Masih kuingat jelas bagaiman Ardan dengan pongahnya menggunakan cara licik untuk berpisah denganku. Aku tidak mengerti hatinya terbuat dari apa sampai tega menipuku selama ini. Pantas saja dia tidak memaksaku bercerai seperti sebelumnya.
Flashback On
"Mas, bagaimana kamu bisa menikah sementara kita tidak bisa menikah kecuali kamu menceraikan aku terlebih dahulu?" Tanyaku.
"Aku menggunakan namaku, Ardanata. Jadi, saat ini perusahaan dan semua aset sudah aku pindahkan atas namaku. Aku menikahimu atas nama kakak kembarku,Laras" jelas Ardan mengingatkanku pada saat pernikahanku di gereja nama yang digunakan harus diganti dengan nama almarhum kembarannya yang sama sekali tidak aku ketahui.
Aku merenung. Sekarang aku menyadari. Masa lalu yang dikatakan orang-orang padaku itu benar adanya. Ardan mempunyai saudara kembar yang bernama Ardanata.
Kakak kembarnya meninggal karena menyelamatkannya ketika mereka hampir ditabrak mobil, ibunya histeris tidak terima anaknya meninggal beberapa kali mencoba bunuh diri sehingga Ardan harus menggunakan dua identitas bahkan dua tempat sekolah sehingga. Aku merasa seperti keledai dungu yang begitu lugu percaya dengan kebohongan Ardan. Dia sangat baik memainkan peran ganda, membuatku percaya begitu saja.
Aku mengenang pemberkatan nikah kami di gereja dulu, masih sempat aku bertanya padanya mengenai desas desus yang mengatakan ibu mertua merestui pernikahanku jika menggunakan nama Ardanata karena tidak boleh adik menikah terlebih dahulu.
Dulu aku bertanya-tanya dalam hati "Siapa Ardanata?". Namun alibi Ardan mematahkan kecurigaanku. Aku yang tadinya dipenuhi keraguan berbalik menjadi tidak percaya pada perkataan orang lain. Aku menganggap itu tidak mungkin dan tidak menanggapi karena aku begitu mencintai Ardan. Sehingga saat nama diganti aku sama sekali tidak menaruh curiga karena Ardan mengatakan namanya sebenarnya adalah Ardanata namun biasanya dipanggil Ardan.
Tetapi saat ini, hal itu dimanfaatkan Ardan untuk meninggalkanku. Bodohnya aku.
"Ini, didalamnya ada surat keterangan bahwa Ardanata sudah meninggal" Ardan menyodorkan padaku sebuah amplop coklat.
Maksudnya apa ini? Apa aku harus merayakan hari kematian suamiku sedangkan suamiku sedang berbahagia dengan wanita lain? Apakah ini tidak cukup gila. Akukah yang gila atau pria ini yang tidak waras? Bagaimana bisa manusia ini menjadi jelmaan iblis?
"Tapi suamiku masih hidup, Ardan" Ucapku sendu berusaha meredam amarah yang sudah membuncah.
Ardan tak menyahutiku. Dia malah menyerahkan amplop lainnya.
"Ini didalamya ada surat adopsi Angela. Dia akan menjadi anakku dan Aliana" ucap ardan yang menambah sakit hatiku.
"Apakah kamu masih manusia, mas? Angela itu anakku. Kamu boleh pergi tapi tidak dengan Angela. Dia satu-satunya keluargaku. Kamu tahu aku tidak punya sanak keluarga lagi. Aku yatim piatu. Perusahaan atau apapun itu terserah kamu saja namun Angela lain. Apa kamu tega membuatnya memanggil ibu pada wanita yang merusak kebahagiaannya?" Tanyaku berusaha mencari celah demi anakku.
Tetapi Ardan seakan tidak peduli dengan ucapanku. Keras hatinya. Hatiku sakit melihat sikap tidak pedulinya. Tetapi Angela bukan barang yang bisa diambil seenaknya, dia punya perasaan. Aku yakin anakku tidak akan pernah setuju. Bagaimana mungkin anakku yang anak sah menjadi anak adopsi.
"Hahhh, keegoisanmu nantinya akan menjadi batu sandungan yang akan menjerat hidupmu, mas. Benar-benar terbuat dari batu hatimu. Air mata di pipi wanita lain kau hapus tetapi air mata istri dan putrimu sendiri tidak kau lihat" lirihku.
"Aliana itu istriku" bentak Ardan
"Ana itu anakku. Anak kandungku. Jika lalu aku tidak egois dan mempertahankanmu tentunya aku tidak akan membuat mereka menderita" Ardan tidak terima dengan perkataanku, dia marah. Mempersalahkan aku tetapi dimanakah salahku? Dulu aku memintanya pisah setelah tahu dia menjalin hubungan dengan Aliana tetapi dia yang kekeuh tidak ingin berpisah. Dia tidak melepasku dan melakukan berbagai cara agar aku simpati padanya. Dan, ya. Itu berhasil. Aku kembali jatuh cinta padanya.
"Aliana itu hanya kekhilafanku, aku bersumpah tidak akan memiliki hubungan dengannya lagi. Hanya kamu, Laras, hanya kamu yang aku cintai" aku berkata pada Ardan mengulang ucapannya dulu saat dia memohon-mohon untuk terus bersamaku.
