Setelah kontrol dari rumah sakit, kini kehamilan Rahael sudah menginjak delapan bulan. Galang lebih over proktektif mengingat sejarah kehamilam Rahael. Entalah, Galang sering was-was saja bila melihat Rahael sibuk meskipun di kasir dan di bantu Rin.
Dan semenjak kedatangan dua teman Rahael membuat toko Galang semakin pesat. "Ya!setiap teman atau rekannya datang pasti menuju toko Galang untuk membeli oleh-oleh.
Seperti hari ini secara tiba-tiba.
"Pagi mbak! Bisa saya bertemu dengan mbak Rahaelnya!"
Sejenak Rin menatap siapa yang mengajaknya bicara, kemudian membalas pertanyaan wanita ini. "Sebentar ya mbak," ucap Rin .
"M ... maaf dengan mbak siapa?" tanya Rin lagi.
"Oh ... maaf saya silvi!Pasti mbak Rahaelnya tahu."
"Sebentar ya mbak, saya tanya bapak dulu," ucap Rin sembari berlalu ke atas, tak berapa lama Silvi melihat karyawan itu telah turun kembali .
"Silakan mbak, langsung ke atas saja," ucap Rin mempersilahkan.
Begitu di atas Silvi melihat Rahael berdiri di samping laki-laki yang tengah mengenggam tangannya .
"Rahael ... panggil Silvi."
Sesaat Silvi berdiri di ujung tangga, memindai dari atas hingga ke bawah sosok Rahael.
Seketika Silvi membekap mulutnya sendiri. Agar tak mengeluarkan suara terkejutnya, Silvi perlahan mendekati Rahael dan langsung memeluknya .
"Rahael ... panggil Silvi dengan tangisnya."
"Maafkan aku, Rahael," ucap Silvi di tengah isaknya.
Mendapatkan pelukan dari wanita ini. Galang merasakan Rahael mengenggam tangannya makin erat. Sesaat Rahael menatap lekat seakan takut Galang tinggal.
Galang tersenyum membalas tatapan Rahael dan mengangguk tanda setuju.
"Silvi ... mendengar panggilan Rahael, Silvi langsung melepas pelukannya sembari mengusap air matanya dan menatap Rahael.
"Maaf, Mas! Kenalkan saya Silvi sahabat Rahael," ucap Silvi sembari mengulurkan tangannya.
Galang yang mendapat uluran tangan dari Silvi langsung menyambutnya.
"Kenalkan saya suami Rahael. Galang!!" jawab Galang sembari menjabat tangannya.
"Duduk mbak," ucap Galang mempersilahkan.
Sesaat kemudian Silvi menundukkan wajahnya membisikkan sesuatu ke telinga Rahael.
"Maaf, Mbak saya tinggal ke bawah," ucap Galang.
Silvi hanya mengangguk dan Rahael masih menatap Silvi dengan ragu.
Sebelum beranjak pergi sejenak Galang mengusap pucuk kepala Rahael, sambil berlalu ke dapur menemui Bi Narmi dan setelahnya Galang turun ke bawah.
Entalah, Galang hanya ingin memberi kebebasan pada silvi dan Rahael mungkin dengan tidak adanya Galang. Silvi dan Rahael akan bebas bercerita.
Benar, belum juga Galang turun.
"Rahael ... sapa Silvi keras dan seketika memeluk kembali.
"Maafkan aku Rahael, bukan niatku untuk meninggalkanmu sendirian di sana."
"Maafkan aku Rahael."
"Kamu kemana Rahael? Kenapa kau tak menjawab telfonku?" tanya Silvi memburu.
Tak menjawab pertanyaan Silvi kini tiba-tiba Rahael memeluk Silvi dengan erat, tangisnya luruh dalam rangkulan Silvi.
"Maafkan aku silvi, maaf !" hanya itu yang terucap dari mulutnya.
Kini kami saling berpelukan menangis bersama, hingga beberapa saat setelah kami puas menangis dengan mengikis air mata kami masing-masing.
"Sudah berapa bulan Rahael?" tanya Silvi.
Kini Silvi melihat Rahael tersenyum.
"Delapan bulan," jawab Rahael sembari kembali menyusut air matanya.
Tak ada kata-kata yang dapat Silvi ucapkan
sembari Silvi mengelus perut Rahael dan kembali Silvi menatap wajahnya.
"Selamat ya?" ucap Silvi.
