"Sayang" panggil Livia untuk kesekian kalinya saat Vony itu tak kunjung keluar dari dalam kamar padahal anak temannya sudah menunggu sejak tadi.
"Iyah ma, sebentar" teriak Vony dari dalam.
"Cepat keluar atau mama akan marah besar sama kamu!" marah Livia saat putrinya itu selalu seperti ini saat pria-pria pilihannya menjemputnya untuk berkencan.
Vony yang sudah siap sejak tadi memilih mengunci diri dari dalam kamar dengan mulut yang komat-kamit tak jelas. Rasanya sangat malas sekali harus bertemu dengan pria yang selalu gonta-ganti seperti ini, apa kata tetangga tetangga tentang dirinya?.
Menarik nafas panjang untuk menetralkan sifat kesalnya Vony meraih tas selempang berwarna hitam, berjalan kearah pintu kamar yang ia yakin sang mama pasti tengah menunggunya di depan kamar.
Tepat seperti dugaannya Vony melihat sang mama yang tengah berdiri di depan pintu dengan kedua tangan yang disilangkan didepan dada.
Menunjukan senyuman tanpa dosa khas dirinya kepada sang Livia, Vony berjalan keluar kamar mensejajarkan tubuhnya dengan wanita yang telah melahirkannya itu.
"Maaf ma tadi perut Vony tiba-tiba mules, dan sepertinya ini juga masih mules" Akting Vony memegang perutnya dengan menunjukan ekspresi kesakitan.
"Apa tidak ada alasan lain selain itu?" tanya Livia melayangkan tatapan tajam kepada sang putri saat alasan itu terus yang digunakannya.
Merasa Livia sudah tau akan aktingnya Vony kembali ke sifat semula. "Mama tau sendiri setiap Vony mau berkencan buta perut Vony mendadak mulas, apa mungkin itu tanda-tanda alam yang tidak menyetujui kencan buta ini?" ucapnya asal.
Livia yang semakin dibuat kesal oleh tingkah putrinya itu mendaratkan jewerana maut pada telinganya. "Ngeles terus kaya bajai, pantas saja kamu tidak cepat dapat jodoh seperti sahabatmu itu kalo kamu saja tidak mau mencoba berkenalan dengan laki-laki"
"Au,au, ma telinga Vony mau lepas" kata Vony kesakitan.
"Biar saja biar lepas sekalian nih telinga!" ucap Livia yang masih menjewer telinga Vony.
"Au, mama gak mau kan Vony nangis cuma karena jeweran mama dan Vony harus berdandan ulang lagi" mendengar itu Livia melepaskan jeweran nya. Mengusap telinganya yang terasa panas membuat gadis itu mengeluh manja.
"Sudah jangan banyak alasan lagi sekarang ayo turun!" menarik tangan Vony keduanya berjalan menuruni anak tangga menghampiri seseorang pria yang tengah duduk di sofa yang tengah melirik jam di pergelangan tangannya.
"Maaf nak Farhan menunggu lama" Ucap Livia tak enak hati telah membuat tamunya itu menunggu terlalu lama.
"Tidak apa-apa tante, biasa saja lagian saya rela menunggu lebih lama untuk anak gadis tante ini" ucap Farhan dari sebrang sofa yang tidak bisa memalingkan pandangan matanya dari Vony yang terlihat cantik walau baju yang ia gunakan biasa saja.
"Tunggu aja sampai tahun baru cacing!"
Merasa tak nyaman dengan tatapan pria tersebut pada dirinya Vony membuang pandangannya ke arah lain.
Melihat Vony yang membuang pandangannya Farhan memilih berpamitan. "Kalo begitu sebaiknya kita jalan sekarang saja takut pulangnya terlalu malam"
"Oh Iyah, lebih baik kalian berangkat sekarang saja" menyenggol bahu Vony yang duduk di sampingnya meminta agar putrinya itu segera berdiri.
Vony mengeleng pelan menatap Livia memelas, Vony sudah lebih dulu merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu bagaimana jika nanti harus bersamanya?. Melihat putrinya mengeleng Livia mencubit paha Vony membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
Dengan perasaan malas Vony bangkit dari duduknya memilih berjalan lebih dahulu meninggalkan Farhan yang masih harus berpamitan kepada sang mama.