Ardan tercengang. Kulihat mukanya pucat. Dia menatap Aliana, menggelengkan kepalanya seakan ucapanku tidak benar. Ah, lihatlah dua manusia tidak tahu diri di depanku memamerkan kisah cinta mereka yang suci namun tampak menjijikan di mataku membuatku ingin tertawa saja.
"Hiks, mas... " Aliana menatap Ardan dengan wajah sesih dan mata sebabnya. Aku sekarang yakin, wanita ini memang siluman berwujud manusia serasi dengan suamiku, laki-laki murahan. Dulu dia mengatai Aliana dengan kasar, mempermalukan wanita itu. Namun sekarang dia menjilati ludahnya sendiri. Tidak punya pendirian.
"Itu tidak benar, Aliana. Aku lalu hanya bingung dengan hubungan kita bertiga. Tapi saat ini aku yakin bahwa kamulah wanita yang aku cintai. Kamulah wanita yang pantas bersanding denganku." Ardan memeluk Aliana dan mengecup keningnya didepanku.
"Laras, saat ini aku sama sekali sudah tidak mengenalimu. Kamu sudah berubah. Mulai sekarang hubungan kita berakhir. Aku akan menggunakan namaku lagi dengan kehidupanku yang baru. Jangan mencariku lagi" katanya padaku.
Aku terdiam. Inikah akhirnya balasan pengorbanan dan kesetiaanku. Penghianatan.
Tetapi aku tidak bisa mempersalahkannya lagi. Memang bukan dia laki - laki yang aku cintai. Cintaku hanya untuk Ardanata, kakak kembarnya yang sudah meninggal. Pria yang menyelamatkanku dulu sewaktu aku hampir diperkosa preman.
Aku mencintai Ardanata saat dia menenangkanku, memelukku erat seakan aku berharga padahal kondisiku sangat memprihatinkan. Pakaianku compang camping banyak bekas merah ditubuhku.
Benar, mereka hampir memperkosaku jika Ardanata tidak datang. Aku ingat dengan jelas bagaimana dia memukuli preman preman sialan itu. Aku ingat bagaimana dia membuka baju seragam putihnya dan menutupi tubuhku. Aku menangis sesenggukan berkata aku tidak akan pernah menikah seumur hidupku.
Aku ingat dia memelukku dan berjanji jika tidak ada yang menikahiku dia yang akan menikahiku. Sambil tersenyum dia menggendongku keluar dari tempat terkutuk itu.
Ah, Ardanata. Rupanya pria yang aku nikahi, pria yang menyatakan cinta padaku itu bukan kamu. Aku bingung. Apa aku menyesal atau aku harus tersenyum berpura-pura bahagia.
"Dia hanya meminjam namamu tetapi kamu sudah menepati janji, hanya saja aku kecewa mengapa dia bukan kamu, jika itu kamu tentu aku tidak akan menderita seperti ini. Aku mati matian mengupayakan keberhasilanmu sebagai balas budiku sebagai tanda aku sangat mencintaimu ternyata aku salah. Aku hanya melihat rupa yang sama dan nama yang dipakai sama. Aku salah. Aku salah. Haahhhh?" Bicaraku seorang diri.
Pikiranku melayang ke masa lalu, aku membandingkan dua sosok yang aku fikir sama. Ternyata memang berbeda. Ardanata selalu menatapku dengan lembut penuh kasih sayang, sedangkan Ardana memang menatapku dengan cinta tetapi kadang terkesan acuh padaku.
Ardanata selalu tidak terenyuh saat air mataku menetes dia akan menghapus air mataku dan mencium keningku, namun Ardana hanya menghapus air mataku. Ternyata mereka berbeda. Aku tertipu.
Seandainya saja aku tahu Ardanata sudah meninggal aku tidak akan menikah dengan Ardana. Seandainya saja aku tahu. Tetapi ssyangnya kata seandainya ini tidak dapat merubah apapun. Aku tetap kehilangan. Baik Ardanata maupun Ardana. Semuanya pergi meninggalkan aku.
Hak apakah yang ku punya untuk mempertahankan hubungan yang salah ini? Cintaku yang tulus pada Ardanata membuatku tak berpikir jernih. Aku tidak mendengarkan perkataan orang lain. Aku ingat teman kuliahku bingung karena aku berkencan dengan Ardanata.
"Laras, itu pasti tidak mungkin, kamu jangan membuat alasan seperti itu untuk menolakku" ucapnya
"Aku minta maaf, tapi aku memang sudah berkencan dengan Ardanata. Aku sangat mencintainya" ucapku.
"Laras, Ardanata sudah meninggal... "
"Tidak mungkin. Ardanata belum meninggal. Aku selalu bertemu dengannya" sanggahku.
"Aku juga tidak tahu, yang aku tahu setahun lalu dia kecelakan dengan Ardana. Tubuhnya terserempet mobil. Aku melihat kecelakaan itu. Tidak mungkin dia masih hidup." Jelasnya padaku.
Lalu aku memintanya mengantarku ke makam Ardanata tapi dia mengatakan tidak tahu dimana dimakamkan, hal itu yang membuatku tidak percaya padanya.
Tapi kenyataan ini, setelah 20 tahun barulah aku dikejutkan dengan rahasia ini. Kecewa dan amarah bercampur menyesakkan dadaku.
"Suamiku kini bukan suamiku lagi. Lebih menyakitkan lagi suamiku bukan orang yang aku cintai"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments