+++
Arc 1 : The Births of The Ender.
Bab 3 : Ulang Tahun.
+++
20 Oktober 2127.
Tak terasa sekitar tiga bulan telah berlalu semenjak tahun ajaran baru dimulai pada bulan Juli lalu.
Selama tiga bulan ini, Putra menjalani hari-harinya di sekolah seperti biasanya. Namun tahun ini, ia merasa lebih kerepotan daripada tahun sebelumnya. Itu karena para gadis yang seperti tak ada hentinya terus berusaha mendekati dirinya.
Selama tiga bulan ini, sudah ada sembilan siswi di sekolahnya yang mengajaknya berkencan dan menjadi pasangan kekasih. Tapi mereka semua ditolak oleh Putra.
Meski sudah ditolak, mereka bersembilan, dan para gadis lainnya yang Putra tolak tahun kemarin tak menyerah untuk mendekati Putra. Itu karena mereka semua ditolak dengan cara yang sangat halus dan tak ada perasaan tersakiti sedikit pun di hati para gadis itu. Justru, sensitifitas hati tingkat tinggi yang dimiliki para gadis ini mendeteksi sesuatu yang menyakitkan di balik penolakan Putra.
Beragam rumor pun beredar. Salah satunya adalah rumor tentang Putra yang memiliki seorang kekasih yang tak diketahui umum. Lalu kekasihnya itu meninggalkan dirinya. Ada yang berpendapat Putra diputuskan, ada juga yang punya pendapat lebih ekstrem lagi. Seperti kekasih Putra itu meninggal dunia, sehingga ia belum bisa berpindah ke lain hati.
Entah dari mana awalnya rumor itu beredar. Tapi pada kenyataannya, rumor itu tak sepenuhnya salah. Putra memang memiliki kekasih hati yang telah lama berpisah dengan dirinya. Dan ia menyebut gadis itu dengan sebutan, ‘pecahan jiwaku yang hilang’.
.
.
.
“Er! Makan dulu!”
“Iya, bu.”
Er, adalah panggilan dari Erlangga Saputra di dalam keluarganya. Berbeda dengan panggilannya di luar, Putra.
Er keluar dari kamarnya dan segera menuju dapur, yang mana sekaligus berfungsi sebagai ruang makan keluarga kecilnya. Di depan meja makan, telah terlihat dua orang wanita yang menunggu Er.
“Eh? Bibi sudah pulang?” tanya Er.
“Ya, kebetulan jalanan hari ini lancar. Jadi bibi tidak terjebak macet.”
“Begitu, ya? Syukur lah.”
Di rumah ini, Er tinggal bertiga. Hanya ada ia, ibunya, dan bibinya yang merupakan adik kandung dari ibunya.
Bibi Er yang bernama Sintia Pramudia itu, bekerja di bagian manajemen sebuah restoran yang cukup ternama di kota ini. Ia bekerja pada jam kantor normal, yang mana bisa pulang pada sore hari. Namun, karena pekerjaannya yang sangat banyak setiap harinya. Hampir selalu saja Sintia baru bisa pulang setelah lewat jam enam sore. Sudah begitu, selain disebabkan jarak antar rumah dan tempat kerjanya yang cukup jauh. Kemacetan juga hampir selalu mencegahnya pulang sebelum jam delapan malam. Tapi kini, baru jam setengah delapan, dan ia sudah ada di rumah. Maka dari itu Er sedikit heran.
Di rumah ini, ibu Er yang bernama Agnisa Pertiwi adalah yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Ia yang mengurus segala keperluan rumah tangga seperti merapikan rumah, menyiapkan makanan dan lain sebagainya. Er tentu saja sering dan selalu membantu pekerjaan rumah tangga ibunya ini. Karena selain menjadi ibu rumah tangga, Agnisa juga melakoni pekerjaan sampingan, yakni bekerja di sebuah industri pakaian rumahan sebagai pelipat baju.
Kalau kegiatan Er sendiri, ia hanya bersekolah dan membantu pekerjaan rumah tangga saja. Setidaknya ia sudah mengurus keperluan pribadinya sendirian. Ia ingin juga mengambil kerja sambilan untuk membantu ekonomi keluarga. Akan tetapi, ibu dan bibinya melarang itu.
“Hm... omong-omong, makanannya banyak sekali. Sepertinya ada beberapa yang beli di luar, ya?” tanya Er saat melihat hidangan di atas meja makan.
“Ya, tentu saja. Karena ini hari yang spesial!” ucap Agnisa dengan semangat menanggapi pertanyaan putranya.
“Memangnya apa yang spesial hari ini?” tanya Er lagi.
“Kakak, sudah kubilang pasti dia tidak ingat.” Ucap Sintia.
“Huuh... Er, kenapa kamu selalu lupa hari ulang tahunmu sendiri?” tanya Agnisa pada Er.
“Ooh.. Hari ulang tahunku? Aku tidak lupa, aku ingat hari ini aku ulang tahun. Lalu, apa itu ada hubungannya dengan sesuatu yang spesial?”
“Hehe, kakak. Putramu ini memang spesial, ya?”
“Haha, iya.”
Keheningan tercipta sebentar, sampai Agnisa yang membuka lagi percakapan.
“Er, apa kamu tidak menganggap hari lahirmu sendiri sebagai hari yang spesial?”
