"Ardan, nanti kamu bareng Dina ya, makan siangnya," kata Mama saat Ardan pamit.
"Ga bisa, Ma. Ardan ada acara," tolaknya langsung. Ardan ingin memberikan surprise pada Wina dengan mengajaknya makan siang. Wina cuma taunya kalo Ardan hanya akan menjemputnya pulang. Sudah terbayang di kepala Ardan wajah tersipunya Wina.
"Kok gitu sih. Kasian dong Dina, dia kan belum punya teman. Sementara kamu temani dulu ya," bujuk Mama memaksa.
"Dina kan bukan anak kecil, Ma." Ardan tetap kekeh menolak.
"Memang bukan anak kecil sayang. Tapi kan dia baru aja keterima kerja di sini. Besok besok deh bisa kamu tinggal. Kata Papa kamu ga ada jadwal sama klien," tukas Mama lagi.
Ardan menghela nafas panjang.
"Iya Ma ," katanya akhirnya. Bisa terlambat ke kantor kalo terus berdebat dengan mamanya.
Begitulah, karena itu Ardan berada di cafe ini bersama Dina. Dia seperti orang yang kedapatan selingkuh saat bersitatap dengan Wina. Ardan tau, Wina pasti sangat kecewa dan sakit hati padanya. Ardan berulang kali menarik nafas.
"Kamu kenapa? Kok makannya ga dihabiskan?" tanya Dina heran melihat Ardan yang hanya diam sambil ngaduk ngaduk makanannya.
"Em,,, aku baru ingat kalo ada urusan. Kalo kamu udah selesai, aku antar ke rumah sakit," kata Ardan dengan hati resah. Pikirannya selalu tertuju pada Wina.
"Oh, ya udah. Ayuh," kata Dina sambil mengambil tasnya dan berdiri.
"Ok." Akhirnya Ardan bisa bernafas lega. Mereka berdua berjalan agak cepat ke parkiran. Rumah sakit tempat Dina bekerja cukup dekat dengan cafe ini, jadi Ardan yakin masih ada waktu untuk menemui Wina.
***
Wajah Gaga benar benar berseri. Dia tidak mempedulikan ledekan teman temannya padanya.
"Dokter Lia pasti sabar banget ya, soalnya bos Gaga orangnya tegas," kata Adhi memulai. Entah maksudnya memuji atau menyindir. Dokter Lia hanya tersenyun saja, gitu juga Gaga.
"Kok, bisa kenal Bos Gaga, Dokter?" tanya Sita ingin tau.
"Dulu kita tetanggaan waktu masih SD. Trus saya pindah. Kebetulan ketemu karena saya dinas di sini," jelas Dokter Lia agak tersipu.
"So sweat ya," puji dokter Ilham sambil tersenyum lebar, diikuti peserta 'love meeting'.
"Dokter Ilham udah lama dinas di rumah sakit?" Dewi mulai ancang ancang.
"Saya masuk rumah sakit ini bareng dokter Eri. Tiga tahun yang lalu," jawabnya ramah.
Jadinya di situ selain ada Dokter Lia, juga ada Dokter Ilham, Dokter Eri, Dokter Safa, dan Menajer Personalia Tedi. Mereka semua masih muda muda, kurang dari tiga puluhan, sama dengan umur Gaga dan teman temannya.
"Dokter Safa udah lama kerja di rumah sakit ini?" tanya Adhi sambil menatap dalam wajah cantik oriental Dokter Safa.
"Saya baru setahun Pak Adhi," jelasnya pelan.
"Kalo bu Dewi, bu Sita dan Bu Wina, bagiannya sama ya di kantor?" Menajer Tedi mulai menatap ketiga gadis di depannya untuk memastikan siapa yang paling cantik.
"Saya sama Sita, satu divisi Pak Tedi. Adhi juga bareng kita. Kalo Wina, beda sendiri," jelas Dewi yang juga mengamati wajah menajer Tedi.
"Bu Wina divisi apa? " tanya dokter Safa.
"Bagian Analisis data, Dokter," kata Wina pelan setelah dari tadi hanya diam mengamati reaksi teman temanya. Pikirannya sekarang jauh melayang ke Ardan dan Dina. Kenapa ya Ardan ga ngajak dia makan siang. Kenapa harus Dina, padahal udah seminggu ini Ardan sibuk dengan Dina selain kerjaan kantornya. Tanpa sadar Wina menarik nafas.
"Kenapa, Win? " bisik Dewi heran melihat temannya yang sama sekali tidak semangat seperti.dirinya. Teman teman pria Dokter Lia tampan dan bersih terawat. Apa karena dokter ya, hatinya sibuk memilih siapa yang bakal dia seriusi.