Rahael hanya tersenyum .
Entalah, banyak perubahan yang Silvi rasakan saat ini. Ini bukan Rahael yang dulu yang Silvi kenal.
"Rahael. Maaf! Dua hari setelah kita wisuda aku di jemput orang tuaku dan aku di ajak pindah ke kota B."
"Rahael, Maaf. Saat dalam perjalanan hp ku hilang otomatis semua nomor ku hilang dan aku baru tahu kamu di sini dari intan dan kinan, Rahael," jelas Silvi pelan.
"Aku memang sengaja kemari Rahael, untuk menemuimu, bukan maksudku untuk menghilang, sekali lagi maafkan aku ya?" Kembali Silvi melihat Rahael hanya tersenyum.
Tak banyak yang Silvi bicarakan pada Rahael, saat ini seakan ada pembatas yang menghalangi antara kami berdua.
Mungkin ini cukup untuk meminta maaf
dan Silvi pun tak mau memaksa Rahael untuk jujur dan bercerita, kenapa saat itu dia menghilang.
Merasa waktu Silvi juga nggak banyak. Akhirnya Silvi berpamitan untuk pulang, merangkul Rahael sekali lagi.
"Terima kasih mau menerima dan mendengar penjelasanku," ucap Silvi lagi.
Kini Rahael kembali mengangguk dan tersenyum. "Hati-hati Silvi!" Hanya itu kata terakhir yang Silvi dengar.
Sekembalinya di bawah.
"Terima kasih Mas," ucap Silvi pada mas Galang.
"Sama-sama Mbak," jawab Galang
Sekilas Silvi menatap Galang saat berjalan ke atas. 'Suami yang siaga batin Silvi.'
BAB 32 .GELISAHNYA RAHAEL
Malam ini setelah pertemuannya dengan Silvi Rahael terlihat gelisah, sudah jam sebelas malam Rahael tak kunjung terlelap.
"Kok belum tidur bumil," panggil Galang dan yang Galang panggil hanya berbalik dan menggeleng.
Menyandarkan kepala di sandaran ranjang.
"Sini," ucap Galang sembari merengkuh kepala Rahael untuk bersandar di bahunya.
"Mau cerita sama, Mas?"
Rahael hanya menatap sembari tersenyum
"Nggak ada yang penting Mas, Silvi hanya meminta maaf."
"Tapi bumilnya Mas, kok gelisah."
Galang terdiam sesaat.
"Aku takut bila laki-laki itu datang menemui Rahael dan meminta anak ini," ucap Rahael pelan.
Seketika pikiran Galang ambyar, benar juga yang di katakan Rahael.
"Terus terang Mas, jika itu sampai terjadi.
Entah, apa yang bisa Rahael lakukan," ucap Rahael cemas.
Sejenak Galang menatap mata Rahael yang mulai berkaca-kaca.
"Sssttt ... jangan menangis Rahael, ingat pesan Bidan Sumi," ujar Galang sembari memeluk Rahael.
Rahael hanya mengangguk. "Tidur ya?" pinta Galang pada bumil.
"Mau di usap?" tanya Galang. Terlihat Rahael kembali mengangguk.
Tak berapa lama Galang melihat Rahael sudah terlelap.
Pikiran Galang malam ini sudah kemana mana hingga tak terasa Galang pun sudah tertidur sembari merangkul Rahael.
Pukul tiga pagi Galang terbangun, pandangan Galang kini mendapati Rahael termenung menatap keluar jendela.
Bayangannya yang tidak begitu tinggi dengan perut buncitnya nampak jelas kalau dia tengah memikirkan sesuatu.
"Kenapa?" tanya Galang.
Rahael hanya menggeleng.
"Cerita Rahael, mungkin Mas bisa bantu," sembari mendekap tubuhnya dari bekakang.
"Mas, bantu Rahael keluar dari perasaan takut mas. Jujur saat ini Rahael benar-benar takut," ucap Rahael tersekat.
"Rahael, ada Mas di sini. Jangan takut Mas akan bantu Rahael, semampu Mas dan sebisa Mas. Mas janji akan itu."
Pagi telah bergulir kami tak melanjutkan tidur melakukan shalat tahajud dan menunggu subuh datang .
Pikiran kami benar-benar terasa lelah mendengar adzan subuh Galang membentangkan sajadah, sesaat Rahael mengikuti di belakang. Sesaat kami kembali menyerahkan diri pada sang pencipta dengan harapan esok akan kembali baik.