"Maklum anaknya lagi kumat" ujar Livia tersenyum kaku.
"Tidak apa-apa tante, kalo begitu saya pergi dulu" meraih punggung tangan Livia Farhan menciumnya singkat dan langsung berjalan tergesa-gesa keluar dari dalam rumah menyusul Vony yang keluar lebih dahulu.
Baru saja tangannya ingin meraih pintu mobil Farhan lebih dahulu membukakan pintu untuk dirinya. "Silahkan" ucap Farhan mempersilahkan Vony masuk.
"Terimakasih" balas Vony malas langsung masuk kedalam mobil.
Disepanjang perjalanan hanya Farhan yang terus bertanya ini dan itu tentang dirinya, bahkan pria itu dengan tidak tau malunya menanyakan ukuran baju yang ia gunakan sekarang.
"Apa benar dia seorang CEO?" ragu Vony saat pria disampingnya terus berbicara tanpa jeda dan anehnya bukannya berhenti saat ia tak menjawab pertanyaannya, pria itu melayangkan pertanyaan lain yang membuat kepalanya pusing. "Tapi kenapa sifatnya sama persis dengan penjualan baju ditanah abang"
"Apa kamu suka warna pink?" tanya Farhan menara Vony yang membuang pandangannya luar jendela.
"Tidak" jawabnya singkat.
"Kenapa?"
Melihat mobil Farhan sudah terparkir di parkiran Mal Vony memutuskan ucapan tidak berguna itu. "Sudah sampai sebaiknya kita segera turun dan mencari kadonya"
"Agar aku bisa segera pulang dan tidak lagi mendengar ocehan tidak jelas mu itu!" Keluar terlebih dahulu dari dalam mobil Vony meninggalkan Farhan.
Farhan yang ditinggal untuk kedua kalinya oleh gadis itu segara menyusul Vony yang sudah masuk kedalam Mal. Menyesuaikan langkahnya dengan Vony keduanya berjalan beriringan bak seorang kekasih dan itu membuat Vony ingin rasanya menendang pantat pria itu agar hilang dari hadapannya.
"Kamu mau beli kado apa?" tanya Farhan saat keduanya sampai di lantai dua yang menyediakan banyak pilihan dari baju, aksesoris sampai make up.
"Tidak tau" jawab Vony singkat mengedarkan pandangannya mencari hadiah apa yang pas untuk sahabatnya besok.
Masuk ke toko satu dan toko satunya Vony berusaha membuat Farhan merasa bosan , karena yang pernah ia praktekkan sebelumnya laki-laki akan cepat merasa bosan dan akan langsung marah-marah jika di ajak terus berjalan, tapi sepertinya hal itu tidak berlaku pada Farhan karena pria itu yang masih nampak bersemangat meski ia sudah keluar masuk lima toko.
"Tidak salah lagi Farhan bukan laki-laki!"
Merasa tak ada gunanya mengajak pria tersebut terus berjalan akhirnya Vony masuk ke toko perhiasan berniat membelikan sahabatnya sebuah kalung dan agar dirinya segera lepas dai Farhan yang selalu mengekori kemana saja ia pergi.
Setelah membayar miliknya Vony melihat Farhan yang juga membeli dua kotak perhiasan. "Kamu beli perhiasan?"
"Iyah, karena aku juga di undang ke pesta pernikahan tuan Kenzou"
Vony yang hampir melupakan Farhan juga seorang CEO yang pastinya diundang ke acara pesta sahabatnya besok mengiyakan ucapan pria tersebut dan melangkah keluar dari dalam toko perhiasan. Mengajak Vony untuk makan malam terlebih dahulu sebelum ia mengantarnya pulang membuat Vony memiliki ide licik yang terlintas di otak pintarnya.
Menyetujui ajakan Farhan membuat pria itu tersenyum senang, mengajaknya ke food court di lantai tiga Farhan memilih restoran yang terkenal akan kemahalan nya.
***
Jangan lupa Like, Komen, Vote, dan Beri Hadiah 🤗♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments