Bab 2. Bagai jatuh tertimpa tangga

Rumah Dinda masih ramai, namun bukan untuk merayakan repsesi pernikahannya, tetapi ramai orang yang melayad dan mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Atmaja sang Ayah.

Dinda masih menangis pilu, di depan jasad sang Ayah yang sudah terbujur kaku. Ayahnya sudah tiada, meninggalkan Dinda untuk selama-lamanya.

"Sabar nak, ini semua sudah takdir. Ikhlaskan Ayahmu," ucap seorang wanita. Ia mengusap lembut bahu Dinda. Dinda tak mengenali siapa wanita itu.

"Aditia tenangkan istrimu," ucap wanita itu kembali, ia berbicara kepada Aditia suaminya Dinda.

Aditia terlihat menghelai nafasnya, lalu ia mendekati Dinda. Menuruti apa yang dikatakan mamahnya.

"Sudahlah, jangan menangis. Biarkan ayahmu tenang." Ucap Aditia kepada Dinda, namun dengan ekspresi wajah yang dingin.

Dinda tak menghiraukannya, ia masih tetap menangisi kepergian mendiang ayahnya itu.

Setalah itu jasad ayahnya Dinda, di mandikan, lalu dikapani. Setalah selesai mereka membawanya ke masjid untuk menyolatinya. Setelah itu, mereka semua mengantarkan jasad Atmaja ke peristirahatan terakhirnya.

Jasad Atmaja kini mulai di masukan ke liang lahat, perlahan tanah mulai menutup jasad tersebut. Hingga tanah itu penuh dan membentuk makam seperti pada umumnya.

Ustad memimpin doa penutup, semua orang menadahkan tanganya, ikut serta mendoakan mendiang Atmaja. Tak lama kemudian doa selesai.

Satu persatu pelayad yang mengantarkan mendiang Atmaja mulai meninggalkan pemakaman tersebut. Kini hanya ada Dinda, Aditia dan mamah serta papah Aditia, yang tak lain mereka kini mertua Dinda.

Dinda masih berjongkok, tanganya mengelus nisan sang Ayah, air mata masih setia membasahi wajah cantiknya.

'Ayah, maafkan Dinda. Dinda belum bisa jadi anak yang berbakti sama Ayah. Dinda belum bisa bahagiain Ayah. Kenapa ayah pergi secepat ini yah? Semoga Ayah tenang di alam sana, semoga Ayah mendapatkan tempat yang paling indah disisinya. Ayah tidak perlu khawatir, Dinda janji akan menuruti permintaan terakhir Ayah. Apa--pun yang terjadi, Dinda dan laki-laki pilihan Ayah itu, tidak akan berpisah.' gumam Dinda dalam hatinya.

"Dinda, ayo kita pulang!" Ajak seorang wanita, wanita itu adalah wanita yang tadi terus menyemangati Dinda.

Dinda menoleh kearah wanita itu, wanita itu tersenyum saat Dinda melihat kearahnya.

"Maaf, Tante siapa?" Tanya Dinda, dengan suara khas orang yang masih bersedih.

"Saya Amira, jangan panggil Tante, panggil saya mamah. Saya mamahnya Aditia, suami kamu. Kamu sekarang menantu saya!" Jelasnya.

"Iya benar sekarang kamu menantu kami, saya Mahendra, papahnya Aditia." Timpalnya.

Dinda memaksakan senyuman tipisnya, lalu menganggukan kepalanya.

'Jadi mereka orang tuanya mas Aditia. Mereka mertuaku? Kelihatanya mereka sangat baik. Ya tuhan semoga ini awal yang baik.' batinnya.

Sedangkan Aditia, ia tak menyahut obrolan orang tua dan istrinya itu. Aditia hanya memasang wajah datar dan dinginnya.

Sangat-sangat acuh dan tak perduli sama sekali.

"Ayo kita pulang!" Ajak Aditia, ia membuka suaranya kembali. Karna ia sudah merasakan kakinya pegal, akibat sedari tadi berdiri.

Orang tua Aditia menganggukan kepalanya, begitu juga dengan Dinda. Mereka--pun mulai meninggalkan pemakaman tersebut.

