Sore hari..
Setelah jam pelajaran berakhir..
Ocha sedikit terlambat pergi ke ruang klub. Dikarenakan ada barang yang tertinggal. Tapi ini sudah beberapa menit berlalu, gadis itu tak kunjung kembali. Apa mungkin itu adalah sebuah kamuflase, bukankah Ocha masih murung akhir-akhir ini dikarenakan jimatnya yang patah. Kuas itu adalah barang kesayangan Ocha, Ocha dan jimatnya sudah bersama selama tiga tahun. Jimatnya itu sudah memenangkan kompetisi dua kali berturut-turut. Ocha dan jimatnya bagaikan Spongebop dan spatulanya, mereka berdua tidak akan pernah bisa terpisahkan. Kuas jimat itu selalu memberikan keberuntungan pada Ocha, sekarang kuas itu sudah remuk.
Jendela ruang klub lukis terbuka. Menampakkan pemandangan di luar jendela. Pohon sakura dengan bunganya yang bermekaran indah bak blush on make-up. Lalu ada pemuda berjersey yang tengah berlatih di lapangan, mereka terlihat bersemangat meggulir bola kesana dan kemari. Angin menerpa, membuat bebrapa kelopak bunga jatuh berguguran. Bukankah ini momen yang cocok untuk scene romantis di film atau drama biasanya.
Beberapa kelopak bunga masuk ke dalam ruangan klub lukis, Neyla menengadahkan tangannya. Satu kelopak bunga sakura mendarat di tangannya. Dengan tidak adanya Ocha, Neyla merasa sangat bosan. Apa lagi jika mengingat Ocha yang sangat enggan menyentuh alat lukisnya.
Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Neyla. Gadis itu tersenyum miring dan berdiri, dia beranjak pergi dari ruang klub lukis. Kakinya melangkah ke ruangan samping, ruangan yang selalu menimbulkan suara berisik. Dan juga ruangan yang menjadi tempat kejadian remuknya kuas jimat Ocha.
Neyla mengintip dari jendela kaca transparan, mencoba memastika bahwa klub musik belum ada penghuninya. Setelah yakin tidak ada seorang pun di sana, Neyla masuk ke dalam ruangan klub musik. Gadis itu mulai mengobservasi semua alat yang ada di sana. Dua gitar yang berbeda, drum, keyboard, alphorn atau biasa disebut pipa rokok raksasa dan yang terakhir harpa. Kemudian Neyla berjalan ke arah alat musik yang telah menjadi sasarannya sejak awal, drum.
“Eheheh, aku akan mematahkan ini. Lalu, memutuskan itu. Lalu, menyumpal benda itu.” Neyla mulai mengerjakan misinya. Dia berlalu kesana-kemari. Ke tempat di mana pipa rokok raksasa ditaruh lalu ke tempat di mana gitar listrik Zeno terpajang. Setelahnya dia pergi ke tempat drum Aren berada.
“Dengan begini, tidak akan ada yang berisik lagi. Tinggal stik drum ini!”
‘Klek’
Hingga suara seseorang menginterupsi.
“Hei, ada perlu apa?” Ternyata itu Zeno. Dia berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut. Neyla lebih terkejut. Gadis itu tampaknya sama sekali tidak mendengar suara langkah kaki yang datang. Suara gesekan pintu geser itu juga tak didengarnya. Atau, dia memang tidak menutup pintu ruang klub musik ya? Dan jadilah sepeti ini. Zeno memergokinya tengah mematahkan stik drum milik Aren.
“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” Zeno bertanya dengan senyum jokernya seperti biasa. Anak itu berdiri di ambang pintu. Neyla merasa keder melihat senyum joker Zeno. Sepertinya anak laki-laki itu belum menyadari apa yang dipegang Neyla, karena dia masih saja menatap wajah Neyla.
“Apa kau ke sini untuk mencari Richie?” Zeno kembali bertanya sambil mulai berjalan masuk dan mendekat ke arah Neyla. Neyla menggelengkan kepalanya, panik mode on tengah menguasai Neyla. Kekonyolan melanda, Neyla melemparkan stik drum yang sudah patah itu kearah Zeno. Anak laki-laki itu bisa dengan mudah menangkapnya. Wajah Zeno berubah saat melihat stik drum yang sudah patah itu.
Namun saat akan menegur Neyla, gadis itu sudah bersiap pergi. Mungkin karena telalu panik dan tidak memperhatikan jalan, Neyla tersandung kakinya sendiri. Beruntungnya dia tidak sampai tersungkur dan bisa kabur dari ruangan itu.
Di lain tempat..
Mari mundurkan sedikit waktu..
Ocha tengah menuruni tangga. Tadi dia meninggalkan ponselnya di kolong meja. Sambil membatin mempertanyakan kecerobohannya yang mendarah daging, Ocha menuruni tangga sambil melamun. Pikirannya melayang pada kuas kesayangannya yang patah. Ocha menghela nafas.
Jauh di depan Ocha, ada Aren yang baru saja kembali dari asrama. Dia berjalan menaiki tangga lalu mendongak. Pandangannya menangkap sosok Ocha yang tengah turun tangga sambil melamun. Aren dapat menangkap warna
sedih di wajahnya. Lagkah Aren terhenti. Jauh di lubuk hatinya dia merasa sedikit bersalah.
Ocha masih saja melamun. Hingga lamunannya terbuyarkan di anak tangga terakhir. Dia hampir saja terjatuh. Aren tampak sedikit khawatir. Tapi kemudian dia malah terkikik kecil.
Ocha tersadar dari lamunannya karena hampir jatuh. Dia juga sadar jika ada Aren tiga meter dari tempatnya berdiri. Mata mereka berdua saling bertemu. Lalu mereka sama-sama berbelok ke jalan yang sama karena tujuan mereka berdua juga sama, ruang klub masing-masing. Aren berbelok ke kiri sedangkan Ocha ke kanan.
Canggung..
“Ahem! Hei.” Aren berdehem memecah keheningan. Dia memanggil sosok yang ada di sebelah kanannya.
“Mmn?” Ocha menyahuti dengan gumaman tidak jelas. Dia terlalu malas untuk berbincang dengan sosok di sebelah kirinya. Bahkan dia tidak memalingkan kepalanya sekalipun.
“Maaf.” Aren berkata sepatah kata yang singkat dan padat. Setelah mengatalan satu kata itu Aren mempercepat langkahnya. Ocha berhenti di depan ruang klub futsal yang bersebelahan dengan ruang klub musik. Dahinya mengerinyit, berpikir maksud dari permintaan maaf Aren. Setelahnya dia paham, Ocha melongo.
“Dasar! Untung saja aku paham.” Ocha menggerutu sambil tersenyum, Perasaannya membaik. Kuasnya yang patah itu awalnya memang masalah besar untuknya. Karena Aren dengan sembarangan menggunakan kuasnya sebagai pemukul drum. Tapi bukankah patahnya juga karena Aren tidak sengaja? Saat itu mereka berdua sama-sama terbawa emosi, dan permintaan maaf Aren membuat Ocha tersadar.
“Aku harus cepat-cepat pergi ke ruangan klub. Neyla pasti sudah menunggu lama.” Ocha tersenyum lalu berjalan dengan sedikit melompat.
Ocha tersenyum senang sambil mencoba melihat ke dalam ruang klub musik saat melintas di depannya. Hingga dia melihat Aren yang terlihat emosi lalu membanting sesuatu. Ocha langsung terjatuh begitu saja karena tidak memperhatikan jalannya.
Suara jatuhnya Ocha cukup keras untuk didengar Aren dan Zeno yang ada di dalam ruangan. Zeno yang paling dekat dengan pintu langsung membukanya. Sedangkan Aren yang masih emosi itu memandang benda di lantai, yang dibantingnya tadi. Stik drum yang sudah patah menjadi dua.
“Oh, kau gadis temannya Richie! Apa kau tidak apa-apa?” Zeno berdiri di ambang pintu. Seruannya itu mengundang perhatian Aren. Aren langsung memungut sesuatu yang ada di bawah. Oh, untung saja di lorong saat ini sepi. Kalau tidak, Ocha harus menanggung malu. Ocha langsung berdiri dari posisi terduduknya.
“Aku tidak apa-apa.” Ocha membersihkan debu di roknya.
“Hei kau, apa maksudnya ini?” Aren melempar satu stik drum miliknya yang patah menjadi dua. Stik itu berhasil di tangkap Ocha meski hampir jatuh. Ocha mengerutkan dahinya tidak mengerti.
“Kenapa bisa patah?”
“Aren tidak seharusnya kamu bersikap seperti itu padanya, bukan dia. Rambut mereka memang sama, tapi yang mematahkan stik itu gadis yang memiliki kepang kecil di rambutnya.” Zeno berkata sambil menunjuk stik yang dipegang Ocha. Ocha menganga. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Zeno. Ocha tahu betul. Sobat sejak masa kanak-kanaknya itu seperti apa. Dia memang sangat jahil. Sudah pasti yang mematahkan kuas itu Neyla tapi, Ocha tidak percaya.