"Engga pa pa. Kamu udah yakin yang mana?" Wina balas berbisik.
"Bu Wina kok bisa kenal sama yang lain?" tanya dokter Eri memutuskan bisik bisik Dewi dan Wina.
"Saya sama Dewi dulu teman sekolah waktu SMP," jelas Wina.
"Iya, selalu ikut kita ngobrol di kantin. Ga punya teman dia di divisinya," tambah Adhi membuat yang lain tersenyum lebar.
"Cuma Wina yang yang nyantai seperti kita. Yang laennya serius semua," timpal Sita
Wina ikut tersenyum. Emang benar sih, ada tiga orang temannya yang satu divisi dan Wina merasa ga klop. Makanya dia suka melipir ke divisi Dewi cs.
"Mungkin seperti dokter Eri yang suka gabung dengan kita yang dokter umum ya," ucap Dokter Ilham yang disambut tawa teman teman dokternya.
"Soalnya dokter spesialis yang ada pada tua tua dan ga gaul, ya, Dokter," Tedy sang menejer menambahkan dengan raut mukanya yang dibuat selucu mungkin membuat Gaga and the gank juga ikut tertawa.
"Salah kamu Er, ikut akselerasi, jadinya kamu cepat lulus kan," kata Dokter Ilham lagi.
"Pintar dong, dokter Eri, ya," puji Dewi bersemangat.
"Ikut kelas akselerasi dari SMU, ya, dokter?" Sita juga ikut bertanya. Lebih bermasa depan soalnya.
"Sejak SD," jawabnya dengan nada biasa saja.Tidak ada kesan sombong dalam suaranya.
"Bos Gaga juga ikut akselerasi juga kan, ya," cetus Adhi. Soalnya dia sempat dilangkahi waktu SMU.
"Saya pas SMU aja kok," jawab Gaga merendah.
Tumben, keempat sohib durhakanya sontak melihat ke arahnya. Biasanya sang direktur itu, sombongnya minta ampun membanggakan kepintaran otaknya. Ketemu lawannya sekarang, Dokter Eri. Tanpa sadar, keempatnya tersenyum puas.
"Lho, kok pada senyum?" tanya dokter Safa heran.
"Engga," serentak keempatnya menggelengkqn kepala.
Benar benar sejiwa, Gaga memaki dalam hati.
"Kapan Dokter Lia dengan Bos Gaga diresmikan, nih?" tanya dokter Ilham kepo.
Baik Dokter Lia maupun Gaga ga menjawab. Keduanya hanya tersenyum mengundang rasa penasaran.
"Kita harus pulang nih Bos, udah mau selesai jam istirahatnya." Adhi mengingatkan.
"Oiya, sama dong," sahut Tedy sambil melirik jam tangannya.
"Ok, kapan kapan kita boleh dong kumpul lagi," tawar Tedy sambil memandang ketiga gadis itu dengan ramah.
Wina, Sita dan Dewi yang dipandangi tersenyum.
"Oke," sahut Dewi dan Sita bersemangat.
Akhirnya mereka pun keluar dari cafe dan berpisah di parkiran.
"Seru juga Bos. Besok besok lagi ya Bos," ucap Dewi sambil tersenyum puas. No ponsel Dokter Eri dan Dokter Ilham udah diamankannya.
"Makanya, kalo aku ngajak itu langsung terima aja," sindir Gaga sambil menekan tombol kunci mobilnya.
"Nih, Dhi." Seenaknya saja dia menggenggamkan kunci mobilnya pada Adhi. Ga seperti waktu berangkat, kali ini Adhi menerimanya dengan suka cita. Tadi dia juga sudah mengamankan no ponsel Dokter Safa.
" Cieee,,,,, yang udah dapat calon makmum," celutuk Sita dengan senyum mengejek. Adhi hanya tertawa.
"Udah, ayo kita balik ke kantor," tukas Gaga yang sudah membuka pintu mobil. Tapi gerakannya terhenti, pandangannya dan juga sohib sohibnya terpaku pada sebuah sedan sport merah yang berhenti di samping dirinya.
Wina menarik nafas, Ardan? Batinnya kaget.
Ga seperti biasa, kali ini cowok itu keluar dari mobilnya dan melangkah mantap ke arah Wina. Dewi, Sita dan Adhi yang sangat penasaran dengan tampang si sport merah, sempat tertegun. Ternyata di atas rata rata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
haisshhhhj
si Telat muncul. juga....
2024-05-14
1