"Dinda, kami pamit duluan ya! Kamu ikut saja bersama suami kamu, papah ada metting dadakan, maaf ya jadi kami gak bisa ngantar kalian!" Sesal Amira.

"Iya mah, tidak apa-apa!"

"Ya sudah, Adit kamu antar istri kamu dulu kerumahnya untuk mengambil pakaiannya, lalu kamu bawa saja dia tinggal di rumah kamu," titah Amira.

"Iya mah," jawab Aditia memalas.

Dinda dan Aditia merah tangan Amira dan Mahendra, sebelum mereka pergi. Setalah mobil yang digunakan kedua orang tuanya itu, Dinda dan Aditia masuk kedalam mobil. Aditia langsung melajukan mobilnya menuju rumah Dinda.

Dalam perjalanan, baik Dinda maupun Aditia tidak ada yang membuka suaranya. Suasana dalam mobil tersebut hening, mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing. Dinda yang masih merasa kehilangan sang Ayah, ia masih larut dalam kesedihannya.

Sebenernya, Dinda tak ingin seperti. Ia berusaha agar air matanya tidak menetes lagi, sedangkan Aditia entah apa yang tengah dipikirkan laki-laki itu, yang pasti seorang Aditia tidak bisa di tebak bagaimana perasaannya.

Hingga tak lama mereka sampai, Dinda turun dari mobil tersebut.

"Bawa barang-barang yang penting saja!" Ucap Aditia kepada Dinda, yang hendak keluar dari mobilnya.

"Ya," jawab Dinda singkat. Dinda--pun berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Sementara Aditia menunggu Dinda di dalam mobilnya. Beberapa menit kemudian, Dinda kembali dengan menyeret satu buah koper berukuran sedang.

"Masukkan kopermu kebelakang, hati-hati jangan sampai mobilku tergores sedikit--pun," titah Aditia. Dinda hanya menganggukan kepalanya. Bukankah seharusnya Aditia membantunya? Dia sekarang sudah menjadi suami Dinda. Namun Dinda tak ambil pusing, hanya sebuah koper saja, dia bisa mengatasinya sendiri, pikirnya.

Usai memasukan kopernya ke bagasi, Dinda masuk ke dalam mobil kembali. Aditia langsung melajukan mobilnya meninggalkan rumah tersebut.

Lagi-lagi dalam perjalan mereka masih sama-sama diam. Hening, itulah suasana yang kini mendominasi di dalam mobil tersebut.

Sekitar menempuh perjalan kurang lebih satu jam, akhirnya mobil Aditia berhenti di depan sebuah rumah mewah. Dinda menatap takjub rumah tersebut. Benarkah ini rumah milik Aditia? Sekaya apa sebenarnya suaminya itu?

"Turun," titah Aditia. Dinda menganggukan kepalanya, lalu ia ikut turun dari mobil tersebut bersama suaminya itu. Tak lupa Dinda mengambil terlebih dahulu koper miliknya yang berada di bagasi.

Dinda berjalan mengikuti Aditia dari belakang, suaminya itu masih acuh. Sama sekali tak menghiraukannya, bahkan terkesan seperti tidak menganggapnya ada.

Seorang wanita membukakan pintu menyambut ke kedatangan mereka. Wanita itu bernama Santi, asisten rumah tangga di rumah Aditia.

"Biar saya yang bawakan nyonya!" Ucap bi Santi, ia mengambil alih koper yang di bawa oleh Dinda. Dinda hanya mengangguk dan tersenyum, membiarkan kopernya di bawa oleh bi Santi.

Mereka berjalan masuk ke dalam rumah mewah tersebut, lagi-lagi Dinda di buat takjub dengan isi rumah tersebut. Barang-barangnya terlihat sangat mahal. Rumah tersebut juga sangat besar, sangat jauh berbeda dengan rumah miliknya. Dinda memang bukan terlahir dari keluarga kaya raya, selama ini Dinda yang menanggung kehidupan keluarganya, mendiang Ayahnya sudah tidak berkerja karna kondisi kesahatannya yang sangat rentang, bahkan Dinda yang selama ini membiayai kuliah adiknya Bella. Ibu Dinda sudah meninggal saat Dinda masih kecil. Tapi sangat di sayangkan perjuangan Dinda, sama sekali tidak di hargai oleh adiknya, Bella. Bella bahkan tega merebut Riki, calon suaminya. Bahkan sampai hamil anak laki-laki itu, memang miris nasib Dinda.

"Mas, apa kamu tinggal sendiri di rumah sebesar ini?" Tanya Dinda kepada Aditia.

"Tidak," jawab Aditia singkat.

"Sayang..." Teriak seorang wanita cantik berpenampilan sexy, yang tengah berjalan menuruni anak tangga, wanita itu menampakan senyuman manisnya kepada Aditia.

'Sayang?' gumam Dinda, ia menatap bingung kepada wanita itu. Yang memanggil suaminya dengan sebutan sayang.

'Siapa wanita itu?' gumam Dinda lagi, ia bertanya-tanya dalam hatinya.

Aditia terlihat menampakan senyumannya, ia merentangkan tangannya, lalu memeluk wanita itu. Terlihat pancaran cinta dan sayang dari mata Aditia kepada wanita itu.

Dinda masih terdiam, ia benar-benar tak mengerti, dengan sikap suaminya dan wanita tersebut, mereka terlihat sangat dekat. Bahkan seperti sepasang kekasih atau lebih, mereka sangat mesra. Apa mungkin wanita itu adiknya Aditia? Tapi kenapa memanggil Aditia dengan sebutan sayang?

"Ini wanitanya?" Tanya Lisa, ia menatap kearah Dinda, dengan tatapan yang sulit diartikan, bahkan bibirnya mengulas senyuman smirk.

Aditia menghelai nafasnya, lalu mengangguk pelan.

"Tidak terlalu buruk! Siapa namamu?" Tanya Lisa kepada Dinda.

Dinda tersenyum tipis, ia mengulurkan tanganya kearah Lisa. Sambil menyebutkan namanya. "Dinda."

"Lisa," ucap Lisa sambil menerima uluran tangan Dinda, "saya istrinya Aditia." Lanjutnya.

Deg...

Jantung Dinda terasa berhenti berdetak. Apa, Lisa istrinya Aditia? Apa maksud semua ini? Jadi Aditia sudah mempunyai istri, lalu untuk apa dia menikahi Dinda?

"Kau maduku," ucap Lisa lagi.

Dinda mengalihkan pandanganya kearah Aditia, sorot matanya meminta Aditia untuk menjelaskan semuanya.

"Ya, Lisa istriku. Dia istri sah--ku. Kamu harus menghormatinya, bersikap baik padanya. Kau mengerti!" Jelas Aditia.

Dinda mengeleng-gelangkan kepalanya pelan. Dinda sangat terkejut, Matanya mulai berkaca-kaca. Cobaan apa lagi ini? Ternyata Aditia sudah mempunyai istri dan Dinda dijadikan istri kedua oleh Aditia.

"Kenapa kamu menikahiku, jika kamu sudah mempunyai istri? Dan kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal mas?" Tanya Dinda, diiringi dengan air mata yang lolos dari pelupuk mata indahnya.

"Apa itu penting?" Aditia malah berbalik tanya.

"Tentu saja, kamu sudah menipuku mas. Andai saja aku tau kamu sudah mempunyai istri, aku tidak akan mau menikah denganmu!"

"Dan kamu mbak Lisa, kenapa kamu membiarkan suamimu menikah lagi? Apa kamu rela cintanya terbagi?" Lanjut Dinda, bertanya kepada Lisa istri pertama suaminya.

"Cinta? Kamu jangan berharap saya akan memberikan cinta saya sama kamu. Cinta saya hanya untuk Lisa, saya juga tidak Sudi menikahimu jika ini semua bukan kemauan istri dan orang tua saya. Wanita malang yang dicampakkan oleh calon suaminya, bahkan calon suaminya menghamili adik kandungnya sendiri. Harusnya kamu berterima kasih, karna saya sudah mau menikahimu dan membebaskanmu dari rasa malu." Papar Aditia. Sambil tersenyum mengejek istri mudanya itu.

"Lalu apa tujuan kalian sebenarnya?"

"Kamu mau tau tujuan kita?" Sahut Lisa, ia memberikan senyuman smirknya, "tujuan mas Aditia menikahimu, hanya untuk membuat kami mempunyai anak!" Jelasnya.

Lagi-lagi Dinda terkejut, ia benar-benar tak percaya dengan kenyataan yang saat ini ia ketahui. Aditia menikahinya hanya untuk memanfaatkannya, hanya butuh rahim Dinda, agar dapat memberikan anak untuk mereka.

"Dan asal kamu tau ya! Andai saja kandunganku tidak bermasalah, aku tidak akan membiarkan suamiku menikahimu." Ucap Lisa lagi.

"Sudahlah sayang, aku capek. Kita istirahat saja!" Ajak Aditia, ia mengandeng tangan Lisa dengan mesra. Aditia malas berdebat, kepala dan tubuhnya sudah terasa tidak bersahabat.

Lisa menganggukan kepalanya, lalu mereka berjalan meninggalkan Dinda yang masih mematung, melihat mereka yang berjalan menaiki anak tangga.

Bagai jatuh tertimpa tangga, itulah yang kini tengah Dinda rasakan, hatinya masih terasa sakit akibat penghianatan dari Riki dan Bella, ditambah dengan kepergian sang Ayah, dan sekarang, Dinda harus mendapati kenyataan yang lebih pahit lagi, bahwa Aditia sudah beristri, Dinda dijadikan cincin kedua oleh suaminya.

'Ya tuhan, cobaan apa lagi ini? Kenapa datang bertubi-tubi? Aku tidak sanggup tuhan!' batin Dinda.

Bersambung..

Jangan lupa like, komen dan votenya ya.

Terima kasih buat kalain yang sudah mampir baca, ikutin terus kelanjutanya ya! Dan simpan di rak favorit kalian juga, biar dapat notifikasi, kalau sudah up nantinya.

I love you all.

Thank You....

Terpopuler

Comments

Nasiati

Nasiati

sakit baget rasany

2023-05-15

0

Yus Warkop

Yus Warkop

apa aky harus berhenti baca yah takut gak kuat, tapi penasaran semoga endingnya bahagia dan thor memihak pada adinda haha