Seusai shalat subuh Galang mendekati Rahael.
"Rahael ... panggil Galang, sembari melihat Rahael melepas mukenanya.
"Ya, Mas."
"Mau pangil Ibu sama Bapak kesini? Nemani kamu atau mau lahiran di kota M?" pinta Galang.
Sesaat senyum Rahael kembali mengembang.
"Rahael mau yang nomer satu Mas, kangen sama Ibu dan masakannya."
"Lagian itung-itung nemani Rahael lahiran kayaknya ramai, enak Mas."
Galang terkekeh mendengar ucapan Rahael, kemudian ku toel hidungnya yang agak tertutup pipi tembemnya.
"Ini baru bumilnya Mas," ucap Galang sembari mencium pipinya, secara reflek Rahael mendorong Galang.
"Ingat janji apa itu, sama ibu," ucap Rahael.
"Ish ... kau itu halal Rahael, nggak apa-apa yang cium juga suami kamu!" Bela Galang karena malu.
"Hm ... istri kecilku," ucap Galang sembari duduk di samping Rahael.
"Eee, kok deket-deket lagi!" teriak Rahael.
Galang semakin geli di buatnya dan semskin ingin menggoda.
"Jangan begitu ... tiap malam itu loh, tidur juga sudah aku rangkul, aku usap Rahael."
"Sudah, Mas turun ke toko gih, sudah siang, kasihan anak-anak di bawah," ucap Rahael tersipu sembari mendorong tubuh Galang.
Masih di ujung tangga. "Mas ... nanti Rahael ikut turun ya?" pinta Rahael dan aku hanya megangguk.
Inilah kesenangan Galang saat menggoda isteri kecilnya dengan gaya Rahael yang lucu.
Masih jam delapan pagi toko tak begitu ramai di sela-sela kesibukan, Galang melihat orang yang selalu memborong semua oleh-oleh di toko.
Kini Nono yang sedang melayani laki-laki itu. Memandang sekilas saat dia melepas kaca matanya.
Entalah , saat ini perasaan Galang tiba-tiba was-was dan sekilas pria ini tampak sesekali menoleh ke atas.
Galang beranjak ke atas untuk memberitahu Rahael untuk tidak turun kebawah.
Tetapi belum sampai kaki Galang menginjak anak tangga, Galang melihat Rahael sudah berada di dua anak tangga menuju ke bawah, mengenggam tangannya dengan segera Rahael tersenyum pada Galang.
Di sengaja atau tidak pria itu mengekor
di belakang Galang dan tak begitu jauh.
Galang dan Rahael menuju kasir dan beberapa saat setelah Rahael duduk ia kembali memakai kaca matanya.
Saat ini hanya berpikiran positif yang Galang punya mengingat dia adalah pelanggan.
Setelah semuanya terbayar lunas pria itu bergegas keluar dengan sedikit tergesa sembari mengikis air matanya.
BAB 33. MAWAN
Mawan laki laki seumuran dengan Rahael mungkin sedikit setahun lebih tua dari Rahael. Laki laki yang mengejar Rahael semenjak SMA.
Laki laki yang rela tinggal kelas setahun demi bisa berdekatan dengan Rahael yang di cintainya sejak pandangan pertamanya.
Gila memang itu yang selalu di ucapkan teman teman sekelasnya, namun sayang cintanya bertepuk sebelah tangan .
Entah, apa yang membuatnya terus mengejar Rahael dan terus mendapatkan penolakan.
Seperti sebuah obsesi besar untuk mendapatkan Rahael hingga Mawan melakukan rencana gila pada Rahael.
Mengingat pesta sekolah di adakan di hotel seperti mendapat angin surga, sebuah rencana di buat matang dan tak ingin ada kesalahan dan penolakan lagi.
Dengan kekuasaan orang tua dan bantuan seorang pria dewasa untuk mendapatkan obat yang di inginkan, meski harus membayar fulus yang lumayan banyak.
Ya...kini dia harus mencari kesempatan yang pas untuk melancarkan aksinya, saat ini memang Mawan sedikit mabuk dan mengingat setiap penolakan Rahael membuat dia nekat untuk melancarkan aksinya.
Seperti mendapat undian, saat mengetauhi silvi meninggalkan Rahael sendirian.
Mawan melancarkan aksinya dengan di bantu beberapa temannya untuk menghalangi silvi di toilet.
"Ya, memang itu pun tidak lah gratis
setelah berhasil menjebak Rahael, secara tiba tiba hpnya berdering.
"Ya, mamanya menelfon mengabarkan bahwa papanya mendapat kecelakaan
Mendapat berita itu membuatnya harus bergegas .
"Ya, dengan menaruh baju Rahael di atas ranjang dan menuliskan sesuatu di secarik kertas berharap Rahael tahu apa yang terjadi dan akan menunggunya.
Dengan tergesa gesa Mawan keluar dari kamar hotel dan menemui pelayan hotel dan berpesan untuk keselamatan Rahael dan membantunya esok pagi.
Namun keadaan berkata lain, saat Mawan tiba di rumah sakit itu, hanya siasat mamanya saja agar mau menurutinya untuk pindah ke Bali dan kuliah di sana.
"Ya, menurut adalah jalan satu satunya agar
demi masa depan dan Rahaelnya juga.
Hingga akhirnya tiga bulan setelah kejadian itu, Mawan kembali menghubungi Rahael tapi entalah mulutnya seperti terkunci saat Rahael membalas panggilannya.
Hingga akhirnya pertemuan sekilasnya dengan Rahael di suatu mall terbesar di kota M.
"Ya, saat itu Mawan melihat Rahael berjalan beriringan dengan seorang pria yang mungkin umurnya beberapa tahun lebih tua dari Rahael.
" Ya..saat itu hati Mawan kembali sakit .
Hingga akhirnya Mawan bertekad untuk memata-matai nya .
Namun sudah hampir tiga hari Mawan mencoba untuk berhenti di depan rumahnya namun tak pernah sedikit pun Mawan melihatnya.
Yang hanya Mawan lihat laki-laki yang bersama nya di mall.
Akhirnya tanpa sengaja Mawan membuka ig yang lama tak Mawan aktifkan.
Melihat intan dan kinan berfoto selfi di depan toko Rahael.
Awal melihatnya, setelah sekian lama membuat dada Mawan berdenyut. Saat Mawan melihat Rahael telah berbadan dua.
Tak ada perubahan hanya tubuhnya saja yang nampak berisi, pipinya yang agak
tembem dan perutnya yang besar sungguh jantung Mawan serasa terus di pacu.
Sengaja memborong semua aksesoris dan oleh-oleh lainnya agar pria yang bersama Rahael tak curiga dan yang Mawan lihat mereka seperti pasangan suami isteri.
Beberapa hari Mawan terus datang dan melihat situasi untuk mendekati Rahael. Namun, suaminya seperti suami yang siaga dan over protec .
BAB 34. MAWAN 2
Mawan kembali kehabisan akal rasa putus asanya kini sudah di ubun ubun keinginan untuk memilik Rahael kembali tersulut dan merasa yakin Jika anak yang di kandung Rahael itu adalah anaknya .
Sudah hampir dua minggu Mawan meninggalkan pulau Bali dan memang waktu dua minggu di berikan mamanya untuk wisata ke kota S .
Pagi ini Mawan sudah bertekad akan menemui Rahael tanpa masker dan tanpa kacamata .
Masih pukul delapan Mawan sudah ada di toko Rahael dengan langkah yakin dia memasuki toko yang menjadi langganannya
Berjalan berkeliling sembari melihat keatas menunggu kedatangan Rahael turun .
Hari ini toko agak sepi, mungkin kalau agak siang bakalan rame.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya yang ditunggu muncul juga berjalan perlahan menuruni tangga, berhenti sesaat, sembari mengusap perutnya .
Mawan melihat hari ini semua karyawan sibuk dengan pekerjaanya sendiri-sendiri
Rahael sedang menuju kasir, Mawan melihat laki-laki yang bersamanya belum turun atau mungkin, mungkin pergi itu pemikiran Mawan saat ini.
Lama bergelut dengan pikiran akhirnya Mawan tekad kan untuk mendekati Rahael.
Rahael yang tak sadar akan kedatangan Mawan, saat itu Rahael sedang menghitung uang di kasir .
ketika karyawan yang bertugas di kasir datang menghampiri dan menyapa .
"Pagi Bu," sapa wanita ini.
Baru Rahael mengangkat wajahnya Mawan tersenyum.
"Rahael," sapa Mawan saat itu.
