Sedikit perkenalan untuk keluarga Cia
Ayahnya bernama HARSONO GATRIS UYE
Ibunya bernama SANIA UYE
Kakaknya bernama ALTARA MALDEVA UYE.
oke skip
⁄(⁄ ⁄•⁄-⁄•⁄ ⁄)⁄
2 minggu telah berlalu. Cia perlahan mulai melupakan kejadian buruk yang menimpanya. Sama halnya dengan Ziand walaupun akhir-akhir ini wajah Cia selalu mengganggu pikirannya, dia tetap dapat menyingkirkan nya. Jujur saja Ziand rindu dengan tubuh wanita itu.
Kabar gembira sedang menyelimuti keluarga MOORE.
"Akhirnya, momy akan punya cucu." ujar Killa antusias.
Ya, kabar gembiranya adalah Anggelina di fonis hamil. Ziand yang mendengar nada antusias momynya, memutar bola mata jengah. Sedangkan Anggelina sendiri hanya tersenyum, dengan senyuman palsu tentunya. Dengan begini, Anggelina dapat memeras habis keuangan keluarga ini.
"Jaga baik-baik cucu ku nak." ucap Fernand.
"Tenang saja dad, Ziand akan menjaganya."
"Bagaimana jika kita membuat pesta merayakan kehamilan mu." usul Killa
"Tidak usah lah mom, lagian usianya baru 1 minggu kan."
"Iya mom, tidak perlu terburu-buru." timpal Anggelina melanjutkan ucapan Ziand.
Killa yang mendengar jawaban putra dan menantunya, mengerucutkan bibir sebal dengan tatapan sinisnya. Padahal sebenarnya ia ingin memamerkan kehamilan menantunya.
"Ya ya, terserah kalian sajalah." pasrah.
Ziand terkekeh. "Mom Ziand dan Anggel kekamar dulu." pamitnya berlalu menaiki tangga.
Ceklek!
"Aku sudah mengandung anakmu bukan, jadi kau harus membayarnya." ucap Anggel.
~Dasar mata duitan.~ batinnya.
"Rahim bayaran? ah ku rasa itu cocok untuk pekerjaan mu. Uang? aku akan memberikannya tidak perlu khawatir."
"Kau harus memberikan 2 kali lebih banyak."
Hanya deheman yang Ziand keluarkan. Ziand memutuskan untuk tidur di ranjang nya. Di ranjangnya? Ya, mereka memang tidur dalam 1 ruangan tetapi tidak 1 ranjang.
Pagi hari ini Cia menerima gajinya, separuh gajinya untuk orang tuanya, ¼nya ia berikan untuk nenek dan kakeknya. Dan sisanya ia gunakan untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang ingin dia beli.
Bagaimana dengan makan dan bayar kost? bosnya telah menyediakan tempat tinggal para pekerjanya dan juga memberikan uang untuk makan.
"Mana duitnya? Mama sama kakakmu mau shoping." titahnya dengan mengulurkan telapak tangannya.
"Shopping terus, buat papa aja. Papa kemarin kalah main, kali ini pasti menang." ucap Harso.
"Tidak-tidak berikan semua uang itu ke mama saja Cia. Ayahmu ini selalu kalah, entah kapan dia menang. Mama ingin membayar cicilan pinjaman online itu dan kakakmu ingin membeli tas baru."
"Heh, nanti juga pasti menang."
" Ma, yah. Sudahlah bagaimana jika uangnya dibagi dua." usul Tara kakaknya yang sedari tadi hanya diam.
Cia tampak menimang dengan usulan kakaknya, beberapa menit kemudian ia mengiyakan dan memberikan uang yang sudah dibagi.
"Kenapa cuma segini hah!" bentak Harso.
"Apa cuma ini yang bisa kau hasilkan, anak tidak tau diri." teriak Sania dengan keras didepan wajah Cia.
Kedua orang tua Cia hanya bersikap baik jika berurusan akan diberi uang, setelah Cia memberikan uang gajinya pasti kedua orang tuanya selalu berkata seperti itu.
Plak
Plak
Bugh
2 tamparan dilayangkan oleh Tara, kakaknya dan 1 tendangan pada betis kaki kiri Cia yang membuatnya terduduk dilantai.
"Kenapa kau tidak bekerja sebagai pe*a*ur saja? dengan begitu bisa mendapatkan banyak uang." Harsono berucap dengan nada remeh.
"Tidak ayah, Cia tidak ma...." belum sempat ia menyelesaikan ucapannya sudah dipotong Tara.
"Bagaimana jika kita menjualnya saja ma, yah." ujar Tara antusias.
"Bagus juga usulan mu nak, kita bisa mendapatkan uang yang lebih banyak lagi."
Cia yang mendengar percakapan mereka menggelengkan kepala cepat.
"Hikkss..., hikkss..., ti..tidak Cia berjanji akan bekerja lebih keras lagi kok." ucapnya bergetar dan meremas perutnya.
"Dari dulu kau selalu berbicara seperti itu Cia! Dan apa, ini masih sama saja." sarkasnya.
Brugh
Cia pingsan akibat kelaparan dan kelelahan menangis. Sania, Harso maupun Tara yang melihat Cia, masa bodo. Mereka memutuskan pergi meninggalkannya.
