"
Edwarda mendongakkan wajahnya dari piring makannya.
"Kemana panggilan biasamu Mr. Edward?"
"Apa bedanya? Toh dua-duanya namamu kecuali kalau anda saya panggil Chris Pine."
"Bukannya kemarin kamu memanggil aku Chris Pine?" Edward menaikkan sebelah alisnya.
"Karena anda main jalan saja tanpa ada penjelasan pada saya."
"Karena kamu terlalu lambat! Kamu kira tidak banyak paparazzi di Heathrow?"
"Tahu lah Heathrow banyak paparazzi. Saya sudah tinggal di London sejak usia 15 tahun. Hei, saya sekolah di RCA asal anda tahu."
Edward menatap Yuna. Ternyata gadis ini lulusan sekolah prestige.
Tiba-tiba John masuk ke ruang makan sembari membawa beberapa koran dan tabloid.
"Maaf boss. Ini diantarkan oleh penjaga rumah depan."
Edward meletakkan koran dan tabloid di atas meja dan hanya mendengus kesal. Yuna yang melihat dirinya menjadi headline hanya tersenyum.
"May I see?" tanya Yuna.
"Lihat saja sana!"
Yuna mengambil tabloid the Sun dan tertawa kecil kecil melihat judul di tabloid gosip itu.
Edward Blair with a new girl. Yay or Nay?
"Astaga. Memang seperti apa mantan-mantan anda, Sir?" goda Yuna. "Duh fotografernya payah nih! Salah ambil angle jadi kelihatan jelek aku."
Edward melongo menatap Yuna. Gadis itu cuek saja menjadi bahan gosip separo kota London.
"Kamu tidak terganggu? Kamu tidak sedang pansos kan?"
Yuna mencebik. "Ngapain pansos sama anda? Kalau mau pansos, sekalian saja sama budhe Yana, dia kan artis terkenal, diva pula. Anda kan hanya seorang pengusaha dan segelintir orang yang tahu. Beda dengan artis sekaligus diva, semua orang di seluruh dunia tahu atau setidaknya pernah mendengar namanya."
Astaga gadis satu ini!
"Oke Mr. Edward. Apa pekerjaan saya sampai saya harus terbang ke London dan membatalkan kerja dengan papa saya. Kalau bukan Mbak Nabila yang meminta, saya tidak mungkin mau terbang kemari."
Edward menghabiskan sarapannya. "Habiskan sarapanmu, Kita bicarakan di ruang tengah." Pria tinggi itu lalu berdiri dan berjalan menuju ruang tengah yang terlihat dari ruang makan.
Sembari menghabiskan sarapannya, Yuna mengamati interior mansion milik Edward. Baru dia melihat bagaimana mewah isi mansion itu karena semalam dia sudah terlelap.
"Anda mau teh atau kopi nona Yuna?" tanya Maria yang datang setelah gadis itu selesai sarapan.
"Teh saja Maria, terimakasih." Yuna berjalan menuju sofa tempat dimana Edward duduk sembari menikmati secangkir kopi hitam. Setelah mendaratkan pantantnya di sofa seberang Edward, Yuna pun menunggu.
"Aku kemarin mendapatkan tepatnya diberikan sebuah lukisan yang menurutnya klien ku diyakini adalah milik Edgar Degas."
Yuna menaikkan alisnya. "Bukankah semua lukisan Degas di museum?"
"Itu yang aku tahu. Karena tidak ada acara lelang soal Degas."
"Dimana lukisan itu Mr Edward?"
"Berada di kantorku."
"Kenapa klien anda berani memberikan lukisan yang kita anggap itu karya Degas ke anda?"
"Karena dia tidak bisa membayar hutangnya jadi dia memberikan lukisan itu sebagai pelunasan hutang. Hanya saja, sebelum aku memastikan keaslian dan otentikasi lukisannya, aku belum mengiyakan pelunasan hutangnya."
Yuna mengangguk. "Museum yang memiliki banyak karya Degas adalah Musée d'Orsay Paris, tapi banyak museum juga memiliki karya dia."
"Baik. Kita berangkat sekarang?" Edward berdiri dan mengambil jas dan dasinya yang di sampirkan sembarangan di meja Konsul.
"Sebentar, saya ambil Coat dan tas saya dulu." Yuna pun berlari menuju kamarnya lalu keluar membawa Coat Burberry dan tas Prada nya.
