Appetizer adalah sebuah istilah untuk menyebut hidangan pembuka saat makan. Biasanya berupa kue kecil yang rasanya asin maupun manis. Banyak sekali macam-macam appetizer. Sangat nikmat saat menyantapnya setelah beberapa jam tidak memakan apapun. Sangat baik memakan appetizer sebagai pemanasan hidangan utama.
Kali ini, bab ini, adalah hidangan pembuka untuk kisah auroraku.
Di sore hari yang cerah, akhir musim dingin..
Di sana, di toko kue bertuliskan ‘toko roti Neyla’ tampak dua orang gadis berambut pendek sedang sibuk menata hidangan yang mereka bawa ke atas meja panjang. Satu dari mereka berdua memakai sweater berwarna kuning dengan gambar mata dan paruh ayam di bagian depannya dengan celana training hitam. Sedangkan gadis satunya lagi, mengenakan jemper tak ber-resleting berwarna putih dengan rok plisket kotak-kotak merah-hitam dan stocking hitam tebal.
"Ocha, tamunya berapa orang?" Yang bersuara adalah gadis yang memakai sweater kuning dengan gambar anak ayam.
"Satu, dua, tiga... tujuh, tujuh orang." Gadis yang memakai jemper putih, itu menatap lawan bicaranya. Mereka berdua tengah menata kursi pada meja besar berbentuk bundar. Meja tersebut telah diberi taplak dan alat makan seperti piring, sendok, garpu, gelas, dan dua kotak tisu.
"Ocha, kalau berhitung yang benar!" Gadis yang mengenakan sweater kuning itu memprotes pada gadis jemper putih yang bernama Ocha.
"Aku menghitungnya di benakku, tamu yang akan datang nanti ada tujuh orang." Ocha menanggapinya dengan santai. Dia mulai merapikan kursi yang ada di depannya.
"Selamat sore tante." Suara ramah seorang pemuda mengalihkan perhatian kedua gadis rambut pendek itu. Pemuda itu berponi belah samping, tepatnya sisi kiri. Dia mengenakan kaus putih dengan jaket cokelat petang berbulu yang tampak hangat.
Setelah menerima salam balasan dari sang pemilik toko, pemuda itu berjalan menghampiri kedua gadis rambut pendek tadi. Pemuda berponi belah kiri itu melangkah ke arah meja yang sudah ditata rapi. Tampaknya dua gadis tadi sudah tidak berdebat mengenai jumlah tamu yang akan datang.
"Jadi apa yang bisa kubantu, Neyla?" Pemuda berponi belah kiri itu bertanya pada mereka berdua. Gadis sweater kuning yang bernama Neyla itu langsung menariknya, saat ini mereka berada di dapur. Di sana sudah ada beberapa kue yang sepertinya nanti disajikan untuk pesta.
"Tinggal angkat ini saja. Tolong ya, Richie." Neyla memberikan senampan appetizer. Pemuda berponi belah kiri yang bernama Richie itu pun menerimanya. Lalu dia pergi ke luar dari dapur. Mendekat kearah meja bundar yang lumayan besar tadi. Richie meletakkan nampan tadi di tengah meja. Kemudian Richie duduk di salah satu kursi.
Kini hidangannya telah siap tersaji di atas meja. Tinggal menunggu tamu yang akan hadir. Ocha yang merasa agak kedinginan itu mengenakan penutup kepala jemper-nya yang ada telinga dan gambar wajah kucing. Dia mendekat ke arah perapian kecil. Sedangkan Neyla, dia masih asyik menata alat makan di meja. Sedangkan Richie, dia tetap duduk di tempatnya sambil bergelut dengan gawai miliknya.
Lonceng kecil di atas pintu berbunyi, tanda pintu itu telah dibuka oleh pelanggan. Tapi sepertinya mereka bukan pelanggan, dua orang gadis cantik masuk. Dua gadis itu bersurai sepunggung. Satu di antaranya mengenakan mantel panjang berbulu berwarna pink dengan baju bermerek terkenal. Satu di antaranya memakai mantel berwarna putih dengan baju berwarna merah muda bergambar unicorn di perutnya.
"Stefanny, Nadya sini." Ocha yang mendengar genta kecil berdenting itu memalingkan kepalanya. Kemudian dia mendekat ke arah Neyla dan melambaikan tangannya pada dua gadis bersurai sepunggung itu.
"Duduk dulu, sambil kita menunggu tamu yang lainnya datang." Kata Neyla. Dia mempersilahkan dua temannya itu untuk duduk di salah satu kursi.
"Memangnya kita menunggu berapa orang lagi?" Nadya bertanya.