2023-01-04

0

Dewi K

Dewi K

lumayan

2022-11-01

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Penghianatan, Pernikahan, Kematian
2 Bab 2. Bagai jatuh tertimpa tangga
3 Bab 3. Aku yang tak dirindukan
4 Bab 4. Ini malam pertama kamu mas!
5 Pengumuman dan Give Away
6 Bab 5. Ini baru permulaan!
7 Bab 6. Sadar posisimu
8 Bab 7. Lupa, atau pura-pura lupa?!
9 Bab 8. Suamiku, surgaku?
10 Bab 9. Memperbalikkan fakta!
11 Bab 10. Cepat buat Dinda hamil
12 Bab 11. Anu, tanpa Cinta emang bisa?
13 Bab 12. Dusta Lisa
14 Bab 13. Kenikmatan yang tak pernah dirasakan
15 Bab 14. Candu untuk Aditia
16 Bab 15. Ingat tujuan menikah dia
17 Bab 16. Semuanya Dusta, membuat luka
18 Bab 17. Apa aku salah?
19 Bab 18. Lebih sakit
20 Bab 19. Kamu hanya milikku
21 Bab 20. Hamil?
22 Bab 21. Biarkan Dinda tinggal bersama kita!
23 Bab 22. Ibu?
24 Bab 23. Lisa??
25 Bab 24. Saya tidak berbohong tuan!
26 Bab 25. Kamu benar-benar keterlaluan
27 Bab 26. Lebih baik aku mati
28 Bab 27. Ngidam
29 Bab 28. Akibat tertekan
30 Bab 29. Sekarang siapa yang harus disalahkan?
31 Bab 30. Tentang Lisa
32 Bab 31. Mimpi buruk
33 Bab 32. Pemakaman
34 Bab 33. Bertanggung jawab apa?
35 Bab 34. Kamu Pelakor
36 Bab 35. Aku Bukan Pelakor
37 Bab 36. Permintaan Maaf
38 Bab 37. Masih Ada kesempatan?
39 Bab 38. Sebaiknya kita bercerai saja!
40 Bab 39. Permintaan Dinda
41 Bab 40. Sesekali kita harus egois Din!
42 Bab 41. Jangan panggil aku dengan sebutan itu!
43 Bab 42. Penyesalan Bella.
44 Bab 43. Kembali kerencana awal, lebih baik
45 Bab 44. Surat perjanjian
46 Bab 45. Terima kasih.
47 Bab 46. Tidak usah khawatir
48 Bab 47. Tidak boleh menyerah
49 Bab 48. Kamu hamil?
50 Bab 49. Sakit tapi tak berdarah
51 Bab 50. Tentang Riki
52 Bab 51. Jelaskan padaku!
53 Bab 52. Dinda dan Bella, saudara?
54 Bab 53. Aku akan coba membujuknya
55 Bab 54. Maafkan aku kak
56 Bab 55. Lamaran diterima
57 Bab. 56 Penawaran Riki
58 Bab 57. Pura-Pura bahagia?
59 Bab 58. Titik terendah Lisa
60 Bab 59. Keanehan?!
61 Bab 60. Bertahan sayang
62 Bab 61. Koma
63 Bab 62. Kami sudah menemukan pelakunya!
64 Bab 63. Sial
65 Bab 64. Kalian ingin bermain-main denganku?
66 Bab 65. Biarkan saja dia pergi!
67 Bab 66. Cepat atau lambat kebusukan kamu pasti terungkap!
68 Bab 67. Tolong selidiki Riki
69 Bab 68. Obsesi Riki
70 Bab 69. Bukti
71 Bab 70. Kemarahan Aditia
72 Bab 71. Nikmati jeruji besi, Riki!
73 Bab 72. Bonus Visual
74 Bab 73. Pasrah
75 Bab 74. Doaku terkabulkan
76 Bab 75. Istri satu-satunya
77 Bab 76. Tidak cemburu! Hanya kesal saja!
78 Bab 77. Surga
79 Bab 78. Drama Mamah Mertua
80 Bab 79. Wanita selalu benar!
81 Bab 80. Gelisah
82 Bab 81. Informasi mengenai Lisa
83 Bab 82. Lisa
84 Bab 83. Kebenarannya
85 Bab 84. Sederhana tapi Bahagia
86 Bab 85. Pertemuan tak terduga
87 Bab 86. Penjelasan
88 Bab 87. Entahlah
89 Bab 88. Ingin cepat-cepat
90 Bab. 89 Persiapan
91 Bab 90. Hari Bahagia
92 Bab 91. Pernikahan Bella dan Reza
93 Bab 92. Ngebet
94 Bab 93. Yakul Sayang....
95 Bab 94. Hasil pertempuran semalam
96 Bab 95. Demi istri tercinta
97 Bab 96. Sebenarnya yang pengantin itu siapa?
98 Bab 97. Drama Reza!
99 Bab 98. Gadis dua
100 Bab 99. Konyol
101 Bab 100. Akhir Cerita
102 Terima Kasih dan pengumuman
103 DENDAM MANTAN ISTRI
104 Pengumuman, Novel baru
105 Mampir geas!
106 Istri balas Budi dan Love in regret
107 Ayah Kandung Anakku