“Hm... Sebenarnya tentu saja aku menganggapnya spesial. Tapi sepertinya ‘spesial’ yang ibu maksud itu sangat positif, ya? Kalau buatku, hari ulang tahun itu bukan hanya spesial dalam konteks positif tapi juga negatif.”
“Huuh.. cara bicaramu itu makin lama makin membuat ibu pusing!” Agnisa merajuk.
“Hahah... ibumu benar, Er. Semakin lama cara bicaramu makin membuat pusing. Tapi, memangnya apa yang kau maksud spesial dalam konteks negatif?”
“Ah, begini, bibi. Sekarang aku sangat bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup sampai hari ini oleh Tuhan. Akan tetapi, ini juga menyadarkanku bahwa jatah hidupku sudah berkurang satu tahun lagi. Kurang lebih begitu lah.”
“Ho... Benar juga, ya? Bibi setuju denganmu!”
Percakapan kecil terus berlanjut. Agnisa menyiapkan makan malam spesial untuk menghibur Er di hari ulang tahunnya. Begitu pula Sintia yang sengaja memabawakan makanan dari luar untuk menambah kemeriahan ulang tahun Er yang ke-17 ini. Sebuah ulang tahun yang biasanya dianggap sangat spesial.
Tapi akhirnya acara ini sedikit di luar dugaan kedua wanita itu. Karena pola pikir Er yang di luar kebanyakan orang. Biasanya anak seumurannya begitu gembira menyambut hari ulang tahunnya. Apalagi kalau ulang tahun yang ke-17. Tapi Er punya pola pikir yang berbeda.
Selain ia merasa jatah hidupnya di dunia ini berkurang satu tahun lagi, ada beberapa hal lain yang ia anggap menyebalkan di ulang tahunnya. Salah satunya adalah kenyataan ini ulang tahunnya yang ke-17, yang mana berarti ia sudah harus mengurus kartu tanda penduduk. Dan berarti tahun depan, saat ia berusia 18 tahun, ia tak akan bisa berlindung di bawah undang-undang untuk anak lagi.
“Er, kenapa kamu memikirkan tentang yang satu itu juga?”
“Yang satu mana, Bi?”
“Masalah undang-undang untuk anak. Memangnya kau mau buat masalah apa?”
“Aku tidak ada niat buat masalah. Hanya saja, kalau aku terlibat masalah. Misal saja terlibat perkelahian lalu tak sengaja mengirim lawanku ke peristirahatan terakhirnya. Aku bisa kena hukuman penuh, bukan hanya setengah hukuman lagi.”
Agnisa dan Sintia berhenti sejenak mengunyah makanan mereka saat mendengar perkataan Er itu. Sadar dengan sikap keduanya, Er kembali berbicara.
“Tenang saja, aku akan berusaha keras untuk tak melakukan itu. Aku juga sudah malas berurusan dengan polisi. Apalagi kalau sampai harus masuk tahanan lagi.”
Perbincangan akhirnya kembali normal, dan mereka pun menikmati santapan malam itu sampai habis.
.
.
.
Makan malam keluarga kecil ini berakhir, dan meja makan pun telah dirapikan. Kini, ketiga anggota keluarga ini sedang menikmati minuman hangat, masih di meja makan.
“Dan, Er. Tahun ini ibu harap kamu tidak menolak hadiah ulang tahunmu lagi. Karena yang ini mahal!” ucap Agnisa.
Sejak sepuluh tahun lalu, saat ia berulang tahun yang ke-7. Er mulai menolak hadiah ulang tahunnya, karena menganggapnya tidak pantas. Ia merasa lebih pantas ibunya yang menerima hadiah karena telah bertaruh nyawa melahirkan dirinya. Akhirnya, keluarganya tak pernah memberinya hadiah ulang tahun lagi sejak ulang tahunnya yang ke-10.
“Ah, baiklah. Memangnya, apa hadiahnya?”
“Tunggu sebentar.” Ucap Sintia sambil pergi, dan tak lama kembali dengan sebuah kotak kardus besar.
“Ini dia, buka lah.”
Er pun membuka kota itu dengan santainya. Terlihat matanya cukup antusias melihat isi kotak itu.
“Wow? Ini...? Serius memberiku ini?” Er sangat terkejut melihat hadiah ulang tahunnya.
“Ya, ibu mengumpulkan uang jatah hadiah ulang tahunmu sejak ulang tahunmu yang ke-10. Bibi juga membantu untuk membelinya. Apa kau senang?”
“Ibu bercanda? Aku mana mungkin senang?”
Agnisa dan Sintia cukup tersentak dan keheranan dengan perkataan Er.
“Aku SAAANNGGAAAATTT BAHAGIAA!!!”
Obrolan kecil pun kembali terjadi.
Hadiah apa yang membuat Er sangat bahagia itu?
Itu adalah sebuah Dream Diver!
.
.
.
Bersambung...
Terima kasih sudah mampir....
Tolong jangan lupa Like dan Komentarnya, ya...
Sekalian juga masukan kisah ini ke daftar Favorite-mu!
Dan, kalau ada boleh lah bersedekah Vote...
Salam sejahtera untuk semua...
Sampai jumpa di bab berikutnya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Rijal Saputra
pola pikir yg menyeramkan
2022-04-16
0
gunawan
waduh ternyata pernah toh masuk tahanan
2022-02-18
0
senja
"masuk tahanan lagi"?
2022-02-11
1