"Berapa tamu yang kalian udang, jangan bilang kalian mengundang satu angkatan SMP?" Imbuh Stefanny. Diam-diam Richie tertawa kecil mendengar perkataan Fanny alias Stefanny.
"Eii, tidak mungkin. Neyla bisa bangkrut kalau seperti itu. Tamunya terhitung tujuh orang, termasuk kalian berdua." Jawab Ocha.
Genta yang menempel di atas pintu kembali berbunyi.
Tiga orang remaja laki-laki masuk ke dalam. Satu di antaranya memiliki rambut belakang yang panjang dan mengenakan jaket kulit dengan bulu di luarnya. Satu di antaranya bersurai pirang dan mengenakan mantel cokelat dengan sabuk di perutnya. Satu di antaranya lagi bertubuh tinggi dan mengenakan mantel kotak-kotak dan syal berbulu yang tampak hangat
"Toshiro, di sini!" Ocha mengangkat tangannya dan melambaikannya di udara. Ketiga pemuda itu berjalan menghampiri Ocha. Toshiro yang dipanggil Ocha tadi adalah pemuda berbadan tinggi dan mengenakan syal berbulu. Mereka bertiga kemudian dipersilahkan duduk oleh Neyla.
"Tamunya hanya enam Ocha." Kata Neyla berbisik, baru saja menghitung jumlah tamu yang sudah datang.
"Tapi kata Toshiro tujuh." Ocha juga ikut menghitung jumlah orang yang ada.
"Aku mau menghilangkan kursi itu." Neyla bermaksud mendekat ke arah kursi yang dimaksud.
"Jangan!" Ocha melarang Neyla. Dia memegang pergelangan tangan Neyla.
Suara musik klasik Bluestone Alley mengalun di tengah-tengah mereka. Suara itu menyedot perhatian semua orang yang ada di sana. Suara itu berasal dari ponsel Toshiro, sebuah panggilan masuk di ponselnya. Pemuda itu pun mengangkat panggilan itu.
"Hey kau ke mana saja?" Toshiro terlihat serius. Neyla dan Ocha tampak tertarik dengan pembicaraan Toshiro dengan lawan bicaranya di telepon. Begitu juga Richie dan pemuda bersurai pirang. Sedangkan Nadya dan Fanny tidak memedulikan sekitarnya. Mereka berdua asyik mengutak-atik gawai canggih mereka. Anak muda jaman sekarang, pasti asyik sekali berselancar di media sosial.
"Kau yang ke mana? Aku sudah berada di tempat yang kita sepakati." Kata orang di seberang sana.
"Aku sudah berada di toko roti Neyla." Jawab Toshiro dengan santai. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
"Bagaimana bisa? Kita kan sudah sepakat akan berangkat bersama?" Orang di seberang sana terdengar emosi.
"Diam di situ, aku akan menjemputmu." Setelah perkataan Toshiro selesai, seseorang di seberang sana menutup teleponnya karena merasa emosi. Toshiro kemudian menjauhkan gawai canggihnya dari telinganya. Mengecek apakah telepon sudah berakhir.
"Siapa?" Ocha bertanya pada Toshiro.
"Salah satu tamu kita." Jawaban yang diberikan Toshiro mendapatkan anggukan dari Ocha. Lalu Ocha berbisik pada Neyla, meyakinkan Neyla bahwa satu tamu akan datang.
"Lebih baik kau di sini saja, aku yang akan menjemputnya." Kata Zeno, pemuda yang memiliki rambut belakang panjang.
"Apa kau yakin? Kau sudah hapal jalannya?" Toshiro terlihat khawatir.
"Tentu saja, aku bukan anak TK." Zeno berkata dengan gayanya, dengan cengiran khasnya.
"Bisa jadi ini lama, aku akan mempersiapkan hidangan lain. Ocha ikut?" Neyla berpamitan pada tamunya. Ocha mengangguki ajakan Neyla, lebih baik ke dapur yang lumayan hangat. Aneh sekali, meski penghangat ruangannya dihidupkan tapi Ocha tetap saja merasa kedinginan. Dua gadis itu pun menuju dapur.
Tanpa disadari ternyata ada yang membuntuti dua gadis itu. Toshiro, pemuda itu sedang mencolek bumbu yang akan diolah menjadi masakan. Tidak hanya itu saja, dia mengambil apa saja dan kemudian memasukkan ke mulutnya. Tak puas hanya begitu saja, dia mengambil lagi karena merasa belum memuaskan perutnya.
"Hei bayi besar, apa kau tau ini bukan dapur ibumu?" Teriak Neyla saat melihat Toshiro menyemprotkan krim kocok kaleng ke mulutnya.