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Bab 1. Penghianatan, Pernikahan, Kematian
2
Bab 2. Bagai jatuh tertimpa tangga
3
Bab 3. Aku yang tak dirindukan
4
Bab 4. Ini malam pertama kamu mas!
5
Pengumuman dan Give Away
6
Bab 5. Ini baru permulaan!
7
Bab 6. Sadar posisimu
8
Bab 7. Lupa, atau pura-pura lupa?!
9
Bab 8. Suamiku, surgaku?
10
Bab 9. Memperbalikkan fakta!
11
Bab 10. Cepat buat Dinda hamil
12
Bab 11. Anu, tanpa Cinta emang bisa?
13
Bab 12. Dusta Lisa
14
Bab 13. Kenikmatan yang tak pernah dirasakan
15
Bab 14. Candu untuk Aditia
16
Bab 15. Ingat tujuan menikah dia
17
Bab 16. Semuanya Dusta, membuat luka
18
Bab 17. Apa aku salah?
19
Bab 18. Lebih sakit
20
Bab 19. Kamu hanya milikku
21
Bab 20. Hamil?
22
Bab 21. Biarkan Dinda tinggal bersama kita!
23
Bab 22. Ibu?
24
Bab 23. Lisa??
25
Bab 24. Saya tidak berbohong tuan!
26
Bab 25. Kamu benar-benar keterlaluan
27
Bab 26. Lebih baik aku mati
28
Bab 27. Ngidam
29
Bab 28. Akibat tertekan
30
Bab 29. Sekarang siapa yang harus disalahkan?
31
Bab 30. Tentang Lisa
32
Bab 31. Mimpi buruk
33
Bab 32. Pemakaman
34
Bab 33. Bertanggung jawab apa?
35
Bab 34. Kamu Pelakor
36
Bab 35. Aku Bukan Pelakor
37
Bab 36. Permintaan Maaf
38
Bab 37. Masih Ada kesempatan?
39
Bab 38. Sebaiknya kita bercerai saja!
40
Bab 39. Permintaan Dinda
41
Bab 40. Sesekali kita harus egois Din!
42
Bab 41. Jangan panggil aku dengan sebutan itu!
43
Bab 42. Penyesalan Bella.
44
Bab 43. Kembali kerencana awal, lebih baik
45
Bab 44. Surat perjanjian
46
Bab 45. Terima kasih.
47
Bab 46. Tidak usah khawatir
48
Bab 47. Tidak boleh menyerah
49
Bab 48. Kamu hamil?
50
Bab 49. Sakit tapi tak berdarah
51
Bab 50. Tentang Riki
52
Bab 51. Jelaskan padaku!
53
Bab 52. Dinda dan Bella, saudara?
54
Bab 53. Aku akan coba membujuknya
55
Bab 54. Maafkan aku kak
56
Bab 55. Lamaran diterima
57
Bab. 56 Penawaran Riki
58
Bab 57. Pura-Pura bahagia?
59
Bab 58. Titik terendah Lisa
60
Bab 59. Keanehan?!
61
Bab 60. Bertahan sayang
62
Bab 61. Koma
63
Bab 62. Kami sudah menemukan pelakunya!
64
Bab 63. Sial
65
Bab 64. Kalian ingin bermain-main denganku?
66
Bab 65. Biarkan saja dia pergi!
67
Bab 66. Cepat atau lambat kebusukan kamu pasti terungkap!
68
Bab 67. Tolong selidiki Riki
69
Bab 68. Obsesi Riki
70
Bab 69. Bukti
71
Bab 70. Kemarahan Aditia
72
Bab 71. Nikmati jeruji besi, Riki!
73
Bab 72. Bonus Visual
74
Bab 73. Pasrah
75
Bab 74. Doaku terkabulkan
76
Bab 75. Istri satu-satunya
77
Bab 76. Tidak cemburu! Hanya kesal saja!
78
Bab 77. Surga
79
Bab 78. Drama Mamah Mertua
80
Bab 79. Wanita selalu benar!
81
Bab 80. Gelisah
82
Bab 81. Informasi mengenai Lisa
83
Bab 82. Lisa
84
Bab 83. Kebenarannya
85
Bab 84. Sederhana tapi Bahagia
86
Bab 85. Pertemuan tak terduga
87
Bab 86. Penjelasan
88
Bab 87. Entahlah
89
Bab 88. Ingin cepat-cepat
90
Bab. 89 Persiapan
91
Bab 90. Hari Bahagia
92
Bab 91. Pernikahan Bella dan Reza
93
Bab 92. Ngebet
94
Bab 93. Yakul Sayang....
95
Bab 94. Hasil pertempuran semalam
96
Bab 95. Demi istri tercinta
97
Bab 96. Sebenarnya yang pengantin itu siapa?
98
Bab 97. Drama Reza!
99
Bab 98. Gadis dua
100
Bab 99. Konyol
101
Bab 100. Akhir Cerita
102
Terima Kasih dan pengumuman
103
DENDAM MANTAN ISTRI
104
Pengumuman, Novel baru
105
Mampir geas!
106
Istri balas Budi dan Love in regret
107
Ayah Kandung Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!