Rahael tak menjawab, tetapi tubuhnya tergetar dan wajahnya kini memucat dengan keringat yang tiba-tiba muncul.
"Rin ... " teriak Rahael. "Panggil Mas Galang."
"Rin tolong ... "
Mendengar teriakan Rahael semua karyawan mendekat dan melihat Mawan saat memegang tangan Rahael.
"Rahael, ini aku! Mawan Rahael."
Sesaat Mawan melihat Rahael memegang perutnya sembari menangis.
"Mas Galang ... "teriak Rahael lebih keras.
Mendengar teriakan istrinya Galang yang berada di gudang langsung bergegas lari ke arah kasir.
Melihat aku duduk dan memegang tangan Rahael seketika laki-laki ini mencengkeram Mawan dan menghajar Mawan habis-habisan. Entah, wajah Mawan seperti apa saat ini dan tubuh Mawan juga jadi sansaknya. Pukulan itu terhenti saat karyawanya berteriak.
"Pak! Ibu-ibu pendarahan."
Seketika dilepasnya tangannya dari tubuh Mawan, segera menghampiri Rahael dan mengangkatnya.
"No! Tolong bawa mobil dan antar ke rumah sakit," titah Galang sebelum menutup pintu mobil.
"Rin! Tutup pintunya dan toko juga tutup!!" perintah Galang.
"Ayo No cepat!!" teriak Galang.
Mawan yang terduduk dengan luka lebam di seluruh wajahnya, masih terkejut dengan semua yang terjadi dan masih melihat kegusaran Mawan. Hingga suara penjaga toko menyadarkan Mawan.
"Maaf, Pak! Toko akan kami tutup, sebaiknya Bapak atau Masnya ke Dokter untuk mengobati luka Mas," ucap penjaga toko.
"Cepat No!!" teriak Galang lagi saat melihat Rahael semakin lemah.
Beberapa menit kemudian begitu sampai
di rumah sakit .
"No cepat daftar di bagian UGD, supaya Ibu cepat di tangani," ucap Galang sembari membopong tubuh istrinya.
Tak berapa lama setibanya di UGD para perawat segera melakukan penanganan dan tindakan lebih lanjut .
"Pak tolong isi formulir dan administrasinya,"
ucap perawat.
Setelah membayar administrasi dan mengisi formulir, Galang kembali ke ruang UGD menunggu kabar dari Dokter.
Hampir satu jam menunggu terasa lama.
Begitu panggilan atas nama Rahael di sebut Galang bergegas menuju ke dalam ruangan.
"Dengan suaminya nyonya Rahael," ucap sang Dokter saat Galang tiba.
"Ya, saya Dok!" jawab Galang.
"Duduk Pak! Apa isteri anda pernah mengalami ini sebelumnya?" tanya Dokter. Galang hanya mengangguk.
"Beruntung Pak masih bisa di selamatkan."
"Tapi maaf kondisi ibunya agak melemah dan memang harus istirahat total karena ini juga mendekati lahiran."
"Jadi !! Biarkan nyonya Rahael rawat inap sampai siap melahirkan.
"Ya....saran saya, sebaiknya operasi sesar saja, melihat kondisi istri Bapak yang masih belia dan kehamilan anak kembar.
Mendengar semua ucapan Dokter, Galang hanya mengiyakan. 'Ini semua demi bumil kecilku dan dua anak-anak batin Galang.'
Di tunggu hingga dua jam Pak, hingga penanganan selesai baru bisa di pindah ke ruang paviliun," jawab sang Dokter, membuyarkan lamunan Galang.
Hampir dua jam menunggu. Hingga akhirnya Rahael di dorong keluar untuk pindah ruangan .
Galang mengikuti dari belakang, menatap bumil kecilku, terpasang selang infus di tubuhnya tak terasa air mata Galang menetes. 'Begitu besar perjuangan kita Rahael, ucap batin Galang.'
Saat ini melihat Rahael seperti ini membuat Galang semakin takut. Sesampainya di ruangan, Galang merebahkan dirinya di atas sofa, lelah hati dan pikiran yang saat ini Galang rasakan.
Melihat Rahael mulai mengerjapkan mata dan memindai sekitarnya, sesaat menatap ke arah Galang.
"Mas! panggil Rahael.
Meraih tangannya. "Sudah istirahat! Jangan berpikiran macam-macam Rahael," pinta Galang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Indah Nihayati
semangat thor
2022-03-01
2