"Kenapa tidak membuatnya sendiri? Aku lebih suka krim buatan rumahan." Toshiro berkata tanpa merasa bersalah dan juga dengan krim kocok kaleng yang masih ada di tangannya. Dia memperhatikan kaleng krim itu. Mencoba membaca merek yang tertera di sana.
"Toshiro, berikan padaku." Ocha mengulurkan tangannya pada Toshiro. Dia meminta krim kaleng yang masih tertawan di tangan Toshiro. Toshiro melunak, dia memberikan kaleng krim yang dia pegang pada Ocha.
Tapi sasarannya sekarang malah berubah. Di atas meja beton ada kue yang masih ada di atas loyang. Kue itu sudah lumayan dingin, karena Neyla sudah memanggangnya tadi siang. Toshiro memungut satu kue, tapi kue itu jatuh kembali ke loyang karena tangan Toshiro ditampar oleh Ocha.
"Kau ini, belum saatnya makan. Lebih baik kau temani Richie. Pergi!" Ocha mendorong Toshiro sampai ke luar dari dapur. Toshiro dengan langkah berat pergi meninggalkan tempat sumber makanan. Dia mendekat ke arah Richie yang duduk dengan manis sambil memainkan gawainya.
Ocha tetap mengawasi Toshiro sampai remaja itu benar-benar duduk di dekat kedua temannya. Setelahnya Ocha kembali ke dapur. Kembali pada kesibukannya. Menghias kue dengan krim yang berhasil didapatkannya dari Toshiro.
"Ocha, Neyla. Tamu kalian sudah datang." Suara lembut seorang wanita menarik perhatian Neyla dan Ocha.
"Terima kasih mama." Neyla meninggalkan masakannya untuk hidangan utama. Neyla dan Ocha pergi dari dapur tanpa melepas celemeknya. Entah mereka lupa atau bagaimana, yang pasti mereka berdua seperti pegawai di toko roti itu. Mereka berdua kemudian berjalan ke luar dari dapur menghampiri tamu mereka. Sosok pemuda yang mengenakan jaket kulit karamel, dia memiliki mata yang sipit.
"Selamat datang di toko roti Neyla." Sambut Neyla dengan senyum lebarnya.
"Ah rasanya aku seperti baru saja disambut pegawai mini market." Celetuk Richie. Neyla memberi Richie lirikan tajam. Richie cuek bebek tidak menanggapi.
"Silahkan dinikmati hidangan pertama kita, ini namanya anggur goreng dan di sampingnya itu ada sambel colek." Neyla berbicara sambil menunjuk makanan pembuka yang sudah tersaji di atas meja.
Ocha langsung melahap kue yang Neyla beri nama sambal colek. Tapi dia malah disambut dengan tatapan heran dari para tamu. Kecuali Toshiro dan Richie. Begitu juga Nadya dan Fanny yang tertawa kecil karena mendengar nama kue dari Neyla. Tampaknya mereka berdua sudah tahu kebiasaan unik Neyla yang menamai kue dengan nama aneh.
"Ah tenang saja, ini bukan sambal sungguhan. Rasanya enak sekali, loh." Ocha kembali melahap satu sambal colek.
"Rasanya manis." Toshiro menggigit sedikit, dia juga mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah menghabiskan satu kue, dia mengambil lagi. Kali ini dia mengambil anggur goreng.
"Dasar kau ini, apa kau memberi nama kue dengan nama yang aneh lagi?" Richie sedikit kesal. Dia langsung menyomot kue sambal colek yang sudah tersaji. Neyla hanya menyengir kuda.
"Apa kalian tidak mau makan? Toshiro akan menghabiskannya. Cepat ambil!" Seru Ocha yang sejak tadi memperhatikan Toshiro mencomoti hidangan pembuka.
"Ocha, kau juga terus memakannya sejak tadi!" Protes Toshiro.
"Sudahlah, makan saja. Jangan bertengkar." Richie menengahi. Dia mengambil anggur goreng dengan cepat. Setelah dia mengatakan hal itu, semua remaja di sana mulai memakan hidangan pembuka. Ocha dan Toshiro begitu lahap memakannya.
"Toshiro aku mau itu." Ocha tidak sampai meraih makanan yang dia inginkan. Toshiro memang mengambil anggur itu, tapi dia memakannya sendiri. Dia menjulurkan lidahnya pada Ocha.
"Sudahlah, ini waktunya makan. Jangan bertengkar." Richie memberikan kue pada Ocha, agar gadis itu tidak marah lagi.
“Makasih Richie.” Mata Ocha berbinar melihat kue yang disodorkan Richie.
"Ichi, aku juga mau itu." Neyla meminta diambilkan kue. Richie memberikan kue pada Neyla.