Pukul 12.38 siang Cia terbangun merasakan tubuhnya lelah, dan sangat lapar. Cia terbangun masih berada dilantai ruang keluarga tadi. Tidak ada yang membantunya.
Cia pergi ke dapur untuk mencari apa yang bisa dimakan. Ia melihat kulkas penuh dengan sayuran dan memasaknya walau perutnya sangat perih menahan lapar.
Selesai memasak Cia menaruh makanan itu dimeja makan. Kegiatan Cia kali ini diperhatikan oleh Sania, Harsono maupun Tara.
"Wah, sepertinya enak." mereka ber tiga duduk di kursi masing-masing dan mulai mengambil makanan itu.
"Kalian tidak menyisakan sedikit untuk ku." ucap Cia, dia lelah setelah memasak malah dimakan habis ketiganya.
"Apa peduli kami! Jika dirimu lapar, keluar saja cari makanan. Jika tidak punya uang mengemislah dijalan. Sudah sana pergi!!" perintah Harso.
Selama ini keluarganya tidak tau jika Cia hanya memberikan separuh gajinya kepada mereka. Daripada terus berdebat, Cia memutuskan untuk keluar dari rumah tersebut. Niat hati ingin menginap malah jadinya seperti ini.
Tutt tuut tuutt
Berkali-kali Cia menelpon Vivi agar menjemputnya. Dirinya sudah tidak kuat lagi jika sendirian.
Drrtt drrrtt drrt
Beberapa saat kemudian telepon Cia berdering, ah akhirnya sahabatnya menelpon balik.
"Hallo Ci, ada apa?" tanyanya.
"Vi bisakah kau menjemput ku, di halte bus dekat perempatan jalan rumah orang tua ku." ucapnya lirih
"Bukannya kau ingin menginap ya."
"Vi tolong jemput saja, aku sudah sangat lemas."
"Astaga, baiklah tunggu aku."
Tutt
"Arrgghh sakit sekali tuhan." Cia meremas perutnya bertambah sakit.
Brugh
Untuk kedua kalinya Cia pingsan.
"Mana sih ni anak, katanya di halte udah sore gini lagi." gerutu Vivi.
Tak jauh dari tempat Vivi duduk, segerombolan orang seperti sedang mengepungi sesuatu.
"Apaan si rame bener." batinnya.
"Permisi bu, pak. Ada apa ya didepan?" tanya Vivi mulai dengan kekepoa nya.
"Itu loh mbak ada cewe pingsan, dari 3jam yang lalu katanya. Mau dibawa kerumah sakit tapi ga ada yang nolongin."
Vivi menerobos segerombolan orang itu.
Deg.
"Astaga Cia!"
"Heh, kenapa kalian diam saja. Bantu aku membawanya ke klinik dekat sini, dia sahabat saya." teriaknya.
Sampai di klinik, Cia segera ditangani oleh dokter.
Ceklek!
Pintu UGD terbuka, Vivi yang sedari tadi bolak balik tidak jelas seketika berhenti.
"Bagaimana keadaan sahabat saya dok?" tanyanya cepat dengan nafas tersengal-sengal.
"Pasien kelaparan, ini resep obatnya untuk ditebus nanti dan apakah pasien sudah menikah?"
"Menikah? belum sahabat saya belum menikah."
"Saya menduga bahwa pasien hamil."
"Dari mana kau tau itu dok?"
"Saya sempat meng USG dan terdapat titik kecil." jedanya menunjukkan print foto USG tersebut.
"Sebaiknya, minggu depan memeriksanya kembali. Saya permisi."
"Apa benar Cia hamil, jika memang iya aku takut kalau Cia akan menggugurkan bayi itu. Bilang tidak ya, tidak usah dulu lah, tunggu Cia benar-benar pulih baru aku sampaikan." gumamnya memasuki ruang UGD tersebut.
Melihat Cia yang sudah siuman, Vivi segera duduk di kursi samping ranjang yang berdekatan dengan nakas, terdapat bubur rumah sakit karena Vivi yang memesannya cepat.
"Ci makan dulu ya." ujarnya mulai menyuapinya.
Cia tetap menggeleng, walaupun perutnya memang lapar. Ah Cia menginginkan nasi goreng sekarang, entah mengapa tapi dia sangat menginginkannya.
"Vi rasanya pasti tidak enak, aku ingin nasi goreng saja ya."
"Tidak, makanlah ini dulu. Untuk mengganjal perutmu."
"Ga mau Vi, maunya nasi goreng." ucapnya manja dan mengerucutkan bibirnya beberapa centi.
"Ga biasanya ni anak minta kek ginian. Apa bener yah yang dikatakan dokter tadi kalau Cia memang hamil." batinnya.
"Yaudah iya Ci, nanti kita beli. Tapi sekarang makan dulu ya." tawar Vivi.
"Baiklah tapi janji kan?"
"Iya janji kok."
Kyyyaaaa segini dulu ya:)
Apakah benar Cia hamil?
Lalu bagaimana jika Cia mengetahuinya?
Tinggalkan jejak sebagai apresiasi kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Gita
pdahal bagus ceritanya 🥰 GK bertele tele 👍🏻 semngat kak author 💪
2022-01-18
1