“Aku tidak peduli, bagiku mereka berdua itu sama saja. Sama-sama bodoh!” Aren berkata dengan nada yang ditinggikan. Ocha tersentak. Dia memundurkan badannya. Sedikit takut melihat wujud Aren yang marah.
Suasana menjadi runyam. Ocha menghela napas.
“Begini saja. Maafkan perilaku Neyla ya, aku akan membawa ini. Dan juga, maaf kalau aku sangat bersyukur karena stikmu yang patah.” Ocha berkata sambil memasang wajah serius dengan senyum simpul di akhir kalimatnya. Setelahnya dia berlalu dengan cepat ke arah ruang klub lukis.
Zeno memandang Aren. Aren mengacak rambutnya gusar. Lalu dia berteriak sambil membanting satu stik yang sudah patah menjadi dua. Stik yang tadinya masih sedikit tersambung itu semakin hancur dan terpisah menjadi dua. Aren pergi melesat masuk ke dalam ruangan dan mengambil tasnya yang tadi sempat jatuh di lantai. Kemudian dia kembali melesat ke arah pintu.
“Mau ke mana?”
“Asrama.”
Zeno menghela nafas. Dia kemudian memungut satu stik Aren yang membelah diri itu. Lalu memperhatikan punggungnya yang menghilang di jendela klub musik paling pojok.
“Kalau seperti ini, bagaimana kita bisa memenangkan kontes nanti?” Zeno melangkah masuk ke arah bangku panjang di mana di atasnya tergeletak tas miliknya.
Di tempat lain..
Memang tidak mungkin Neyla ada di ruang klub lukis, gadis jahil itu pasti akan langsung bersembunyi setelah membuat kekacauan. Ocha tahu orang yang akan Neyla hampiri di tengah kekacauan yang dia buat. Jadi Ocha memasuki ruang klub Drama.
Ruang klub drama sepi. Di dalamnya ada properti-properti untuk pementasan drama. Ada pohon-pohonan, rerumputan buatan, beberapa kostum yang digantung pada rak baju. Di sudut ruangan ada sebuah lemari kayu besar. Ruang klub drama tampak penuh dengan barang-barang, tampak kurang rapi dan sesak.
Ocha langsung menghampiri Stefanny dan Nadya.
“Apa kalian tahu di mana Neyla?” Ocha langsung menanyakan apa yang dia cari.
“Bukankah kalian satu klub?” Kata Nadya.
“I-iya memangnya dia tidak bersamamu?” Stefanny sedikit melirik ke arah almari yang tidak jauh dari mereka.
Ocha langsung berjalan mendekati almari dan membuka pintunya, tapi di sana tidak ada apa-apa. Nadya dan Stefanny menghembuskan nafas, mereka berdua merasa lega.
“AAAA!”
Neyla muncul dari pojok almari, sejak tadi dia bersembunyi di balik kostum panjang yang tergantung di almari itu. Dia melompat keluar. Ocha terkejut, tapi gadis itu mampu mengontrol diri.
“Apa yang kamu lakukan di sini Neyla?” Ocha memasang senyum menawannya.
“Aku sedang membantu mereka membereskan kostum” Neyla menunjukkan deretan gigi putihnya.
Ocha menggandeng tangan Neyla, agar gadis itu tidak kabur. Kemudian dia mendudukkannya di kursi yang ada di dekat situ. Kebetulan ruang klub drama sedang sepi, hanya ada mereka berempat di situ.
“Aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan, tapi sebaiknya kamu meminta maaf pada Aren.” Kata Ocha.
“Memangnya ada apa?” Stefanny terlihat kebingungan.
“Apa kau membuat kekacauan lagi Neyla?” Nadya sepertinya sudah tahu apa yang membuat Ocha mengomeli Neyla. Mereka berempat sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Saat SMP dulu Neyla pernah melakukan kejahilan yang membuat Ocha berekspresi sama seperti sekarang ini.
“Hidung harus dibalas dengan hidung Ocha.” Jawab Neyla santai.
“Lihatlah, kau menggunakan kata-kata mutiara itu lagi.” Stefanny memberi komentar.
“Aku tidak mau tahu, kamu harus minta maaf pada Aren sekarang!” Kata Ocha mutlak.
“Setidaknya drum juga harus tahu rasanya kehilangan barang berharga” Neyla terus saja mengungkapkan unek-uneknya.
“Apa yang kalian bicarakan?” Nadya masih belum bisa menangkap apa yang kedua sobatnya itu bicarakan.
“Kenapa kamu selalu seperti ini? Apa kamu tidak merasa jika ini malah menimbulkan masalah baru?” Ocha menghembuskan nafasnya panjang.
“Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui.” Neyla masih terlihat santai, dia bahkan menaik-turunkan kedua alisnya.
“Apa maksudmu? Bagaimana bisa kamu bersikap sesantai itu. Apa kamu tidak sadar jika baru saja membuat masalahnya menjadi semakin runyam?” Intonasi bicara Ocha terdengar lebih serius. Nadya dan Stefanny yang menyadari hal itu tidak berani lagi mengajukan pertanyaan.
“Dengarkan aku, Ocha sekarang coba pikirkan. Kita selama ini selalu merasa terganggu dengan suara berisik yang mereka ciptakan. Dengan seperti ini, kita juga bisa mengambil keuntungan.” Neyla masih berusaha meyakinkan Ocha.
“Jangan sangkut pautkan dengan suara berisik, sekarang pergilah ke klub musik. Minta maaflah!” Suara Ocha terdengar sangat menyeramkan. Bahkan mungkin lebih menyeramkan dari suara pak Sugiyono.
“Sebenarnya apa yang kalian berdua bicarakan?” Stefanny mulai lelah.
“Iya! Maaf, aku sudah mematahkan stik drum.” Kini giliran Neyla yang meninggikan suaranya.
“Apa? Kenapa? Neyla kenapa kamu membuat masalah dengan anak band.” Nadya terlihat tidak percaya dengan pengakuan yang Neyla tuturkan.
“Benar kata Ocha, kamu harus meminta maaf pada Aren.” Kata Stefanny.
“Baiklah, aku akan meminta maaf. Biar aku saja yang ke sana, kalian tunggu di sini. Aku akan segera kembali.” Neyla berjalan ke pintu keluar.
“Aku tidak yakin, Neyla akan meminta maaf.” Nadya berkomentar.
“Iya, aku jadi ingat saat SMP dulu.” Imbuh Stefanny.
“Aku akan menyusulnya.” Ocha keluar dari ruang klub drama.
Ocha langsung ke ruang klub musik, sosok pertama yang Ocha lihat adalah Zeno. Remaja laki-laki itu tengah mengambil gitar miliknya.Dia yang menyadari keberadaan Ocha itu mendongak.
“Hai, ada perlu apa?” Zeno mengatakan dengan disertai senyum Jokernya.
“Apa Neyla tadi ke sini?” Ocha langsung melayangkan pertanyaannya.
“Tidak, tapi kulihat tadi dia berlari dengan kencang ke arah gymnasium.” Zeno menjawab pertanyaan Ocha sambil menggendong gitarnya.
“Kenapa Alphorn ini tidak mau mengeluarkan suara?” Sosok pemuda di depan pipa rokok raksasa itu mengerutkan keningnya setelah mencoba meniup pipa rokok itu.
“Memangnya ada apa dengan Alphornmu Guntur?” Zeno memutar badannya, mencoba menatap pemuda yang diajaknya bicara.Yap, dia adalah Guntur. Pemuda yang suka sekali meniup alat musik yang bunyinya seperti klakson kapal feri itu.
Ocha merasa ada yang tidak beres di sini, apa lagi saat Zeno menatapnya dengan wajah kebingungan. Zeno mencoba menggenjreng gitarnya tapi ada yang aneh. Tangan remaja laki-laki itu hampa, karena senar gitarnya putus semua.
Ocha langsung keluar dari ruang klub musik, dia memperhitungkan ke mana perginya Neyla. Ocha juga mengintip masing-masing ruang klub dari kaca jendela yang ada, memastikan jika Neyla tidak ada di sana. Lagipula tidak ada anak dari klub lain yang Neyla kenal kecuali Stefanny dan Nadya. Sepertinya memang benar gadis itu masuk ke gymnasium.
Ocha membuka pintu ruang gymnasium, suara sorakan para remaja putri mengudara. Di sekumpulan anak putri dengan pompom dan teriakan mereka, di situlah Neyla berkamuflase. Dia sudah memegang pompom yang dipungutnya entah di mana.
“Kamu siapa?” Seorang anak perempuan yang ada di sebelah Neyla terlihat bingung menatap Neyla.
“Ssst! Aku sedang bersembunyi dari seseorang.”
“Aaww!”
Semua anak perempuan yang memegang pompom termasuk Neyla, mereka memusatkan perhatian padaseorang anak perempuan yang berjongkok imut tidak jauh dari pintu masuk.
27/03/2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dora☆
Love it👍
2020-05-27
0
Dora☆
Like it👍
2020-05-27
0
Dora☆
Nais bangeeeett👍
2020-05-27
0