John yang sudah siap di depan pintu mansion membukakan pintu.
"Terimakasih...?" Yuna menaikkan alisnya.
"John. John Smith." John tersenyum.
"Astaga J, namamu pasaran sekali" kekeh Yuna.
John hanya megusap tengkuknya kikuk. "I know nona."
Edward melihat interaksi Yuna dan John hanya diam saja. Wajahnya datar saat Yuna masuk ke dalam mobil.
"Kamu itu sama dengan Nabila" ucapnya setelah mobil mereka berjalan menuju kantor Edward.
"Sama apanya?"
"Cara memperlakukan para pegawai dan pengawal. Selalu bisa membuat mereka nyaman padahal baru saja bertemu."
"Mungkin itu kelebihan kami, selalu memandang orang tanpa prejudice." Yuna menatap kearah luar jendela mobil.
"Hah, betapa saya merindukan London setelah saya tinggal setahun lebih."
Edward melirik gadis di sebelahnya.
"Apa kamu merindukan kekasihmu disini?" tanyanya asal.
Yuna menoleh ke arah Edward. "Kekasih?"
"Tidak mungkin kan gadis secantik kamu tidak memiliki seorang atau beberapa kekasih selama tinggal di London?"
Yuna tertawa.
"Aku tidak pernah pacaran karena fokusku untuk menyelesaikan kuliahku secepatnya karena aku sudah tidak sabar berkeliling dunia melihat banyak benda seni dan mengkuratornya." Yuna menatap Edward. "Melihat, memegang, menyentuh dan meneliti karya seni itu adalah passionku."
"Apa kamu tidak ingin menikah, memiliki keluarga?"
Yuna melongo. "Oh Mr Edward. Apa anda sedang menyelidiki kehidupan pribadi saya?"
"Mungkin" jawab Edward ambigu.
"Kalau anda bertanya apakah saya ingin menikah dan memiliki anak, saya akan mengatakan ingin tapi tidak sekarang."
"Kenapa?" tanya Edward penasaran karena dia ingin memastikan gadis ini pun tidak termasuk dalam cara licik Mike dan Duncan.
"Saya masih ingin bebas Mister. Saya baru 23 tahun, masih banyak keinginan yang belum terwujud selain menikah dan memiliki anak."
"Which is?" Jujur Edward penasaran dengan gadis cantik cuek ini.
"Saya ingin memiliki galeri di Bali dan memiliki rumah disana yang menghadap laut. Ohya, uang yang anda kirim bisa membuat saya membeli rumah idaman saya selama ini."
Edward terkejut. Bukannya semua keluarga Pratomo memiliki saham setiap anggota inti keluarganya?
"Bukannya kamu memilik uang sendiri dari SHU PRC group?"
Yuna tersenyum. "Memang saya punya uangnya Sir, tapi saya terbiasa sudah mencari uang sendiri sejak kecil. Apa anda tahu, saya mendaftar menjadi guide tour museum Jakarta sejak usia 13 tahun untuk menerangkan kepada para siswa sekolah seumuran saya? Bahkan ketika sekolah di London, saya menjadi asisten para pemilik galeri membantu mereka memanage semuanya. Jadi saya tidak masalah untuk bekerja di bidang yang saya suka karena ada kepuasan tersendiri jika kamu bisa membeli barang yang kamu inginkan dari jerih payahmu sendiri."
"PRC group itu bukannya jerih payahmu juga?"
"No. Itu jerih payah papa."
Edward melirik Yuna yang notabene putri keluarga konglomerat tapi mau tinggal di tenda di lokasi arkeologi, tidur di hotel murah di Colombia ketika harus mengkurator karya Fernando Botero. Ya, Edward berusaha mencari tahu siapa Yuna Indira Pratomo ketika tadi menunggu gadis itu menyelesaikan sarapannya.
Gadis yang menarik tapi aku lebih sayang Porsche ku dan mengakusisi Lamborghini Aventador milik Mike. Jangan pernah jatuh cinta dengan gadis ini kalau kamu sayang mobilmu, Ed!
***
Yuhuuu
Up pagi dulu Yaaaa
Thank you for reading
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
hati hati ketulah kamu ed
2024-07-13
1
Bambang Setyo
Karungin mobilmu ed jangan sampai lepas 🤣🤣🤣
2023-05-19
2
Irma Tjondroharto
hahha.. yang bener ed.. ahahhaha.. kita liat aja
2023-04-09
1