Mama Neyla keluar dari dapur membawa troli makanan. "Wah anak muda yang sangat bersemangat ya." Mama Neyla berkata sambil menatap para anak laki-laki.
"Ini makan malamnya sudah jadi." Mama Neyla memindahkan makanan yang ada di atas troli ke meja. Tentu dengan bantuan Neyla dan yang lainnya.
"Terima kasih tante." Ucap Richie.
"Wah ini pasti enak." Mata Toshiro berbinar.
"Terima kasih." Kata tamu yang lain.
"Selamat menikmati." Kata terakhir dari mama Neyla sebelum beliau kembali ke dalam dapur bersama trolinya.
Ocha sangat bersemangat, dia menuangkan saus sambal ke makanannya. Neyla hanya bisa geleng-geleng melihat sahabatnya yang satu itu. Masalahnya, saus yang dituangkan itu membentuk bukit kecil di mangkuknya. Neyla pasti tahu jika sambal itu pedas sekali.
Tapi tidak dengan Toshiro yang rakus. Dia mengambil sesendok kuah dari mangkuk milik Ocha. Kemudian Toshiro menyeruput kuah itu dengan semangat. Hingga rasa panas hinggap pada lidahnya.
"Yaaa, lidahku rasanya seperti terbakar." Toshiro panik meraih minumnya.
"Salah sendiri hahaha!" Ocha tertawa puas.
"Kau ini kenapa suka sekali makan pedas. Perutmu sakit baru tahu rasa!" Omel Toshiro.
"Toshiro, kenapa kau masih saja mengambil makanan Ocha. Kau kan sudah punya makanan sendiri!" Omel Neyla.
"Tante, Toshiro ingin tambah." Richie mengacungkan tangannya.
"Yak, aku tidak serakus itu. Tidak tante, saya sudah kenyang." Kata Toshiro mengelak.
"Apa benar kau ingin tambah?" Kini Neyla yang mengajukan pertanyaan.
"Hidangan makan malamnya ada dua." Kata Ocha.
"Benar, nanti juga masih ada hidangan penutup." Tambah Neyla.
"Pasti muat, perutnya kan seperti karet." Richie sukses membuat semua yang ada di situ tertawa.
Hidangan kedua sudah dihidangkan, Ocha sama sekali belum kenyang. Dia terus makan dengan lahap. Sampai pada akhirnya hidangan penutup disajikan.
"Ini namanya kue mangkuk terbalik." Neyla menunjuk kue kuning yang memang menelungkup.
"Lalu ini ada wafer bulat." Neyla menunjuk kue berbentuk bulat.
"Aku tidak tahu ini kue namanya apa, tapi yang satu ini adalah macaron." Kata Richie.
"Sudahlah, ayo makan." Ocha melahap kue yang besar. Wajahnya tampak senang.
"Apa kau tidak memberinya bubuk cabai Ocha, lihat Toshiro. Aku yakin sebentar lagi dia mengambil makananmu lagi." Kata Richie.
"Yang benar saja, ini makanan manis!" Protes Ocha.
"Aku tidak akan mengambilnya, kau tenang saja." Toshiro masih sibuk makan.
Setelah hidangan penutup kandas, Neyla dan Ocha muncul dari dapur dengan membawa kue yang tadinya dihias oleh Ocha. Mereka terkejut mendapati Neyla dan Ocha yang membawa hidangan kejutan.
“Itu apa Neyla?” Nadya bertanya dengan wajah kakunya.
“Kejutan!” Ocha berteriak dengan mata berbinarnya.
“Tapi aku sudah kenyang. Lagipula, makan makanan berkrim itu tidak menyehatkan.” Fanny menolak.
“Oh, sayang sekali. Padahal aku sudah membuat ini dari tadi siang.” Ocha murung.
“Ah! Bagaimana kalau kita bungkus saja!” Toshiro memberi ide bagus. Pastinya, otaknya akan bekerja seratus persen saat memikirkan makanan. Dasar tukang makan! Perut karet!
Setelah itu mereka membungkus makanan dan beranjak pulang karena hari beranjak malam.
Akhir liburan musim dingin itu sangat indah untuk mereka semua. Hingga mereka tersadar bahwa waktu telah berlalu. Musim dingin berlalu. Tergantikan dengan musim semi. Udara menghangat. Daun-daun mulai bertumbuh. Tahun ajaran baru pun dimulai. Begitu pula dengan masa muda mereka.
24/03/2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Cahaya
Mampir Thor
semangat selalu
2021-09-21
0
Shalova DA
visual nayla mana...
2020-12-25
0
Yhu Nitha
like2
2020-08-25
0